Trapped on You
Written by
LIGHT
Cast
Kim Kibeom (SHINee Key), Choi Minho (SHINee), Lee Hami (OC)
Side Cast
Lee Chaerin (2NE1 CL), Bang Mir (MBLAQ)
Genre
Romance, Angst
Rate
15
Lenght
ONESHOT
Author Note
Ide ini muncul gegara kebanyakan dengerin ireojima jebal nya K.Will.. dan pastinya gegara nonton MV nya juga. Tapi bener-bener, lagu ini nempel terus sekalinya didenger sih.. jadinya pengen dengerin terus, sampe akhirnya aku kepikiran bikin ff yang agak.. "beda" gini. Oke. sejujurnya sih pikiran pengen bikin ff kayak gini udah ada sejak sebelum lagunya K.Will rilis.. tapi karena ireojima jebal, ff ini malah terealisasi~ hha
=====
Hal paling kejam yang seseorang lakukan kepada orang lain adalah membiarkannya jatuh cinta -Mario Teguh-
=====
Kibeom memandang nanar ke depan, namun matanya tidak fokus pada objek apapun. Ia hanya terdiam disana dengan pandangan mata yang menyedihkan. Wajahnya terlihat kusut, bola matanya basah dan muncul kantung mata besar di bawah matanya. Sesaat ia terisak. Ia cegukan, dan berusaha mengatur nafasnya sendiri agar merasa lebih baik. Sesekali ia menyeka kedua matanya dengan lengan jaketnya meskipun ia tahu kini air matanya sudah mengering. Tapi ia hanya ingin melakukannya.
Kita putus! Jangan temui aku lagi! Kurasa lebih baik jika kita berpisah!
Kalimat itu masih bergaung dikepalanya. Bagaimana tidak. Di hari jadinya dengan pacarnya yang ke 2 setelah dua tahun mereka pacaran, tiba-tiba gadis itu memintanya untuk putus tanpa alasan yang jelas. Meninggalkannya begitu saja tanpa mengatakan apapun lagi selain ucapan selamat tinggal. Bahkan gadis itu mengganti nomor ponselnya beberapa menit setelah mereka putus. Ia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dengan hubungan mereka. Yang ia tahu hanya ia merasa sakit hati dan tidak bisa membendung kesedihannya lagi.
Ia menangis seperti perempuan. Ia tahu ia pasti tampak sangat memalukan sekarang, di tempat terbuka, menangis tanpa mengenal rasa malu. Tapi ia tidak memperdulikannya. Ia hanya ingin membuat perasaannya lebih lega. Walaupun setelah menangis ia tetap masih merasa sakit hati pada gadis itu.
BAK!!
Tiba-tiba saja sebuah bola membentur kepalanya. Membuat Kibeom yang sebelumnya terhuyung, menegakkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya pada bola yang baru saja menggelinding di sampingnya setelah mengenai bagian samping kepalanya. Ia mengusap bagian kepalanya yang terbentur.
"Maaf!" seorang laki-laki menghampirinya, hendak mengambil bola itu. "Kau tidak apa-apa?"
Kibeom menatap kosong pada laki-laki dengan kaos sepak bola club yang tidak Kibeom mengerti. Kemudian mengangguk pelan untuk memberitahukan bahwa ia tidak apa-apa. Tapi isakan sekali lagi keluar dari tenggorokannya, menandakan bahwa keadaannya adalah sebaliknya.
Laki-laki itu menatap iba pada Kibeom sambil memeluk bola sepaknya. "Kau benar-benar tidak apa-apa?" katanya, bukan karena bola yang mengenai Kibeom, melainkan karena isakan Kibeom dan wajahnya yang bengkak-bengkak karena menangis. Namun sekali lagi Kibeom hanya mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah katapun. "Keuraeyo? Umh.. kalau begitu, aku pergi dulu! Maaf ya!" katanya, kemudian pergi berlalu meninggalkan Kibeom begitu saja.
Bocah laki-laki dengan jaket kelabu yang bagian lengannya basah karena air mata itu hanya menatap punggung pemain bola itu sebentar, kemudian kembali membenamkan kepalanya di kedua tangan yang ia tumpukan pada lututnya. Menangis. Lagi.
