BANG! BANG! BANG!
Suara tembakan dan ledakan dimana-mana. Bau misiu memenuhi seluruh kota. Jika tidak berhati-hati, kau akan meledak karena manginjak ranjau! Bahkan bisa saja terkena lemparan granat dan segera menghancurkan tubuhmu!
Tank-tank besar berkeliaran sambil menembak ke segala arah. Helikopter terbang kesana-kemari sambil beberapa kali menjatuhkan bom-bom besar dari udara. Dari segala sudut, melesat peluru tembaga tanpa memastikan bahwa sasaran mereka benar.
Suara tembakan dan ledakan dimana-mana. Bau misiu memenuhi seluruh kota. Jika tidak berhati-hati, kau akan meledak karena manginjak ranjau! Bahkan bisa saja terkena lemparan granat dan segera menghancurkan tubuhmu!
Tank-tank besar berkeliaran sambil menembak ke segala arah. Helikopter terbang kesana-kemari sambil beberapa kali menjatuhkan bom-bom besar dari udara. Dari segala sudut, melesat peluru tembaga tanpa memastikan bahwa sasaran mereka benar.
Perang melawan alien. Entah alien yang datang dari mana, tapi mereka tampak menyerupai manusia bumi. Bahkan kepala mereka tidak besar, mereka tidak berwarna hijau, dan mereka tidak membawa ufo. Hanya kapal induk besar yang satu minggu yang lalu mendaratkan banyak tank dan pesawat tempur besar di kota kami.
Awalnya aku menyangka ini kiamat. Tapi sepertinya belum, karena manusia belum seperti anai-anai. Mereka masih memiliki akal sehat dan masih memikirkan orang lain. Seperti aku yang sekarang sedang berlari-lari diantara hujan peluru dan bom, mencari-cari tempat aman sambil memeluk adik perempuanku yang sedari kemarin terus menangis dan memanggil ibu.
“Mika..diamlah sebentar saja! Kakak sedang berusaha mencari ibu! Ibu pasti akan ketemu!” ucapku menenangkan Mika yang masih terus menangis tanpa mau berhenti, sampai air matanya hampir habis.
“Ibu! Ibu!” panggil Mika berulang-ulang.
Ah..tenda-tenda darurat itu sudah tidak jauh lagi. Aku harus bergegas dan harus menemukan ibu secepatnya agar Mika tidak menangis lagi.
Aku hampir sampai. Beberapa langkah lagi. Namun entah kenapa, tiba-tiba aku malah jatuh terguling menjauh lagi dari tempat yang aku tuju. Sepertinya sesuatu telah menarikku menjauhinya. Namun aku masih memeluk adikku, melindunginya agar tidak terluka.
“Itai!” erangku lirih, seraya mencoba bangun. Aku melihat keadaan. Adikku sudah tidak memangis lagi, tapi ia melihat ke satu arah dengan tatapan heran. Aku ikut melihatnya. Tampak seorang anak pendek, sepertinya perempuan, berambut pendek dengan kacamata dan senapan di tangan kirinya (tidak begitu jelas, aku hanya melihatnya dari belakang). Dia melongok-longok ke arah tenda darurat tadi.
“Daijobu?” tanya anak itu tanpa memandang ke arah kami.
“Eh..betsu ni!” jawabku ragu. Sesaat kemudian, aku menegakkan dudukku dan membersihkan punggung adikku yang kotor oleh tanah, kemudian berniat pergi dari sana tanpa bertanya apa-apa lagi pada anak itu. Masih ada pekerjaan lain dari pada harus menantang orang dengan senapan di tangannya. Tapi sebelum aku sempat berdiri, ia menarik jas seragam sekolaku yang masih terus menempel di badanku sejak seminggu yang lalu itu.
“Nan de?” tanyaku heran. Kenapa anak itu menahanku?
“Kau bodoh kalau tetap mau kesana!” kata anak itu tanpa melepaskan genggamannya dari jas seragam sekolahku.
“Eh?”
“Itu sarang alien! Kalau ingin selamat, lebih baik kau tidak mendatangi tempat pengungsian! Pemerintah tidak mendirikan tempat pengungsian! Namun aku tahu dimana warga di selamatkan!” jawab anak itu. Tangannya masih menarik jas seragamku.
“Omae sa..dare?” tanyaku. Ia akhirnya memandang ke arah kami. Ia lalu tersenyum.
“Panggil aku Light! Aku warga sipil biasa! Ikut saja denganku kalau ingin selamat! Dan jangan pernah berpikir aku adalah alien! Karena aku tidak memiliki antena di atas kepala!” jawabnya mencoba sedikit menambahi dengan joke tidak lucunya. Dan selama aku melihat alien-alien itu, aku tidak melihat ada antena di atas kepala mereka.
“Ne..kalau kau hanya warga sipil, kenapa aku harus mengikutimu?” tanyaku heran.
“Kalau kau tidak mau, kau boleh saja pergi! Namun sebentar lagi kau bisa seperti..dia!” katanya sambil menunjuk seorang laki-laki dengan banyak tato di badannya, berlari keluar dari tenda darurat tadi. Dan sesaat kemudian tubuhnya meldak. “See?” ujar Light lagi.
“Ini gila!” gumamku. Adikku mulai menangis lagi.
“Cup..cup..adik kecil! Berhentilah menangis!” kata Light pada adikku sambil memberikan sebatang lolipop dan membuat adikku benar-benar diam. “Semuanya memang sudah gila! Kau bisa ikut denganku kalau ingin menemukan ibumu!”
“Eh? Bagaimana kau tahu aku sedang mencari ibuku?” tanyaku.
“Tidak penting!” jawabnya sambil tersenyum. Ia memandang ke arahku dengan tatapan serius. “Siapa namamu?”
“Shine..panggil saja Shine!”
***
>>hanya sedikit cerita sebagai ucapan salam kenal!!^^
agak geje..tapi ini yang nongol di kepalaku waktu lagi niat bikin postingan pertama kali di blog baru ku..
yoroshiku!!
-keep shine like HIKARI-^^b
No comments:
Post a Comment