Agak sedikit ga jelas~~ =.=a
=============================================================
Inspired from my Big Bro..Choi Tabi..^-^ [FINAL PART]
Cast :
Choi Seung Hyun (Choi Tabi)
Miyamoto Riko (fiction)
Author : Nanba Hikari (C-Dragon)
=============================================================
Lemah jantung. Tidak tahu apa nama sebenarnya dari penyakit itu. Tapi sejak umur lima tahun, Seung Hyun sudah menderita penyakit itu. Dan penyakit itu membuatnya selalu di awasi da tidak boleh bermain. Karena kalau terlalu lelah, penyakitnya itu akan kumat. Dan jika sudah fatal, ia bisa mati.
Ia terus di kekang oleh orang tuanya hingga ia berumur 13 tahun dan memutuskan untuk pergi dari rumah. Ia mengontrak rumah loteng di pinggiran kota di Seoul. Setiap hari sekolah dan bekerja, dan keadaannya yang keras ini membuatnya pernah menjadi berandalan. Kerjanya hanya berkelahi. Tapi ia selalu mempunyai alasan untuk perkelahian itu. Ia sebenarnya anak baik, perasaannya halus, dia juga suka membantu orang lain. Tapi karena tampangnya yang keras dan perbuatannya yang hanya di lihat bagian negatifnya itu membuatnya di cap sebagai anak nakal.
Penyakitnya selalu kambuh hampir setiap hari. Tapi hanya dengan beristirahat sebentar saja, ia akan pulih kembali. Tapi karena penyakitnya juga, ia berhasil ditemukan oleh keluarganya dan kembali dibawa pulang untuk di rawat.
Memang Seung Hyun anak yang keras dan tidak suka diam saja di rumah menunggu kematian, ia memberontak dan memutuskan untuk pergi sejauh-jauhnya dari rumah. Dan dalam perjalanannya, entah dari mana asalnya ia mendapatkan ide untuk kabur ke Jepang. Tapi memang rejekinya mungkin, keluarganya bisa dengan mudah mencium jejaknya sampai ke Jepang.
Dan dia ke jepang bukan karena perceraian orang tuanya.
***
Riko miris mendengarkan cerita Seung Hyun. Dia bisa setegar ini dengan penyakitnya yang bisa saja membunuhnya sewaktu-waktu itu. Tapi ia tetap diam. Ia lebih memilih mendengarkan kelanjutan cerita kawannya itu.
“Pokoknya aku tidak mau hanya menunggu kematian di tempat tidur!” kata Seung Hyun mengakhiri ceritanya. Riko mengerti bagaimana perasaan Seung Hyun. Ia lalu beranjak, mengambil tasnya.
“Istirahat saja! Aku mau pulang!” kata Riko. “Ja!”
“Hmh!” Seung Hyun mengangguk sambil tersenyum, dan Riko segera keluar dari rumah Seung Hyun.
Apa yang ada dibenaknya hanyalah SEDIH. Entah apa yang membuatnya sedih. Tapi tanpa tahu alsannya, air mata meleleh di pipi Riko.
***
Riko duduk sambil bertopang dagu di bangkunya. Ia memandangi langit pagi itu. Tidak ada mendung sedikitpun. Pertanda baik. Ia pun tersenyum, entah apa yang membuatnya tenang dan lega. Tiba-tiba seseorang menepuk bahunya. Riko menoleh. Yumi tersenyum, kemudian duduk di bangku di depan Riko, menghadap ke belakang.
“Tumbeh sekali hari ini kalian berdua tidak berangkat sama-sama!” tanya Yumi. Riko tersenyum. Ia hanya menggeleng. “Kalian marahan ya?”
“Iie!” jawab Riko singkat. Yumi melengos.
“Tapi kau kelihatan lesu sekali hari ini!” kata Yumi. Ia tahu ada sesuatu terjadi. Tapi ia tidak tahu karena tidak begitu dekat dengan Riko. “Ada masalah?”
“Yada!” jawab Riko. Ia lalu menundukkan kepalanya dan meletakkannya di atas tangannya yang ia lipat di atas meja. Tapi sesaat kemudian matanya sedikit mengintip. Ia melihat ke sekeliling, seperti mencari-cari sesuatu. Dan kemudian matanya tertuju pada sesuatu. Bukan, tepatnya seseorang yang kini sedang berdiri di ambang pintu kelas. Seung Hyun.