*
Minho menggendong jaring besar berisi bola basket yang baru mereka gunakan pada pelajaran olah raga, kemudian memasukkannya kedalam kotak yang tepinya terbuat dari pilar-pilar logam. Tidak ada seorangpun yang membantunya, karena setelah jam perlajaran usai, semuanya langsung kabur ke ruang loker. Hanya Minho yang masih berada disana, dan dengan terpaksa ia membereskan peralatan olah raga itu sendirian setelah mendapat instruksi dari gurunya. Minho berkacak pinggang, kemudian menyeka keningnya dengan lengan jaket seragam olah raganya, dan bergegas keluar dari gedung olah raga untuk mengganti pakaiannya di ruang loker.
Ia melihat bocah itu di koridor dalam perjalanannya ke ruang loker. Bocah yang kemarin dilihatnya menangis di tepi lapangan tempatnya bermain sepak bola. Laki-laki kurus dengan jaket yang terlihat terlalu besar ditubuhnya, yang terkena bola yang ditendang oleh salah satu temannya saat latihan sepak bola. Ia tidak tahu ternyata bocah itu satu sekolah dengannya. Atau hanya dia yang kurang pergaulan? Kini ia tengah berdiri di lorong, bersandar pada dinding luar ruang musik sambil mendengarkan lagu dari headsetnya, dan matanya terpejam menikmati musiknya. Apa yang sedang dilakukannya di tengah jam pelajaran, sendirian berdiri di lorong.. apa ia di hukum? Pikir Minho.
Ia memperlambat langkahnya, memandang kearah bocah itu yang kini berada di hadapannya. Ia ingin menepuk bocah itu dan bertanya sesuatu yang mungkin tidak penting. Namun sebelum ia sempat melakukannya, laki-laki itu seperti menyadari kehadiran Minho. Ia membuka matanya dan tersentak kaget melihat sosok tinggi di hadapannya sedang memperhatikannya dengan kedua mata besarnya.
"Wahh!!"
"O..oh!" Minho menyapanya gugup. "Aku tidak tahu kau sekolah disini juga?"
Bocah itu masih terlihat kaget, sampai beberapa saat ia sudah lebih tenang. Bocah itu menegakkan badannya. "Oh! Kau siswa populer, tidak akan mengenalku!" ujarnya. Minho tersenyum simpul.
"Kau sudah tidak apa-apa?" tanya Minho basa-basi.
"Hmm?"
Minho menaikkan kedua tangannya didepan matanya dalam bentuk kepalan, kemudian menggerak-gerakkannya seperti orang yang sedang menangis. Ia tertawa setelah menurunkan tangannya kemudian, dan memasukkannya kedalam kantong celana olah raganya. Kibeom mendecakkan lidahnya, tidak senang dengan ejekan yang dilayangkan Minho padanya. Mereka bahkan belum kenal, tapi Minho sudah sok akrab begitu.
"Aku Minho, Choi Minho! Kau?" katanya sambil mengulurkan tangannya.
Bocah itu tidak begitu tertarik pada awalnya, namun akhirnya ia membalas salamnya tanpa semangat. "Aku Kim Kibeom! Dan berhenti membahas soal yang kemarin!" balasnya memperkenalkan diri.
*
"Kau baru putus dengan pacarmu? Tapi kau menangis seperti wanita!" Minho tertawa terbahak-bahak. Ia merasa sudah seperti mengenal Kibeom cukup lama. Padahal mereka baru bertemu hari ini. Dan Kibeom tidak suka dengan itu. Ia menjejalkan roti ditangannya ke mulut Minho. Membuatnya diam.
"Jadi seperti ini cara siswa populer mengobrol dengan orang yang baru di kenalnya beberapa jam saja? Seenaknya sendiri mengolok perasaan orang lain!" Kibeom protes dengan kesal, membuat Minho yang baru melepaskan gumpalan roti dari mulutnya itu terkekeh.
"Lain kali kalau baru putus jangan menangis di depan umum seperti itu! Kau terlihat memalukan!" Minho tertawa lagi. Kibeom menendang kakinya dari bawah meja, membuatnya sedikit meringis kesakitan, namun ia tidak berniat berhenti tertawa. "Karena sekarang kita berteman, kalau kau baru mengalami hal seperti kemarin, kau bisa bicarakan denganku! Bagaimana?"
Minho menaikkan sebelah alisnya, meminta persetujuan. Kibeom mendengus, namun akhirnya ia buka suara.
