Thursday, May 10, 2012

a Tree [FICLET]

Kadang kuliah itu nggak sepenuhnya harus di abaikan(?).. karena gegara mendengarkan, saya jadi bisa bikin ini~ ._.v

a Tree

*Updated Poster*

*Previous Poster*

Story by : LIGHT a.k.a C Dragon

Cast : Lee Jinki (Onew SHINee), Park Sanghyun (Cheondoong MBLAQ)

Rate : semua umur ._.

Genre : Shonen, friendship, lingkungan hidup(?)

Length : ONESHOT

Summary : Lee Jinki seorang aktivis lingkungan hidup yang menderita penyakit kronis yang membuatnya harus menghentikan aktifitasnya dan harus tinggal di rumah sakit, pada akhirnya menyalurkan harapannya demi dunia yang lebih baik setelah menemukan sebuah lapangan gersang namun terdapat pohon di tengah lapangan tersebut yang entah bagaimana bisa hidup disana. Dan Sanghyun adalah juniornya di SMA hingga kuliah yang mengagumi perjuangannya, dan merelakan waktunya untuk menjaga Jinki dan mengikuti apa saja yang dilakukannya.

========START========

Harapan itu pasti akan terwujud.. itu yang aku dapat darinya. Meski seperti tidak mungkin, tapi ia berhasil mewujudkannya.
Kupandangi pohon ini, harapannya yang telah terwujud, diatas tanah kering dan gersang, 'Ladang' kesayangannya ini..

##

Awal musim gugur, namun sepertinya udara panas di musim sebelumnya masih enggan meninggalkan tempat ini, berganti shift dengan musim selanjutnya yang lebih sejuk. Efek dari pemanasan global, dimana iklim menjadi berubah-ubah, dan suhu udara menjadi lebih hangat dari seharusnya.

Seorang laki-laki ber-piyama rumah sakit sibuk mengaduk-aduk tanah di hadapannya, ia tengah menanam sesuatu di sana, disebuah lapangan gersang di belakang rumah sakit. Dengan tangan terbalut sarung tangan dan dengan tekun mencongkel sedikit tanah, memasukkan bibit yang sudah berupa kecambah kedalamnya, menutupinya kembali dengan tanah yang sebelumnya ia keluarkan, memberikannya air, kemudian berpindah ke beberapa meter di sebelahnya untuk menanam yang lain.

Hyeong, kita balik yuk!” ajak Sanghyun yang sejak tadi hanya berjongkok di sebelah kereta seret berisi penuh peralatan untuk bercocok tanam. Laki-laki dengan piyama rumah sakit itu tak bergeming. Ia terus melakukan pekerjaannya dengan ceria sambil mendendangkan lagu di tenggorokannya. “Jinki hyeong! Kita sudah berjam-jam disini! Nanti kau di marahi dokter lagi!”

Geurae haneulhyanghae himkeot twiobulkka~ Peter Pan-i dwelsudo itjanha~ Ppeodeun soni geureomeul japgoseo tago nalsudo isseo~” hanya itu yang terdengar dari mulutnya. Bukannya menjawab, ia malah menyanyikan lagu yang akhir-akhir ini sering didengarnya dari radio.

Sanghyun melengos. Sejak tadi ia hanya duduk berjarak beberapa meter dari Jinki, memegang sekop kecil ditangannya yang memakai sarung tangan kain. Namun ia tak sedikitpun membantu seniornya itu mengerjakannya. Yang ia lakukan hanya duduk disana, bermain-main dengan tanah di dekatnya. Sanghyun mengalihkan pandangannya dari Jinki kearah pohon tua besar di tengah padang gersang itu. Satu-satunya pohon yang tumbuh disana. Entah bagaimana ia bisa bertahan hidup, padahal semua tanaman yang ada di sekelilingnya mati sehari setelah di tanam. Tanah disana keras dan kering, hanya ada sedikit air, dan jika mengingat pelajaran biologi, mungkin tak ada unsur hara sedikitpun disana. Tapi.. pohon ini sungguh keajaiban!

YA! Jinki hyeong!”

“Sebentar lagi! Sabar!” katanya, kemudian menangkupkan kedua tangannya di atas tanah untuk sedikit memadatkan tanah yang mengubur akar kecambah itu, kemudian menyiramnya sedikit dengan air. “OK! Kita selesai!”

