maksud judul ini sebenernya adalah, sebuah cerita di suatu waktu kehidupan. Dan gw memendekannya menjadi At a Time, atau d di suatu waktu..
abisnya gw selalu bermasalah dengan namanya milih judul~ *trus gimana besok gw nyari judul penelitian?? ._.*
ahh~ sudahlah,, itu masalah gw.. *gw mau nangis deh rasanya*
then, happy reading~!^^
a New Fanfiction from LIGHT (a.k.a C Dragon)
Staring : Kim SangBeom, Jang GeunSeok, Lee HongKi, and OC Park RaeIn
*a requested FF actually (?)*
HongKi’s scene
“HongKi oppa~!” aku mendengar suara malaikat itu
lagi. “HongKi oppa! Aku datang!” ia
berseru lagi. Aku tidak menjawab, tapi ia pasti tahu aku ada di dalam.
Kudengar langkah
kaki pelan masuk kedalam kamarku dan tak lama aku merasakan aura hangat berada
tepat disebelahku. Padahal hari ini sudah masuk musim dingin, bahkan kudengar
semalam sudah turun salju. Tapi aura hangatnya tetap bisa ku rasakan.
“HongKi oppa sudah makan?” ia bertanya padaku,
kemudian kudengar suara dentingan di meja yang ada di sebelahku.
“Sudah..”
jawabku ramah padanya.
“Sudah minum
obat?” ia bertanya lagi.
Kami terdiam
sebentar. Namun aku mendengar suara krasak-krusuk dari arah yang sama dengan
suara gadis yang biasa datang mengunjungiku itu. Sedetik kemudian kurasakan
leherku menghangat. Aku merabanya. Ia baru saja mengalungkan sebuah syal.
“Hangat?”
katanya. Aku mengangguk namun tidak berhenti meraba syal tebal yang melingkar
di leherku ini. “Sudah lama aku membuatnya, semalam baru bisa ku selesaikan!
Tapi karena masih belajar, jadi masih belum bisa rapi!” ia menjelaskan dengan
rendah hati.
“Gwaenchana.. lagi pula aku tidak bisa
melihatnya.” jawabku miris. Yah. Aku memang tidak akan pernah bisa melihatnya.
Aku buta.
Tiba-tiba
kurasakan hangat di pipiku. Hembusan nafas. Dan beberapa helai rambut juga
sedikit menggelitik bagian pipiku yang sama. Dua buah lengan baru melingkar di
leherku. Dia memelukku. Gadis itu. “Oppa
jangan menyerah! Kau pernah bisa melihat! Kau pasti akan bisa melihat lagi!”
katanya. Ia memberiku semangat seperti biasa.
Tanpa aba-aba,
tiba-tiba dingin menyentuh kulit wajahku. Air. Apakah gentengnya bocor karena
hujan? Dan lagi-lagi beberapa jemari menyentuh wajahku dan menghilangkan air
yang baru saja menetes entah dari mana itu. “Uljima~(jangan menangis~) oppa..”
katanya. Aku menangis?
HongKi’s scene END
***
RaeIn’s scene
Aku bergegas ke
kampus setelah usai mengunjungi HongKi, seorang teman yang karena suatu alasan
mungkin ia tidak mampu mengingat siapapun termasuk dirinya sendiri. Meski ia
bilang sangat familiar dengan suaraku, tapi ia tetap tidak bisa mengingat siapa
aku.
Lee HongKi,
mengalami kecelakaan 2 tahun yang lalu. Menghindari pengendara mobil yang
mabuk, dan motornya jatuh ke jurang. Ia ditemukan dalam ke adaan luka parah
setelah jatuh terbanting dan mendarat beberapa meter dari motornya yang sudah
terbakar. Setelah bangun, ia tidak bisa mengingat apapun, dan melihat apapun.
Dan sejak dua
tahun yang lalu, ia di rawat di sebuah panti rehabilitasi untuk perawatan dan
membantu ingatannya kembali. Namun untuk penglihatan aku tidak tahu apakah itu
bisa kembali seperti semula. Yang bisa aku lakukan hanya mensuportnya dengan
datang setiap hari menghiburnya agar kondisinya tidak drop.