"Jhoa!" ia tersenyum kemudian. "Setidaknya aku punya tempat sampah sekarang!" ujarnya. Tawa kecil keluar dari mulut Minho sebelum ia menghabiskan roti milik Kibeom yang ada di tangannya.
=====
Itulah bagaimana kita bertemu..
Meski tidak membuatku cukup senang, tapi kini aku menyadari, kehadiranmu sangat penting untukku..
=====
Semua orang tahu, hampir seluruh siswa sekolah yang mengenal Kibeom tidak suka dengannya. Dengan penampilannya, perangainya, suara melengkingnya, fisik lemahnya yang terlihat tidak jantan di mata teman-temannya. Dan terutama prestasinya. Bagaimana dengan segala hal yang terlihat kurang dan tidak menyenangkan bagi teman-temannya itu, bisa membuatnya memiliki prestasi yang begitu gemilang. Kim Kibeom adalah seorang composer yang sudah berhasil menjual sekitar dua puluh buah lagu pada beberapa manajemen dan dan label untuk digunakan para idol ataupun band sebagai lagu mereka. Ditambah kini ia berteman dengan Choi Minho, siswa populer di sekolah mereka. Dan itu membuat teman-temannya iri padanya.
Itulah mengapa perlakuan keras selalu ia dapatkan ketika ia disekolah. Lem di kursinya, permen karet di dalam bukunya, tumpukan sampah didalam tas sekolahnya, sampai sepeda yang menggantung di ujung tiang bendera sudah seperti makanan sehari-hari untuknya. Dan itu tidak begitu mengusiknya. Ia malas berdebat dengan orang-orang itu. Meski kesal, tapi ia menahannya. Toh, ia membalaspun tidak ada untungnya. Yang ada nanti ia akan mendapatkan balasan lebih besar lagi, dan itu membuatnya tidak mau terlalu menghiraukan hal itu.
Namun entah mengapa itu sangat mengusik Minho. Ia kesal ketika melihat Kibeom menurunkan sepedanya dari tiang bendera sendirian. Dengan kesal dan berteriak marah-marah, ia membantu Kibeom menurunkan sepedanya. Namun yang Kibeom katakan hanya, "Berhenti berteriak kau! Berisik tahu!" Membuat Minho semakin kesal lagi.
Minho bertemu lagi dengan Kibeom di lorong sekolah. Tempat yang sama dimana mereka bertemu untuk pertama kali. Kibeom tengah berjongkok sambil mendengarkan lagu. Sesekali ia menggumamkan lagunya sambil membuat gambar dengan jarinya dilantai kayu lorong itu. Minho yang sebelumnya berniat segera ke kelasnya, jadi mengurungkan diri dan memilih berjongkok di sebelah Kibeom. "Habis patah hati lagi ya?" katanya.
Kibeom mendongak pada Minho yang tersenyum jahil kearahnya. Namun senyum Minho segera mengilang ketika ia melihat sebelah rambut Kibeom dipotong lebih pendek dibandingkan sisi kepalanya yang lain. Sesaat kemudian suara tawa meledak dari tenggorokannya. Ia memperhatikan terus sisi kepala Kibeom itu. potongan rambut yang asimetris, namun tidak terlihat seperti fashion.
"Kamu kenapa??"
Kibeom mendorong Minho hingga ia jatuh terjengkang. "Diam kau!" katanya kesal, kemudian kembali ke posisinya semula tanpa berniat untuk menghiraukan Minho.
Minho yang menghentikan tawanya, kembali berjongkok. Mengambil salah satu headset Kibeom dan memasangkan di telinganya sendiri. Mendengarkan musik yang sama. "Sekarang aku tahu kenapa kamu suka sendirian disini!" Minho tiba-tiba mengobrolkan hal yang tidak terduga. Kibeom menaikkan sebelah alisnya. "Karena aku selalu melihatmu disini kalau kamu lagi ada masalah.. ini tempatmu menenangkan diri ya?"
Senyum tipis muncul di bibir Kibeom. Ia tidak mengangguk, tapi dalam hatinya mengiyakan.
"Apa lagi yang mereka lakukan padamu?"
Bocah kurus itu menghela nafas. "Aku tidak ingin membahas soal itu!"
"Apa salah satu temanku juga melakukan sesuatu padamu?" Minho tidak menyerah. "Tentang rambut itu?"
"Choi Minho!" Kibeom memperingatkannya. Membuat Minho diam dan tidak berusaha membahas apapun lagi.
*
BRAKK!!