Jinki berdiri, menepukkan kedua tangannya seperti membersihkan debu dari sana, berkacak pinggang dan memandang dengan wajah ceria ke arah Sanghyun. “Semoga yang kali ini bisa hidup!” katanya. Sanghyun tak menjawab, ia hanya mengalihkan pandangannya dari Jinki ke arah keranjang kecil yang penuh dengan kecambah yang mati, yang seminggu sebelumnya mereka tanam. Ia pikir mereka harus menunggu keajaiban terjadi untuk itu.

*

Hyeong! Kau nggak boleh minum itu! Ini saja!” Sanghyun meraih sekaleng jus bersoda di tangan Jinki, menggantinya dengan susu kotak yang baru dibelinya dari mesin minuman. Jinki meringis, Sanghyun sudah seperti perawatnya sekarang, hampir setiap hari ia datang dan mengikuti Jinki kemana saja, juga memperhatikan makanan apa saja yang masuk ke mulutnya. Menjaganya agar tidak kelelahan.. yah, karena ia satu-satunya orang yang ada untuk Jinki. Satu-satunya kerabat yang tahu keadaannya tepatnya.

Hyeong!” panggilnya lagi, tangannya memainkan kaleng minuman yang semula milik Jinki itu. Ia tidak membukanya, ia tidak begitu suka jus dengan soda.

Huh?”

“Kenapa bersikeras menanami tanah kering itu?” Tanya Sanghyun asal. Sebenarnya itu pertanyaan yang terus bergelantungan di kepalanya, tapi ia terlalu malas untuk menanyakannya.

Wae?” Jinki nyengir tipis, kemudian meneguk lagi susu kotaknya.

Sanghyun menatap Jinki sejenak, kemudian membuang pandangannya lagi. “Sudahlah, lupakan!” ujar Sanghyun sebal. Jinki terkekeh, namun tetap tak memberikan jawabannya.

“Aku mengutuk semua yang membuat dunia ini menjadi panas!" Jinki berkata pelan, dengan senyum tipis di wajahnya. Oke, wajah kalem untuk kata mengutuk itu sedikit.. ugh.

"Kalau begitu kau mengutuk dirimu sendiri juga?" ujar Sanghyun asal, menanggapi kata-kata Jinki.

"Mwoya?"

"Kertas, plastik, AC, kulkas, sterofoam.. hyeong pikir semua orang tak ikut andil dalam menciptakan ‘panas’ itu?" Sanghyun tampak serius.

"Ahh.. iya ya?" gumamnya nampak bodoh.

Sanghyun masih memandang ke arah lain, kaleng di tangannya masih utuh, sementara Jinki tak berhenti meneguk susunya. "Kalau begitu, aku harap aku punya klorofil!" katanya. Sanghyun melirik Jinki dari sudut matanya, menaikkan sebelah alisnya. Ungkapan yang benar-benar aneh untuk seseorang dengan peringkat terbaik di sekolahnya. "Akan kuserap karbondioksida didunia ini, kemudian menghasilkan oksigen untuk kubagikan ke semua orang!" katanya, terdengar bercanda, namun ada sedikit keseriusan didalam nada bicaranya. "Setidaknya aku bisa menggantikan sampah panas yang kuhasilkan!"

Sanghyun terkekeh. Dibayangkannya bagaimana seniornya itu memiliki ranting di kepala dan pundaknya, juga beberapa bagian tubuhnya ditempeli dedaunan. Oke, imajinasi yang sedikit berlebihan.

"Kalau begitu jadilah pohon!" ujar Sanghyun asal.

"Keurae! Kuharap di kehidupanku yang selanjutnya, aku akan menjadi sebuah pohon!" katanya.

Meski sedikit merinding dengan kalimat yang dilontarkan Jinki –tentang kehidupan selanjutnya itu- namun Sanghyun tak bias mencegah dirinya untuk terbahak. Dipukulnya lengan Jinki pelan hingga bocah itu terhuyung ke sisi lainnya. "YA! Michyeosseo!!" umpatnya.

Jinki terkekeh, hingga ia tersedak dan terbatuk-batuk sangat keras, membuat Sanghyun khawatir. Ia menepuk-nepuk punggung Jinki pelan. "Gwaenchanayo? Sudah kubilang hyung tidak boleh terlalu lelah.."

"Ya! Nan gwaenchanayo! Chh.. tenang saja!" jawabnya sambil mengatur nafasnya kembali.