“RaeIn-yang!” kudengar suara yang sangat
familiar di telingaku memanggilku dengan penuh percaya diri. Menggoyahkan
lamunanku tentang HongKi dengan suara menyebalkannya itu. Bukannya berhenti,
aku malah mempercepat langkahku kea rah kelas. Namun kudengar suara hentakan
sneakernya makin lama makin mendekat dan sesaat kemudian kurasakan seseorang
meraih lenganku dan membuatku berhenti. Berhenti? Tidak! Jangan panggil aku
RaeIn kalau hanya dengan cara seperti ini aku langsung berhenti. Aku masih
berusaha melangkahkan kaki pergi dari orang ini meski sepertinya aku tidak
berpindah sedikitpun. Yang ada genggaman tangannya jadi semakin kuat.
“Ya! Lepas! Aku ada kelas nih!” teriakku
setelah cukup lelah berusaha melarikan diri. Aku berusaha melepaskan lenganku
dari genggamannya. Tapi dia terlalu kuat. “YA!!”
Ia tersenyum
lebar, memperlihatkan eye smilenya yang kata orang menyenangkan itu. “Hai! Kau
mau ke kelas? Bareng yuk!” katanya sok akrab padaku. Namun tangannya belum
melepaskanku.
“Lepaskan dulu
tanganku!!” protesku berteriak-teriak padanya. Dia langsung melepas genggamanku
tanpa aku harus berkata-kata lagi. Ku gosok lenganku, sakit sekali. Dia ini
makan apa sih? Pegangannya kuat sekali! “Sudah! Aku pergi!”
Tapi bukannya ia
pergi atau melakukan yang lain, bocah ini malah mengikutiku. Ia menyamai
langkahku, belagak sok akrab denganku. Aku menghentikan langkahku tiba-tiba dan
berteriak kesal padanya, “Kau kenapa sih?? Berhenti mengikutiku!”
“Wae? Kita kan masuk ke kelas yang sama!
Jalan kita se arah!” katanya beralasan.
Aku memutar
mataku. Bocah ini.. jincha! “Ya!
Sejak kapan mahasiswa fotografi ikut kelas praktek lukis???” aku berteriak
padanya. “Jangan mengikutiku! Arraseo???”
Ia hanya
tersenyum. Entah kenapa senyum itu benar-benar membuatku selalu ingin berteriak
kesal padanya. Tapi meski aku berteriak-teriak sampai aku tuli mendengar
suaraku sendiri, ia tetap keukeuh pada pendiriannya. Mengikuti sampai kelas dan
ikut duduk di salah satu bangku didepan kanvas. Namun tangannya memegang sebuah
kamera. Ia tidak ikut melukis, tapi memotret, yah, aku adalah objeknya. Sejak
beberapa bulan yang lalu.
~FLASHBACK~
FLASH!
Sekelebat kurasa
blitz kamera baru saja mengganggu pandanganku yang tengah membuat sketch di
atas sketchbook yang sering aku bawa kemanapun aku pergi. Sesaat ku
kerjap-kerjapkan mataku. Aku benar-benar tidak suka dengan blitz kamera, itulah
kenapa aku jarang mau di foto. Aku menoleh ke segala arah, mencari dari arah
mana cahaya kilat itu datang. Dan kulihat seorang anak laki-laki tengah
mengarahkan lensa kameranya kearahku.
FLASH!
Sekali lagi, dan
kali ini aku benar-benar melihat cahaya putih yang begitu menusuk kedalam
mataku itu. Ah.. aku jadi tidak jelas melihat apapun.
“Ya! Kau ini apa-apaan sih??” aku
berteriak setelah cukup merasa bahwa mataku sudah baik-baik saja.
Aku tidak bisa
melihatnya begitu jelas, tapi sepertinya ia datang ke arahku dan duduk di
sebelahku, kemudian memperlihatkan layar digital kamera DSLR-nya. “Mau lihat?
Kau benar-benar fotogenik!” katanya, tangannya sibuk menekan-nekan tombol next
dan memperlihatkan semua hasil jepretannya padaku. “Tidak berniat jadi model?”
Aku tidak
menjawab. Hanya memandangnya dengan tatapan aneh. Apa-apaan sih orang ini?
Datang-datang sok kenal begitu! Imut sih, tapi kalo kelakuannya seperti ini
males juga rasanya kenalan! Apa dia stalkerku?