Kibeom mendongak cepat dan terperanjat saat ia mendengar hentakan keras di atas mejanya. Ia tengah berkemas untuk pulang, namun sekelompok siswa mendatanginya, hendak menantang dirinya secara terang-terangan. Tidak lagi melakukan keisengan secara sembunyi-sembunyi lagi seperti biasanya.
"Apa yang kau katakan pada Minho tentang kami?" salah satu dari gerombolan bocah itu, yang menggebrak mejanya, menatap tajam kedua mata Kibeom sambil berteriak marah dan menyebutkan nama Minho. Entah apa yang dilakukan Minho pada mereka, tapi Kibeom memang tidak pernah menceritakan apapun tentang masalah ini.
"M-mwoya?? A-aku tidak mengerti.."
Salah satu yang berada di sebelah Kibeom menyeret bocah kurus itu dengan menarik kerah bajunya, hingga ia bergeser, mengenai kursinya dan membuatnya mengeluarkan suara deritan saat bergeser. "Kami memang terlalu baik padamu! Seharusnya kami sudah membuatmu keluar dari sekolah ini!" katanya kejam, kemudian menempeleng kepala Kibeom dengan tangan besarnya.
Kibeom mundur beberapa langkah hingga punggungnya menyentuh jendela, dan ia tidak bisa bergerak lagi. "Banci! Lawan kami! Jangan hanya berani dibelakang kami seperti itu!" salah seorang lagi berteriak pada Kibeom. Ia tidak suka cemoohan itu, tapi ia juga tidak cukup berani melawan siswa sebanyak ini, yang ukuran tubuhnya lebih besar darinya.
BRAKKK!!
Tiba-tiba saja suara benturan keras memecah perhatian mereka, membuat semuanya menoleh ke satu arah yang merupakan sumber suara itu. Seorang siswa yang semula berada di antara gerombolan itu kini sudah tergeletak kesakitan di antara meja dan kursi sekolah yang berserakan tak beraturan. Terdorong oleh tubuhnya yang baru dilempar oleh seseorang setelah memukul wajahnya.
"Kalau begitu kalian sama banci nya dengan Kibeom!" Choi Minho berteriak geram. Ia kemudian menyeret satu orang lagu dan memukulnya hingga ia terbanting dan membentur tembok di bagian belakang kelas. "Kalian juga menyerangnya dari belakang! Apa bedanya kalian dengannya??" Minho berteriak lagi. Kini seisi kelas menjadi gaduh. Meja dan kursi berantakan. Dua orang siswa tergeletak kesakitan. Dan mereka menjadi tontonan siswa-siswa yang ketakutan di sekeliling mereka.
"Choi Minho.."
"Kenapa? Ternyata memang salah aku memilih berteman dengan kalian para siswa populer.." Minho mendecakkan lidahnya. "Kalian ini cuma sampah! Pengecut-"
BUAK!!
Minho terjungkal. Ia mengerang, memegangi bagian wajahnya yang terkena pukulan keras dari salah seorang dari siswa itu. Minho berancak bangun, meludahkan cairan berwarna merah yang keluar akibat pukulan itu, kemudian menyeka ujung bibirnya dengan punggung tangannya.
"HYAAAAHHH!!" Minho melayangkan pukulannya kembali, hingga mengenai hidung siswa itu dan membuatnya jatuh terjungkal. Dengan binal ia menarik siswa yang masih bangkit, memukulnya hingga mundur beberapa langkah dan menendangnya sampai tersungkur. "Jauh-jauh dari Kibeom jika kalian tidak bisa memperlakukannya dengan baik! Atau semuanya akan mati di tanganku! Tanpa pengecualian!"
Minho memandang ke arah Kibeom, tanpa senyum kekanakan yang biasa di layangkan padanya. Sesaat jantung Kibeom merasa berdesir. Ia memandang dua buah bola mata besar itu, dan sesaat ia merasakan debaran aneh didalam dirinya yang tidak bisa ia jelaskan. Jantungnya berdegub begitu keras, nafasnya tercekat. Ia tidak mengerti mengapa. Namun ia tahu pasti ini adalah tanda-tanda munculnya perasaan itu. Perasaan yang sebenarnya tidak boleh ada pada dirinya, untuk Choi Minho.
=====
Aku tidak mengerti, kau begitu peduli padaku..
Dan karena itulah kau membuatku memiliki sebuah perasaan aneh yang tidak kumengerti.. padamu..