"Keurae.." namun Sanghyun tidak benar-benar yakin soal itu.

*

"Masih suka berlama-lama di ladangmu?" Dokter Kang bertanya setelah memeriksa Jinki, ia kemudian duduk, ingin sedikit berbasa-basi dengan Jinki. Laki-laki dengan piyama rumah sakit itu hanya tersenyum tipis. "Jangan terlalu kelelahan! Kalau kondisimu drop, nanti bisa repot! Kau harus menginap disini itu sudah merupakan peringatan untukmu!"

"Algesseumnida.." Jinki menjawab sekenanya.

"Tetap minum obatnya dan ingat! Stress dan terlalu lelah bisa berbahaya untukmu!" Dokter Kang mengingatkan lagi.

"Ye! Gamsahamnida!" jawabnya. Dokter Kang menepuk kepala Jinki pelan, kemudian keluar dari ruangan itu. Jinki tersenyum kecil, kemudian mengalihkan pandangannya keluar jendela, tepat ke arah dimana pohon besar di ‘ladangnya’ itu berada. Sudah 4 tahun sejak ia divonis dengan penyakitnya yang namanya lebih panjang dari judul thesis yang pernah di tulisnya. Sejak itu juga ia mengenal pohon itu dan mendapatkan ‘ladangnya’.

Seorang aktivis lingkungan yang merasa tidak mungkin memiliki waktu lama untuk melakukan banyak hal, pada akhirnya menemukan tempat dimana ia bisa melakukan sesuatu. Menemukan tanah gersang yang ditengahnya terdapat sebuah pohon yang bisa hidup begitu lama, seperti menemukan harapan baru. Ia ingin ada pohon-pohon lain yang bisa hidup disana menemani pohon besar itu, membuat bumi yang semakin panas ini menjadi sejuk kembali.

Ia melepas nafas pendek. Meletakkan punggungnya di atas kasur, terdiam, kemudian tertidur.

*

Hari ini suhu udara musim gugur sudah mulai mendingin. Sanghyun keluar rumah mengenakan kaos lengan panjang dan jeans, juga mengenakan kaos kaki didalam sepatunya. Tapi kegiatan bercocok tanam demi dunia yang di canangkan Jinki tetap tidak berhenti. Kini Sanghyun dengan susah payah menarik kereta kecil berisi peralatan bercocok tanam mereka ke padang gersang di belakang rumah sakit itu.

Namun hampir saja semua benda itu terjatuh saat Sanghyun menabrak seseorang yang berdiri di hadapannya, tepatnya berhenti mendadak karena terkejut melihat sesuatu.

"YA! Hyeong! Kenapa berhenti..?"

"Pohonnya.." hanya itu yang bisa dikatakan Jinki. Sanghyun segera mengalihkan pandangannya pada benda yang dilihat oleh Jinki.

Pohon tua berukuran besar, sebagai satu-satunya pohon yang bisa tumbuh di padang gersang itu, tumbang. Pohon yang sehari sebelumnya itu berdiri tegak, kini terbujur horisontal dengan sebagian akar terangkat. Jinki berdiri tercengang di hadapannya, sedangkan Sanghyun nampak takjub, membayangkan bagaimana usia bisa menumbangkan benda besar yang nampak kokoh seperti itu.

"Pohonnya.." Jinki mengulang kata-katanya lagi. "Eottokhajyo?"

Sanghyun tidak menjawab. Karena ia tidak bisa. Bahkan terpikir untuk melakukan sesuatu pun tidak. Hanya bisa membiarkan pohon itu terbaring disana. Hingga satu jam kemudian sebuah alat berat mengangkat pohon itu, memindahkannya ke tempat lain, pohon itu telah mati karena usia dan kekurangan nutrisi.

Harapan Jinki untuk bisa hidup di dunia yang lebih sejuk nampak sudah berakhir. Ia tak mau pergi dari sana, menatap ke tempat dimana pohon itu semula berada. Hingga senja datang, dan ajakan Sanghyun yang dengan sabar tetap menemaninya disana meski ia terus cerewet mengajak seniornya itu kembali, akhirnya mereka pulang, kembali ke rumah sakit.

*

Oh! Aku akan pulang habis ini! Aku ke rumah sakit sebentar!” ujar Sanghyun di telepon, kemudian menutupnya segera setelah telepon di putuskan. Sanghyun mengantongi ponselnya dan bergegas masuk ke lobi rumah sakit untuk lagi-lagi mengunjungi Jinki.