Riko langsung menegakkan badannya dan memandang Seung Hyun sejak ia masuk sampai duduk di bangkunya yang ada di belakang bangku Riko. Rasanya canggung melihat Seung Hyun. Semenjak ia tahu Seung Hyun sakit, ia jadi jarang sekali bertemu dengan anak lelaki itu. Hanya beberapa kali datang ke rumah susun Seung Hyun dan membawa makanan. Tetapi setelah itu ia sibuk dengan PRnya dan lupa kalau Seung Hyun sedang membutuhkan teman.
Seung Hyun tidak berbicara apapun. Seperti biasa, ia menampakkan dirinya yang cuek di dalam kelas. Setelah duduk di bangkunya, Seung Hyun hanya diam sambil memandang keluar jendela. Riko tidak tahu betul apa yang sedang anak laki-laki itu lihat skarang. Ia hanya tahu suasana hati Seung Hyun sedang buruk hari ini.
***
Sudah hampir malam. Matahari sudah nampak malas untuk tampil hari ini. Semakin lama sudah semakin gelap. Siswa-siswi Yamagata Nishii gakuen juga sudah banyak yang pulang. Namun masih ada beberapa yang masih sibuk dengan kegiatan mereka di ruang klub. Salah satunya Riko. Ia masih berlatih saxofone sekarang. Meski teman-teman bandnya sudah pamit pulang dari setengah jam yang lalu.
Tapi hari ini sepertinya Riko tidak terlalu maksimal berlatihnya. Banyak sekali not yang salah saat ia memainkannya. Ia jadi marah sekali. Akhir-akhir ini suasana hatinya memang sedang buruk. Entah karena apa, dirinya sendiri tidak tahu.
Dan akhirnya Riko memutuskan untuk pulang saja. Dia ingin pulang, mandi, dan segera tidur. Semoga saja itu membuatnya lupa dengan suasana hatinya yang jelek sekali itu.
***
Riko menyusuri lorong sekolah. Ia lalu melewati kelasnya sendiri. Ia melihat ke dalam. Ternyata masih ada satu orang sedang duduk di pojok ruangan sambil memandangi langit jingga yang mulai menjadi hitam. Riko tidak tahu siapa dia pada awalnya. Tapi setelah di lihat lagi, ia tahu, bahkan ia kenal sekali. Dan entah kenapa, bukannya ia menyapanya, Riko malah berlari menjauh dari kelas.
Seung Hyun, bocah di dalam kelas tadi menengok. Ia lalu melihat ke lorong sekolah. Riko, orang yang di tunggunya sedari tadi tampak berlari menjauh. Ia lalu mengejarnya sambil menenteng tas sekolahnya. “Riko!” panggilnya. Tapi Riko tidak berhenti. Ia lalu berlari menuruni tangga. Seung Hyun juga tidak berhenti mengejarnya. Langkahnya yang lebih besar dari Riko, memberinya peluang untuk dapat mengejar gadis tu.
Ia berhasil mendapatkan tangannya dan membuat gadis itu berhenti berlari. “Riko!” katanya lagi. Riko tidak menoleh. Gadis itu tertunduk. “Riko!” Seung Hyun membalikkan badan Riko dan melihat wajahnya.
“Ne? Riko? Nan desuka?” tanya Seung Hyun.
Riko menangis. Hanya itu yang ia lihat sekarang. Ia tidak tahu untuk apa Riko menangis. Riko sendiri juga tidak tahu sebenarnya. Tapi saat melihat Seung Hyun, hatinya jadi pedih sekali.
“Riko! Daijobu?” tanya Seung Hyun. Dengan wajah tertunduk, Riko mengangguk-angguk. Nafasnya tersengal-sengal. Seung Hyun tidak yakin kalau kawannya itu baik-baik saja.
***
Riko menangis semakin keras di tepi sungai itu. Sedangkan Seung Hyun hanya menunggui kawannya itu menangis sambil melemparkan batu-batu kecil ke dalam sungai. Ia tahu sekarang untuk apa Riko menangis.
“Sudah lah! Jangan terlalu dipikirkan! Aku tidak apa-apa!” kata Seung Hyun sambil melemparkan kerikilnya yang ke dua belas. Ia lalu memandang ke arah Riko yang tertunduk, lalu mengacak rambut gadis itu, dan duduk di sebelahnya. “Ini yang membuatku tidak mau memberitahumu masalahku sebenarnya! Dasar cengeng!”