“Iya! Aku
nge-stalk kamu udah lama! Kaget ya? Habisnya kau itu objek yang tidak bisa di
lewatkan sih!” jawabnya. HEE?? Dia bisa membaca pikiranku?? Aku memegangi
kepalaku dengan bodohnya. Maksudku berusaha menutupi pikiranku agar ia tidak
bisa membacanya. Oke, aku tampak benar-benar bodoh! “Kau kenapa?” katanya
dengan tatapan polos.
Aku sadar sudah
bertindak sangat bodoh, dan segera menurunkan tanganku. “A..ahni..” jawabku.
Ia tersenyum
lagi. “Aku Kim SangBeom by the way! Tapi panggil saja Kim Beom! Mahasiswa
jurusan seni fotografi.” Katanya memperkenalkan diri. “Kau Park RaeIn kan?
Mahasiswa jurusan seni rupa! Senang berkenalan denganmu!”
Dan aku hanya
bisa terbengong menghadapinya. Bocah ini siapa sih sebenarnya??
~FLASHBACK END~
Dan sampai
sekarang ia masih terus mengikutiku kemanapun aku pergi sebelum dia sendiri
memutuskan untuk pergi karena keperluannya sendiri. Yang aku tidak habis piker,
kenapa dosen membiarkannya menggangguku saat jam praktek sedang berlangsung??
Bahkan memperingatkannya untuk diam pun tidak!
***
Jam 5 sore.
Akhirnya aku bisa lepas dari bocah bernama Kim Beom itu! Dengan sedikit intrik
aku mempermainkannya kemudian kabur, dan kini sedang memeriksa keadaan sekitar
untuk segera pulang.
Namun sebelum
aku sempat melangkahkan kaki keluar dari semak-semak ini.. yah, semak-semak..
ponsel di saku jaketku berdering. Aku segera membukanya untuk mencegah bocah
Kim Beom itu datang, karena entah bagaimana ia bisa tahu dering ponsel itu
milikku meski aku sudah menggantinya berkali kali.
“Suk-i wae?” tanyaku segera setelah mengangkat
teleponnya. “Sedang sembunyi dalam perang! Sebentar lagi aku pulang! Iya! Dah,
sampai nanti!” dan segera ku tutup ponselku dan mengantonginya.
“RaeIn-yang~!” oh tidak.
Pelan aku menole
ke belakang. “GYAHHH!!!” aku mendorongnya hingga dia yang tengah berjongkok di
belakangku itu terjengkang dan aku segera berlari menjauhinya. AHH!! Dia
benar-benar seperti setan!!
RaeIn’s scene END
***
“Hahh!! Jincha!!” RaeIn berteriak kesal setelah
akhirnya ia masuk kedalam kedai milik orang tuanya yang berada di bagian depan
rumah mereka.
“Selamat
datang~!” seorang gadis yang bekerja sebagai pelayan di kedai mereka menyambut.
“RaeIn eonni sudah pulang?”
RaeIn tidak
menjawab. Ia berusaha mengendalikan nafasnya yang engap-engapan karena habis
berlari jauh menghindari bocah fotografer yang akhir-akhir ini sedikit
membuatnya risih. “Berikan aku air!” hanya itu yang di katakannya, kemudian
duduk di salah satu meja kedai.
Tak lama gadis
yang sama datang dengan segelas air mineral di tangannya. “Silakan~!” katanya,
kemudian ikut duduk di meja yang sama dengan RaeIn. Malam ini agak sepi, jadi
dia bisa sedikit santai.
“Suk-i mana?” tanya
RaeIn pada gadis di hadapannya setelah menghabiskan airnya dalam sekali minum.
“Dia ke toilet
sebentar! Sudah dari tadi GeunSuk oppa
menunggu eonni ~!” jawab gadis dengan
celemek seragam kedai itu.
“Berapa lama?”
“Sekitar hampir
satu jam!” jawab gadis pelayan itu lagi. “Memangnya eonni kemana saja? Kenapa akhir-akhir ini hobinya pulang larut
sih?”
RaeIn melirik
gadis itu, seperti hendak menanyakan sesuatu, namun di urungkannya. “Sudahlah~!