Hyeong! Aku bawa ay.. am.. Hyeong?” tak seorang pun ditemukan di kamar itu ketika Sanghyun membukanya. Jinki tak berada disana. Selimutnya masih tertata rapi, dan infusnya tak berada disana. Jendela kamar dibiarkan terbuka dan gordennya sesekali sedikit terangkat karena angin. “Hyeong?”

Sanghyun meletakkan tas plastik berisi sekotak ayam goreng itu di atas meja di samping tempat tidur, kemudian berjalan mendekati jendela, melongok keluar dan tepat beberapa meter darinya, di bawah sana, didekat bekas pohon besar yang kemarin baru tumbang, seseorang dengan piyama rumah sakit berjongkok, disebelahnya Nampak sebuah kereta yang biasa dibawanya saat ‘berladang’ bersama Jinki. “Jinki hyeong?” katanya.

Sanghyun bergegas berlari  keluar dari pintu kamar itu, namun niatnya terhenti sejenak saat ia tiba-tiba menabrak seseorang didepan pintu kamar itu. Seorang perawat. “AH! Kau temannya pasien di kamar ini ya??” perawat itu Nampak lega, hingga lupa bicara dengan formal pada kerabat pasien. “Ugh.. chwesonghamnida..”

“Tapi.. apa kau tahu dimana pasien ini? Sejak pagi dia sudah menghilang dari kamarnya..”

Mworago??” Sanghyun tercekat. Terang saja. Dokter berpesan padanya untuk menjaga Jinki agar jangan sampai kelelahan. Tapi.. “Kau perawat baru ya?” katanya, kemudian berlalu tanpa memperdulikan reaksi dari si perawat itu.

Memang seharusnya mereka sudah tahu dimana Jinki berada jika ia tidak ada di kamarnya. Semua dokter dan perawat disana sudah tahu perangai laki-laki sipit itu. ‘Ladangnya’ akan selalu menjadi satu-satunya tempat dimana ia berada. Sanghyun tak berhenti berlari hingga ia benar-benar berada disana. Lahan kering itu. ‘Ladang’ Jinki si aktivis lingkungan hidup. Dan meski pria itu mendengar seseorang baru datang, tak sedikitpun ia menolehkan wajahnya untuk sekedar menyapa.

Hyeong.. hh..hh..” Sanghyun kesusahan mengendalikan nafasnya. Begitu jauh ia berlari, untuk turun dari lantai 4 rumah sakit pun sampai lupa untuk menggunakan lift. Ia malah berlari turun menggunakan tangga darurat. “Jinki..hhyeong! G..hhwaenchhan..hha?” katanya, masih dengan nafas yang sedikit tersengal.

Tidak ada jawaban. Jinki masih sibuk dengan tanah di hadapannya dan kecambah yang ia biakan sendiri di dalam kamarnya, ia hanya membawa kemari sebagian, yang sebagian lagi ada di atas buffet kecil di dekat jendela kamar rumah sakitnya.

Hhyeong..”

“Pasti ada alasannya kan, kenapa pohon itu bisa hidup disini bertahun-tahun?” Jinki bergumam, hampir tidak terdengar oleh Sanghyun. Hampir. Berarti ia masih bisa mendengarnya samar-samar.

“Huh?”

“Aku harus bisa membuat satu yang bisa hidup disini!” katanya. Namun belum sampai semenit ia bicara, tiba-tiba saja tubuhnya terkulai lemas di atas tanah itu, menimpa sekop yang semula ia gunakan untuk mencongkel tanah kering itu, melukai bagian kiri pipinya.

“J..Jinki hyeong!!” Sanghyun terkesiap. Dengan cepat ia menghampiri seniornya itu dan segera mengangkatnya. Menggendongnya di punggung dan membawanya ke arah rumah sakit.

*

"Dia harus istirahat, sama sekali tidak boleh keluar kamar. Karena kelelahan penyakitnya jadi kembali memburuk. Jika keadaannya tidak terus membaik.. pokoknya kami akan berusaha!"