“Bakadayo!” kata Riko sambil menangis. Seung Hyun tersenyum.
“Tersenyum saja! Aku lebih suka kalau kau tersenyum!” kata Seung Hyun. Riko menggeleng. Namun ia belum mau menampakkan wajahnya. “Baka!” Seung Hyun menepuk kepala Riko dengan kepalan tangannya. Kemudian tersenyum. “Jangan tampakkan kesedihanmu di hadapanku! Nanti aku jadi makin sakit!”
Riko melirik sedikit ke arah Seung Hyun. Matanya merah. Wajahnya jelek sekali. Seung Hyun melihat ke arah Riko. Ia terkekeh, dan mencubit pipi kiri Riko. “Jelek sekali!” Dan keduanya hanya memandangi sungai dalam diam sampai gelap benar-benar menyelimuti kota Yamagata.
***
“Apa tujuanmu berteman denganku sebenarnya?” tanya Riko pada Seung Hyun. Kini mereka sedang main lempar bola base ball di taman bermain yang ada di dekat rumah Riko. Seung Hyun tersenyum mendengar pertanyaan Riko.
“Tidak tahu! Khilaf mungkin!” jawab Seung Hyun asal.
“Bakadayo!” Riko kesal. Ia serius bertanya, tapi Seung Hyun menanggapinya dengan bercanda.
“Tidak ada tujuan pasti! Aku hanya selalu merasa senang bisa berteman denganmu! Bukan dengan Yumi atau anak-anak di kelas yang lainnya!” jawab Seung Hyun. Ia lalu melempar bolanya pada Riko.
“Lalu, kenapa aku tidak mau mendekatkan diri dengan teman-teman di kelas?” tanya Riko.
Seung Hyun tersenyum. “Aku tidak mau terlalu banyak membuat memori untuk mereka. Terlalu sakit untukku membuat mereka sedih jika aku pergi nanti!”
Riko berhenti melempar bolanya. Ia memandang Seung Hyun tajam. Seung Hyun terbengong. “Nan ni?”
“Jadi kau tidak sedih terlalu banyak membuat memori denganku? Kau memilihku untuk menjadi yang paling keras menangis saat kau pergi nanti? Kau memilihku menjadi yang paling sedih saat kau tinggalkan? Kau tidak sakit jika aku terus merasa sedih seumur hidupku karena kau?” Riko mengamuk. Seung Hyun bingung.
“Bukan begitu!” kata Seung Hyun mencoba menetralisir keadaan. Ia terdiam, mencoba mencari kata-kata yang tidak membuat Riko marah lagi. “Entah kenapa kau selalu membuatku senang, apapun yang kau lakukan! Makanya aku senang berteman denganmu! Dan penyakitku ini seperti takhluk, da jadi jarang kambuh!”
Riko nampak lebih tenang dengan jawaban itu, meski perasaan tidak adil masih ada di dalam dirinya. Ia tidak tahu bagaimana jadinya kalau kawannya itu benar-benar mati suatu hari nanti.
***
Penyakit Seung Hyun nampaknya jadi semakin parah semenjak kejadian saat hanabimatsuri itu. Penyakitnya jadi lebih sering kambuh, dan membuat orang-orang disekitarnya menjadi panik. Terutama Riko yang paling sering ada dengan Seung Hyun. Ia jadi harus mengontrol kawannya itu setiap saat. Saat berangkat ke sekolah, ia menjemputnya. Saat pulang, ia megantarkan Seung Hyun sampai di rumah dan membuatkan makan malam. Pokoknya jangan sampai bocah lelaki itu sendirian. Karena kalau penyakitnya kambuh sewaktu-waktu dan tidak ada orang yang tahu, bisa gawat.
Seung Hyun sepertinya juga makin kesal dan penyakitnya, juga dengan takdir yang memberinya penyakit itu. Penyakit yang bukan hanya lemah jantung biasa. Penyakit yang bisa membunuhnya sewaktu-waktu.
Dan Seung Hyun meluapkan segala kekesalannya pada canvas besar yang kini sedang ia coreti dengan berbagai warna cat yang kelam. Ia lebih seperti orang yang sedang memukuli sesuatu dibandingkan dengan orang yangsedang melukis. Riko yang sedari tadi duduk di belakang Seung Hyun, hanya bisa diam. Ia tidak tahu harus melakukan apa untuk anak itu. Karena selama ini Seung Hyun hanya membutuhkan senyumnya sebagai obat untuk mengurangi intensitas penyakitnya untuk kambuh.