=====
Liburan musim panas, Minho dan Kibeom tak punya agenda apapun. Mereka sudah kehabisan ide ingin pergi kemana. Minho pernah mengajak Kibeom ke pantai, namun bocah laki-laki itu menolaknya. Ia tidak suka kepanasan. Lalu Minho mengajaknya main ke sebuah taman, ia juga menolaknya. Ia pikir terlalu aneh dua orang anak SMA dan keduanya adalah laki-laki, main di taman berdua saja. Setelah Minho memikirkannya lagi, ia membenarkan perkataan Kibeom. Dan akhirnya yang mereka lakukan hanya duduk di teras rumah Kibeom sambil makan semangka yang dipotong oleh ibu Kibeom untuk mereka.
Kibeom duduk sambil menghabiskan semangkanya, sementara Minho tiduran setelah cukup kenyang menghabiskan sepuluh potong semangka. Sesekali ia menepuk perutnya, kemudian mengelusnya seperti orang hamil.
"Besok aku pasti datang kesini lagi! Jangan lupa siapkan semangka ya!" Minho terkekeh mendengar kalimatnya sendiri. Kibeom menyodok rusuknya dengan lututnya, membuat Minho terkekeh lebih keras.
"Dasar monster, makan sampai segitu banyaknya?" cibir Kibeom, kemudian menggigit daging buah berwarna merah itu sampai habis.
Ia meletakkan kulitnya yang masih menyisakan sedikit warna merah yang samar dibagian atasnya, dan tak sengaja matanya menatap Minho yang sepertinya sudah tertidur. Kedua tangannya berada dibelakang kepalanya, ia jadikan sebagai bantal, sementara kakinya menggantung di luar teras. Wajahnya sangat damai. Membuat Kibeom tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Minho.
Jantungnya berdegub sangat kencang. Ia tidak mengerti, tapi ini yang benar-benar ia rasakan sekarang. Perasaan aneh yang tidak pernah bisa ia mengerti mengapa. Ia tidak memiliki perasaan yang sama pada anak laki-laki lain di sekolahnya. Ataupun teman-teman di lingkungan rumahnya. Tapi dengan Minho.. ini berbeda. Jantungnya selalu berdegub lebih keras, berdebar-debar seperti seorang gadis yang bertemu dengan pria pujaannya. Ada perasaan ingin memeluknya erat dan tidak ingin melepaskannya lagi. Kadang ia tidak bisa menatap matanya, bahkan ia tidak mampu melihat wajahnya. Senyumnya membuat bibirnya mengikuti gerakan yang sama. Kesedihannya membuat hatinya sakit. Dan saat Minho terluka, Kibeom seperti merasakan hal yang sama.
Kibeom merangkak mendekat, memandangi wajah tampan namun kekanakan itu dengan seksama. Ia tertidur setelah kekenyangan memakan sepuluh potong semangka. Kibeom tertawa lirih. Memang tidak ada yang lucu, tapi ia hanya ingin tertawa saja. Dan tiba-tiba sebuah pikiran melayang di otaknya. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah Minho yang masih terlelap tanpa menyadari posisi Kibeom berada sedekat itu dengannya. Kibeom hendak menciumnya. Ia terus mendekat sampai bibir keduanya tinggal berjarak beberapa inchi lagi. Namun ia berhenti. Ia tahu ini salah. Ia tidak boleh melakukannya. Ia harus menahannya.
Ia tarik kembali tubuhnya, kemudian duduk pada posisinya semula. Memeluk kakinya dan membenamkan kepalanya di antaranya. Berusaha meredakan perasaannya sendiri, hingga Minho terbangun dan ia berlagak seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
=====
Semakin hari perasaan ini semakin kuat..
Aku tidak mengerti mengapa perasaan ini muncul terhadapmu..
Aku mencintai Choi Minho..
=====
"Namanya Lee Hami.." Minho berkata sambil tersenyum malu-malu. Wajahnya terlihat sangat kekanakan saat menceritakannya. Ia sedang jatuh cinta dengan seorang gadis, dan ia menceritakannya pada Kibeom. Tanpa tahu bagaimana perasaan Kibeom kepadanya.
"Aku bertemu dengannya sekitar satu bulan yang lalu!" Minho tersenyum cerah. "Ia memang bukan tipeku secara fisik tapi.. aku tidak tahu.. aku hanya menyukainya.." Minho terkekeh sendiri. Entah bagian mana dari ceritanya yang lucu. Ia juga tidak mengerti.