Itu yang Sanghyun dengar dari dokter yang menangani Jinki. Dokter Kang. Membuat hati Sanghyun sesaat mencelos. Jinki menjadi salah satu pasien yang bisa bertahan selama ini, namun setelah apa yang ia lakukan hari itu.. kemungkinannya untuk pulih dan bertahan lebih lama lagi sirna sudah. Kini Sanghyun hanya bisa memandangi Jinki dengan tatapan kasihannya. Bahkan hingga kini keluarga dan temannya tak ada yang datang untuknya. Karena ia memang tak ingin kerabatnya mengetahui keadaannya sekarang.

Noona!” Sanghyun bicara di telepon begitu ia menekan beberapa nomor di ponselnya. “Aku nginap di rumah sakit hari ini.. noona, bilang pada eomma aku nggak pulang ya..”

*

Pagi ini terasa begitu hangat, karena begitu terbangun Sanghyun tersadar sesuatu telah menutupi tubuhnya.  Selimut. Ditambah cahaya matahari yang masuk tanpa penghalang kedalam kamar rumah sakit itu. Jendelanya telah terbuka, dan seseorang berdiri di depan jendela itu sambil menyiram kecambah-kecambahnya yang tumbuh dengan baik didepan jendela.

Sanghyun bangun, memandang sejenak ke makhluk berpiyama rumah sakit itu. Bertanya di pikirannya sendiri, apa dia sudah baik-baik saja?

Hyeong!”

Oh! Sanghyun-a? Sudah bangun?” Jinki menjawab tanpa berpaling dari pekerjaannya.

“Kau nggak sakit?” Tanya Sanghyun segera. Ia berjalan mendekat pada Jinki untuk melihat keadaannya. Ia tidak baik-baik saja. Wajahnya amat pucat, matanya menunjukkan bahwa ia kelelahan. Di pipi kirinya, plester penutup luka sudah tak ada, namun terlihat bekas luka disana. Dan.. pokoknya dia tidak baik-baik saja.

Jinki usai dengan pekerjaannya. Ia meletakkan alat penyiram tanaman dengan ukuran kecil itu di samping kecambah-kecambahnya, kemudian duduk di ranjangnya dan memandangi tanaman itu dengan gamang. Entah apa yag dipikirkannya. Tapi Sanghyun tidak ingin repot memikirkan kata-kata untuk bertanya, ia lebih memilih duduk di sebelah laki-laki itu dan ikut memandangi kecambah yang tumbuh dengan baik di setiap harinya.

“Sanghyun-a..” nada bicara Jinki terdengar mengambang.

“Hmm?”

“Aku tidak ingin lebih banyak membunuh mereka..” ujar Jinki. Sanghyun tahu apa yang dimaksudkannya. Kecambah-kecambah itu. Namun ia tak menjawab, ia ingin mendengar apa yang ingin disampaikan Jinki padanya tanpa mengganggunya. “Boleh aku minta kau lakukan sesuatu?”

Mwohaeyo?”

Jinki tersenyum, kemudian menghela nafasnya sejenak, sedikit ragu. Namun ia sangat ingin Sanghyun melakukan sesuatu untuknya..

*

Mata Sanghyun terpejam. Ia tidak tidur. Ia hanya tengah merasakan angin semilir yang bertiup masuk ke salah satu kamar rumah sakit. Dan tak lama matanya terbuka, memandang ke apa yang bisa ditangkap oleh matanya. Sejenak kemudian ia turunkan pandangannya ke arah kecambah-kecambah di hadapannya. Beberapa sudah mulai tumbuh daun. Sanghyun tersenyum, mengambil salah satunya yang berada didalam pot plastic bekas eskrim cup.

“Park Sanghyun-goon?” Sanghyun menoleh mendengar namanya di panggil. Dokter Kang berada di ambang pintu, mengenakan stelan jas, sama dengan yang dipakai dirinya. “Acara sudah akan dimulai!”

Sejurus kemudian semuanya sudah berada di sana. Di ‘ladang’ itu, tempat dimana Jinki menghabiskan waktunya sehari-hari bersama Sanghyun. Dan kini akan menjadi tempat peristirahatan terakhirnya. Tak banyak orang yang dating kesana, sebagian besar melawat ke rumah kecilnya, namun tak banyak yang dating ke pemakamannya. Hanya Sanghyun, keluarganya, Dokter Kang, beberapa perawat, dan Ibu Jinki yang terbang dari kampung halaman Jinki setelah mendengar kabar tentang anaknya yang sama sekali tak di ketahuinya. Jinki melarang siapapun memberitahukan pada Ibunya tentang keadaannya. Itulah kenapa tak seorangpun datang menjenguknya ke rumah sakit.