Hanya ada sesuatu yang menyebalkan yang tidak boleh sampai kubawa ke rumah!”
jawab RaeIn asal. Tapi ia benar-benar tidak mau masalah ini di bawa sampai
rumah. Maksudnya, KimBeom tidak boleh sampai tahu dimana rumahnya!
“Apanya yang
menyebalkan?” tiba-tiba sebuah suara familiar terdengar bersamaan dengan
munculnya seorang bocah laki-laki tinggi dengan jumper abu-abu dan rambut
gondrong yang diikat asal. Jang GeunSuk. Dan setelah itu gadis pelayan tadi
bergegas pergi untuk membantu bos nya yang berada di dapur sambil menunggu
pelanggan datang.
GeunSuk duduk di
bangku yang semula di tempati gadis pelayan tadi. “Bagaimana HongKi?” katanya
memulai. “Maaf aku masih belum bisa datang hari ini!” katanya lagi dengan nada
maaf.
RaeIn tersenyum
tipis. “Gwaenchanayo. Dia baik-baik
saja! Aku harap dia bisa terus baik-baik saja sampai sembuh nanti..”
Keduanya
terdiam, hanya terdengar suara helaan nafas dari RaeIn yang benar-benar
merasakan apa yang HongKi rasakan. Dan GeunSuk? Ia malah mengingat kejadian
beberapa tahun yang lalu itu yang membuat batinnya sendiri menjadi sedikit
canggung.
“Aku ingin
HongKi kembali..” ujar GeunSuk tiba-tiba. Ia mengalihkan pandangannya dari meja
ke arah RaeIn. “Paling tidak, aku ingin penglihatan HongKi kembali! Kita cari
donor mata! Biar yang lain aku yang tanggung!” lanjutnya.
“Suk-i..”
“Hanya itu yang
bisa aku lakukan untuknya..” jawab GeunSuk, memotong interupsi RaeIn. Dan RaeIn
hanya bisa diam dan mengiyakan apa yang GeunSuk katakan.
“Lalu bagaimana
dengan pertandinganmu kemarin? Maaf aku tidak bisa datang!” tanya RaeIn
kemudian, mencairkan suasana yang mulai sedikit membeku.
“Sukses!!
Seperti biasanya!!” GeunSuk menjawab dengan riang dan senyum lebar. “Satu bulan
lagi akan ada olimpiade tingkat propinsi! Jika aku bisa masuk 3 besar, aku akan
di rekrut menjadi atlit nasional dan bertanding di asian games dan olimpiade
internasional!! Impianku!”
“Jinchayo?? Ahh.. hwaiting suk-i a~! Aku akan terus mendukungmu!” RaeIn ikut senang
mendengar informasi yang di katakan GeunSuk. Impian yang sejak lama di galinya.
Menjadi atlit renang tingkat dunia.
***
Tomorrow
RaeIn’s scene
Sudah hampir
senja, namun aku belum selesai mengerjakan pekerjaanku. Jadi mungkin aku akan
datang ke tempat HongKi agak malam. Ia pasti sudah menungguku sejak tadi.
Setelah
kuusahakan menyelesaikan tugas di perpustakaan kampus dengan cepat, aku segera
mengemasi semua buku dan barang-barangku, memasukkannya kedalam back pack ku
kemudian bergegas pergi. Hingga sebuah kilatan cahaya menyilaukan mataku dan
membuatku berhenti sejenak untuk beradaptasi dengan keadaan. Aku tahu, pasti
bocah menyebalkan itu baru saja muncul.
“YA!!” aku berteriak padanya setelah
sedikit bisa melihatnya. Sedikit demi sedikit. Dan kulihat bocah itu
menyeringai riang sambil memperlihatkan kamera yang selalu di bawanya itu.
“Sudah senja,
kau masih disini?” katanya dengan senyum riang tak lepas dari wajahnya. Aku
berpikir, mungkin meski aku marah padanya hingga kepalaku meledak, ia akan
tetap tersenyum seperti itu.
“Itu bukan
urusanmu!” jawabku seadanya dan bergegas pergi. Berusaha menganggapnya tak ada,
karena aku harus segera menemui HongKi.
“Kau mau kemana?”
katanya sambil mengikutiku.
“Kau tak perlu
tahu!” jawabku tanpa menghentikan langkahku.