Seung Hyun terus membanting kuasnya hingga akhirnya kuas itu patah menjadi dua, dan ujung runcing patahan kuas itu menusuk canvas dan membutnya berlubang. Ia lalu tertunduk dan terisak. Baru sekali ini Riko melihat kawannya itu depresi menghadapi hidupnya. Padahal dari dulu ia selalu menampakkan senyum di hadapan Riko. Memperlihatkan bahwa dia baik-baik saja.
Sedari tadi Riko hanya bisa terus memandangi Seung Hyun dengan tatapan pedih. Ingin sekali ia memeluknya. Tetapi tangannya seperti tidak sanggup untuk menggapainya. Kakinya tidak mau berlajan untuk mendekati Seung Hyun. Dan ia hanya membiarkan semuanya berlalu dengan sendirinya.
***
Hanya satu yang ada dipikiran Riko kini. Mencari orang yang membuntuti Seung Hyun dan memberitahunya dimana Seung Hyun berada.
Saat pulang sekolah, Riko izin tidak ikut latihan dengan bandnya, tetapi ia tidak bilang pada Seung Hyun. Ia lalu pergi untuk mencari orang-orang itu.
Ketemu. Orang-orang itu menginap di sebuah rumah kecil di tengah Yamagata. Mereka adalah paman-paman dari Seung Hyun. Nakashima Kobe dan Choi Kang Min. Mereka di tugaskan oleh ayah Seung Hyun untuk mencari anaknya di Jepang. Sedangkan ayah Seung Hyun sekarang berada di Hongkong juga dalam usaha mencari putranya. Entah kenapa ayahnya bisa tahu kalau anaknya kabur sampai ke luar negri.
Riko memberi tahu kalau dia kenal dengan Seung Hyun dan dia tahu dimana bocah itu tinggal sekarang. Dua paman Seung Hyun nampak senang sekali dan salah satunya menelpon kakaknya, alias ayah Seung Hyun dan menyuruhnya untuk segera kemari dan menjemput anaknya itu untuk pulang ke Korea dan diobatkan.
***
Hari ini rasanya lebih sepi dibandingkan hari-hari biasanya. Riko terduduk lesu seharian di bangkunya. Dan di bangku belakangnya kosong sejak jam pertama perlajaran. Seung Hyun tidak berangkat hari ini. Yumi dan Sakura sampai menanyakannya. Tapi Riko hanya bisa menjawab, “Wakaranai yo!”
Ia memandangi langit. Melalui jendela. Lalu tersenyum. Ia membayangkan mungkin kawannya itu sudah sampai di Korea dan akan berobat di sana.
---
Pulang sekolah, hari ini tidak ada yang ia tunggu. Dan ia harus pulang sendirian, seperti saat bersekolah di Hokkaido.
Setelah memakai sepatunya, ia bergegas keluar dari gedung sekolah dan ingin cepat-cepat pulang. Ia pulang melewati jalan yang biasanya ia lalui bersama Seung Hyun. Entah mengapa hatinya sakit, kemudian berdebar-debar saat memikirkan bocah itu. Tapi Riko tidak memperdulikannya. Biarlah. Dia hanya bisa mendoakan demi kesembuhan Seung Hyun.
TULILUT!LUTITUT!
Ponselnya berdering tiba-tiba. Riko langsung mengangkatnya begitu ia mengambilnya dari dalam tas. “Hai!” sapanya.
“Miyamoto-san...”
---
Riko berlari kencang menuju ke rumah susun di dekat stasiun. Tempat di mana Seung Hyun tinggal. Ia segera naik ke lantai dua setelah sampai, kemudian mengetuk-ngetuk kamar Seung Hyun. “Sumimasen deshita!” serunya.
Ia lalu memutar daun pintunya. Tidak terkunci. Ia membukanya pelan, kemudian ia masuk. Di dalam sepertinya semua baik-baik saja. Rapi. Tidak ada yang aneh. Tapi sesaat matanya tertuju pada sesuatu. Sebuah amplop di atas meja. Ia lalu membukanya.
Selembar foto, dan sebuah surat.
Riko, aku tidak tahu harus bilang apa lagi. Hanya terima kasih yang bisa aku ucapkan dengan segenap hatiku.