Kibeom tersenyum canggung. Ia tidak tahu harus sedih atau bahagia. Temannya baru saja jatuh cinta pada seorang gadis, dan ia tampak bahagia karenanya. Tapi di sisi lainnya, perasaan yang sama muncul dari Kibeom untuk sahabatnya itu. Yang bisa ia lakukan hanya tersenyum tanpa ketulusan sedikitpun.
"Lalu kau? Sudah menemukan gadis lain yang bisa mengobati patah hatimu?" Kimbeom terbelalak lebar. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia memutar matanya seperti mencari-cari jawaban, sementara Minho terus mencolek rusuknya dengan sikunya berulang kali dengan senyum jahil di wajahnya. "Pasti sudah ya? Wajahmu merah tuh!" katanya, kemudian tertawa. Kibeom hanya bisa terkekeh menanggapinya.
Minho mengenalkannya pada Hami, satu minggu setelah ia memberitahukan tentang gadis itu. Mereka memang belum resmi berpacaran, tapi dari perangainya, Kibeom bisa langsung tahu bahwa gadis itu juga menyukai Minho, dan itu sangat menyakiti perasaannya. Yang lebih membuatnya sakit adalah ia memandang Hami sebagai gadis yang baik, ia lembut dan manis. Dandanan yang tidak berlebihan dan natural membuat Hami semakin menarik, bahkan di mata Kibeom yang sudah jelas memiliki perasaan pada Minho. Dan ia melihat mereka berdua sangat serasi.
Kibeom merasa lemas sesaat. Ia membutuhkan seseorang untuk menopangnya bangun.
=====
Kau memperkenalkannya padaku, dia gadis yang baik..
Aku benci mengakuinya, tapi dia sangat pantas bersanding denganmu..
Aku cemburu padanya, Choi Minho..
=====
Suasana sunyi di kamarnya sendiri, Kibeom menatap kearah plafon yang melapisi atap kamarnya. Memikirkan tentang segala hal. Tentang Minho. Tentang Hami. Tentang perasaannya sendiri. Bagaimana ia harus melewati semua ini.
Ia tidak habis pikir bagaimana ia bisa mengalami perasaan ini. Ia seharusnya menyukai seorang gadis. Mungkin seharusnya ia menyukai Hami, kemudian berebut dengan Minho seperti yang seharusnya dilakukan oleh seorang laki-laki. Bukannya berebut Choi Minho dengan Hami.
Perasaannya yang hancur, kemudian kedatangan Minho dalam kehidupannya, telah berhasil membentuk perasaan tidak biasa ini di hatinya. Ia mencintai Choi Minho. Bukan karena dirinya seorang penyuka sesama jenis, tetapi karena perlakuan Minho padanya. Minho jauh lebih baik dalam memperlakukannya dibandingkan dengan gadis-gadis yang pernah berpacaran dengannya. Hingga ia benar-benar jatuh cinta pada sahabatnya sendiri. Seorang laki-laki. Sepertinya.
Tapi ia tidak bisa membiarkannya. Ia tidak mau perasaan ini terus menghantuinya dan akan menyakiti Minho nantinya. Ia takut jika Minho tahu tentang ini, ia akan merasa jijik padanya. Jadi ia harus menjauhinya dengan cara lain. Ia harus pergi sebelum Minho mengetahui perasaan yang selama ini ia rasakan untuknya. Ia harus pergi sebagai laki-laki sejati yang menyukai wanita.
*
Hami tengah menunggu di salah satu bangku ketika Minho membeli kopi untuk mereka berdua. Ia melihat kesana kemari sampai ia menemukan sebuah sosok yang belum lama dikenalnya, namun segera akrab begitu mereka kenal.
"Kim Kibeom~!" ia menyapa laki-laki bertubuh kurus itu. Menyapanya dengan melambaikan tangan padanya. "Aku tidak tahu kau juga datang kemari! Minho mengajakmu?" katanya riang. Merasa senang karena ada satu teman lagi datang.
Kibeom tidak mengatakan apapun. Ia hanya tersenyum tipis, kemudian mendekati Hami dan berdiri di sampingnya. "Wae-" sebelum Hami menyelesaikan kalimatnya, Kibeom mencium bibirnya lembut sambil memejamkan matanya. Tangannya menggengam punggung kursi Hami sementara tangan yang lain berada di atas meja, menggenggam tangan kanan gadis itu. Hami terbelalak, sampai akhirnya Kibeom melepaskan ciumannya, ia masih terdiam membeku mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.