“Tapi aku mau
tahu..”
“YA!!” mendadak aku berhenti, berteriak,
membuatnya kaget dan hampir menabrakku. Ia mundur beberapa langkah. Tak ada
senyum di wajahnya, hanya tampang kaget yang membuat wajah imut nya jadi
sedikit polos. “Bisakah berhenti mengikutiku?? Ka~(pergi~)!” teriakku kesal. Dia tampan! Tapi sifat menyebalkannya
ini sangat menggangguku!
“Eobseoyo (aku tidak bisa)..” jawabnya.
Terlalu jujur. Dan terlalu frontal!
Aku mendengus.
Bocah ini. Ku tatap matanya tajam. “Kenapa kau selalu mengikutiku? Bahkan aku
tidak pernah mengenalmu sebelumnya! Tiba-tiba datang dan selalu mengikutiku
dengan kameramu yang menyebalkan itu.. aish~! Jincha!” aku ngamuk-ngamuk sendiri. “Neon..”
“Karena aku
menyukaimu..” katanya.
“Jeongmal.. .. HEHH??” aku baru sadar
setelah sepersekian detik setelah ia mengatakannya. “Hehh?” aku berharap aku
salah dengar.
“Nan, Park RaeIn ga, jhohayo~!” jelasnya
dengan senyum terkembang di wajahnya.
“Hehhh??” dan
bersamaan dengan ini, aku melupakan HongKi. Aku tidak datang menjenguknya.
RaeIn’s scene END
***
HongKi’s Scene
“Keadaanmu
bagus. Kau tidak demam. Hari ini kau makan dengan baik kan?” seorang ahjumma yang kini sedang memeriksaku
terus bertanya padaku. Mengajakku bicara banyak hal. Ia terdengar menyenangkan.
Apa mungkin sebenarnya ia adalah ibuku?
“Ne, ahjumma..”
jawabku tenang.
“Sudah pukul
tujuh malam, sebaiknya kau minum obat sekarang.” Katanya kemudian terdengar
dentingan gelas. “Minumlah!” katanya. Ia menyerahkan dua buah kapsul obat dan
segelas air padaku untuk diminum. Setelah aku menenggak semuanya, ku kembalikan
benda-benda itu padanya. “Tetap jaga kesehatanmu! Aku akan datang lagi besok
untuk mengontrol keadaanmu!” katanya sambil menepuk bahuku pelan. Dan kudengar
langkah kaki pergi menjauh dariku.
“Umh.. ahjumma, jamkanmanyo(tunggu sebentar)~!” ujarku menghentikan langkahnya.
“Ya, ada apa,
HongKi-ssi?” katanya.
“Apakah.. gadis
itu datang?” tanyaku. Hening. Apa ia tahu yang aku maksud? “Gadis yang selalu
datang setiap hari itu..”
“Ahh.. ia belum
muncul. Mungkin hari ini ia sedang sibuk! Ia pasti akan mengunjungimu besok!”
katanya bernada halus. Ia pasti tersenyum. Aku bisa mengenali dari cara
bicaranya. “Baiklah, aku pergi dulu! Selamat malam!” katanya dan beberapa saat
kemudian terdengar suara pintu tertutup.
Ia tidak datang.
Gadis malaikatku itu.
Kuhela nafasku.
Aku tak bergerak, tetap duduk di atas kursi rodaku. Kurasakan dingin membalut
tubuhku tiba-tiba. Mungkin malam ini salju turun lagi. Atau karena penghangatku
tidak datang kali ini?
***To Be
Continue***
eotte?? kkk..
thx for reading and don't forget to leave a coment~^^ gamsahamnida~!!!^^
-Keep Shine Like HIKARI-
eotte?? kkk..
thx for reading and don't forget to leave a coment~^^ gamsahamnida~!!!^^
-Keep Shine Like HIKARI-
a k u m e r i n d i n g b a c a n y a ...... ~
ReplyDeleteoh jadi senyum senyum senyum sendiri ~ ah *mukul"in kepala*
aku re-post di blog ku yah buat kenang"an ? =D
lannjjuuttKAN!! :3
ReplyDeleteoh ia onni, main2 ke blogku yang seeppii ini : http://yowgoya.blogspot.com/