Terima kasih kau telah mempertemukanku pada ayahku kembali. Sudah berapa tahun ya aku tidak bertemu dengannya? Aku tidak tahu! Haha..yang jelas, setelah kemarin ia menemuiku dan mengajakku pulang, aku kabur malam harinya. Mereka pasti panik sekarang! Biarlah..bukan urusanku! =p
Mungkin saat kau membaca surat ini, aku sudah meninggalkan Jepang. Mungkin aku sudah berada di pesawat dan melihatmu dari atas sana dengan hati yang pedih seperti tersayat pedang tesaiga! Hahaha..
Maafkan aku tidak bisa memenuhi janjiku sebagai teman baik. Maafkan aku yang hanya bisa membuat kenangan bahagia yang malah membuatmu sakit saat mengingatnya. Maafkan aku yang membuatmu menjadi satu-satunya yang menangis paling keras saat aku pergi. Kalau di pikir-pikir, dosaku padamu banyak sekali! Jangan kutuk aku masuk ke neraka ya!^^v
Tapi satu kebodohanku selama ini adalah, aku tidak mampu memandang matamu dan mengucapkan satu hal..
Ore wa Riko ga suki da..
Diam. Tak lama air mata meleleh di pipi Riko. Ia memandang foto itu. Foto bersama saat di kebun binatang. Foto agenda pertama liburan musim panas mereka. Belum genap setahun mereka berteman, tapi rasanya sudah lama sekali.
Riko semakin menyesal karena kata-kata terakhir Seung Hyun dalam suratnya. Dia baru menyadari sekarang. Kenapa selama ini suasana hatinya selalu sama dengan keadaan Seung Hyun. Karena perasaan mereka sama. Tapi sepertinya sudah terlambat untuk menyadarinya. Riko tidak tahu dimana kawannya itu sekarang. Ia hanya bisa menangis, seperti biasanya.
***
Aku jadi semakin sakit mengingat anak itu semakin hari. Aku merindukannya. Setiap berada di kamar, aku selalu menyempatkan diri memandang fotonya, menikmati pedihnya hatiku, dan mengenang banyak memori yang kami cetak dalam waktu yang terlalu singkat. Yang secara tidak sadar membuatku mencintainya. Foto saat musim panas ini mewakili semuanya.
Bagaimana kabar dia sekarang ya? Semoga saja dia baik-baik saja. Aku inginnya seperti itu. Semakin hari aku jadi semakin merindukannya! Bocah itu membuatku benci untuk mencintai seseorang. Tapi aku tidak dapat menghentikan perasaanku padanya.
Sudah lah, aku harus menghentikan lamunanku dan segala memoriku dengannya kali ini! Kak Toma dan yang lain pasti sudah menungguku untuk berlatih di studio.
Kini aku sudah tidak di Yamagata lagi. Sudah dua tahun aku lulus dari sekolah itu. Dan sekarang aku masuk ke Universitas seni di Tokyo dan mendalami seni musik. Kak Toma dan Kak Tetsu yang satu band denganku juga kuliah di sana. Sekarang aku juga tinggal di apartemen sendiri. Aku jadi rindu Yamagata! Padahal aku hanya dua tahun berada di sana.
Saat aku menutup pintu apartemen, sesuatu jatuh dari kantung suratku (aku menggunakan kantong sebagai kotak surat..hahaha). Sebuah postcard. Aku melihatnya. Seoul? Aku lalu membalik dan membacanya.
Riko, genki?
Hari ini aku mau operasi di Korea! Tolong doakan aku agar operasinya berhasil! Karena aku tidak mau mati dulu sebelum aku bisa bertemu denganmu lagi dan main-main bersama seperti dulu! Akhirnya aku menyerah dan kembali ke Seoul enam bulan yang lalu.
Sampai berjumpa lagi lain waktu!
Maaf aku tidak memberimu kabar sampai empat tahun!^^
Ur best pale, Choi Seung Hyun.
Dan aku hanya bisa tersenyum saat membacanya.
***
-END-
-Keep Shine Like HIKARI!!-
bgus critanya.. Cuma knapa ga d lanjutin lg yah.. Pdhal pengen ngeliat mreka ktmu lg stelah 4 thn.. Nice..
ReplyDeletejaman2 nulis ini aku lagi suka nulis yang endingnya agak gantung..
Delete*sampe skarang sing masih sebenernya~* :p
makasih dah baca^^