Jasad Jinki sudah dimasukkan kedalam tanah, bekas pohon besar itu pernah tumbuh. Tanpa peti. Setelah tanah di tutup, mereka mempersilakan Sanghyun maju mendekat, dengan membawa satu buat pot kecil berisi kecambah yang sudah mulai tumbuh daunnya. Sanghyun berjongkok, mencongkel sedikit tanahnya, kemudian memasukkan bagian akar kecambah itu kedalamnya. Ia menutupnya lagi, kemudian menyiramnya dengan sedikit air. Sanghyun bangkit, mundur beberapa langkah, dan mereka berdoa.

Sanghyun memejamkan matanya, berdoa, dan mengingat kalimat yang masih terus terngiang di telinganya hingga kini.

Jika aku mati, aku ingin tidur disana.. dan tanamkan salah satu kecambahku disana! Aku ingin melihatnya tumbuh, dan membantunya tumbuh, hingga menjadi sebesar ayahnya.. haha.. sedikit menyeramkan memang keinginanku.. tapi aku ingin kau melakukan itu.. Sanghyun-a.. gomapda!

##

Seperti apa yang kau katakan.. kini kau menyejukkan dunia. Kini kau punya klorofil, kau menjadi pohon, kau menyerap karbondioksida dan membagikan oksigen yang kau hasilkan pada kami. Tak perlu di kehidupan yang kedua, kau sudah melakukannya. Atau ini adalah kehidupan keduamu?

Entah karenamu atau bukan, kini bahkan ada rumput di sekeliling pohonmu! Dan beberapa kecambah yang iseng ku tanam, bisa tumbuh dengan baik. Seperti apa yang kau inginkan. Kau merasa sejuk hyeong? Aku juga.. karena disini sekarang menjadi tempat favoritku! Pohon Jinki! Bahkan mereka menamainya begitu.. hehe..
Keajaiban sudah terjadi.. Jinki Hyeong..

***END***

ok..
comment please~!

-Keep Shine Like HIKARI-

8 comments:

  1. onewnya mati.. Hiyah.. Hiks hiks.. *tabur ayam* #eh?

    kalo bc ini jd inget drama korea jadul endless love.. Ingin jd pohon.. Perasaan ceritany sempit bgt yah? Hoho.. Nice.. Xp

    ReplyDelete
    Replies
    1. emang sengaja bikin yang terpusat antara pohon-lingkungan aja sih~ gamau yang aneh2(?) kkk

      aku juga gaterima onew nya mati!! *jedotin diri sendiri* #eh

      idenya dapet gegara pas kelas dosen nanya.. "kenapa pohon bisa mengolah/ memanfaatkan CO2?"

      "karena ada klorofil!!"

      "bisa tidak kita memanfaatkan CO2?"

      aku (bisik2) "ya kalo kita punya klorofil sih bisa buk.."

      eh~ tiba2 mak teng ini nongol~ ._.v

      Makasi udah mau baca~^^

      Delete
    2. kyahaha.. Sumpah ngakak.. Ga kebayang gimana expresi dosenmu..
      mahasiswany ngejawab dngan polosnya.. Kyahahahaha..

      Delete
    3. untung dosennya ga denger~ gatau deh kalo denger~ hhh

      Delete
  2. na...nangis... jleb banget...

    ReplyDelete
    Replies
    1. aku juga ikut nangis ya~ T_T(?)
      makasih udah baca^^

      Delete
  3. hmm , oh begitu toh ceritanya . . merinding gw baca 2 bait yang paling bawah ... ini bagus nih . . . gimana ya kesannya lain ama FF yang lainnya . maav ya baru baca sekarang .

    tapi nih gw kurang sreg kalo onew nya yang sakit , thunder lebih cocok sebnernya , , , next bisa ga pake onew lagi ga ? coba pake (?) aktor yang laen kayak Zelo gitu , trus Key mungkin atau Amber gitu hahahha

    ReplyDelete
    Replies
    1. gapapa.. yg penting dibaca~ kkk

      gw juga ga sreg~ gw aja merinding pas nulisnya, tp di pala gw entah kenapa mengharuskan gw make onew yang sakit ><
      bismillah yah~ gw masih blm bisa move on dari bayang2 onew *apaan sih??*
      gw coba ntar make yang laen deh~..
      makasi udah baca^^

      Delete