PLAP!
Minho menjatuhkan dua gelas kopi di tangannya hingga tutupnya terbuka dan isinya tumpah di tanah. Ia berjalan mendekati kedua orang itu kemudian memukul Kibeom tepat di wajahnya, hingga laki-laki itu jatuh terjengkang. Hidungnya berdarah. Ia menyekanya dengan ibu jarinya setelah mengerang kesakitan. Namun ia tidak mengatakan apapun, bahkan tidak melawan Minho sedikitpun.
"Pergi kau! Dan jangan pernah sekalipun menunjukkan wajahmu di hadapanku!!"
Satu teriakan yang disebabkan oleh emosi Minho, membuat Kibeom benar-benar pergi dari kehidupannya.
=====
Lalu aku benar-benar tidak pernah menemuimu lagi..
Aku kembali sendirian, namun ini pilihanku..
Aku tidak bisa terus berada disampingmu, menahan perasaanku dan berbohong padamu tentang semuanya..
Lebih baik aku pergi, dan kau tidak akan mengetahui tentang perasaan ini..
=====
4 years later
"Ya! Mau pergi denganku ke pameran busana sabtu ini?" ajak Chaerin setelah melingkarkan tangannya pada lengan Kibeom yang kini tengah sibuk dengan pekerjaan di laptopnya. "Ayolah~! Aku tidak tahu harus mengajak siapa lagi selain kau.."
"Cari orang lain, aku sibuk!" Kibeom menolak ajakan temannya itu mentah-mentah. Membuat Chaerin segera melepaskan tangannya dan mendesis kesal padanya.
"Kalian serasi banget lho! Kenapa nggak pacaran sih?" sebuah boneka figure tiba-tiba melayang kearah Mir yang barusan membuka suara. Chaerin terlihat hendak memukul Mir, namun ia mengurungkannya.
Chaerin melihat kearah Kibeom. Sebenarnya ia pun tidak akan menolak jika Kibeom mengajaknya kencan. Ia suka pada Kibeom. Pada sifatnya yang keras, tegas, namun penyayang, juga cukup bertanggung jawab. Namun ia tak mengerti, kenapa Kibeom tak pernah menunjukkan ketertarikannya pada Chaerin yang sudah 'menempel' padanya sejak mereka berada di bangku kuliah. Hingga sekarang, Kibeom tidak pernah mau menceritakan soal kehidupan pribadinya.
---
Ia masuk kedalam kamarnya, melepas ransel dan topinya dan meletakannya di atas meja, kemudian melepaskan sweaternya dan membuka tiga kancing kemejanya yang paling atas, membuatnya bisa bernafas lebih lega.
Kibeom memandangi meja belajarnya. Dan matanya tertuju pada satu arah. Sebuah benda berbentuk persegi panjang dengan aksen pita di sudutnya. Ia mengambilnya. Sebuah kertas undangan dengan nama Choi Minho dan Lee Hami tertera disana. Undangan pertunangan. Ia tidak mengerti kenapa Minho mengirimkan undangan ini ke rumahnya, padahal ia sudah mengusir Kibeom dari kehidupannya. Tapi ia tidak mau ambil pusing. Sudah empat tahun berlalu. Mungkin ia sudah tidak akan merasakan apapun lagi saat bertemu dengan Minho nantinya. Maka ia akan datang. Hari sabtu pukul 7 malam.
*
Ia terlihat sangat tampan dengan stelan jasnya. Bukan stelan yang istimewa, namun dengan caranya ia bisa membuatnya nampak menakjubkan. Kibeom memasuki hall dimana acara akan dilangsungkan. Ia bertemu dengan beberapa teman lamanya yang tidak bisa disebut teman. Jadi Minho kembali dengan mereka? Pikirnya.
Setelah beramah tamah dengan beberapa tamu, Kibeom duduk di salah satu meja yang kosong. Ia memandang sekeliling. Ia tidak menemukan pasangan yang akan bertunangan itu, sampai sebuah tangan besar menepuk bahunya. Membuatnya menoleh dan mendongak. Kemudian senyum itu muncul dalam penglihatannya.
"Oraenmanieyo.. Kim Kibeom!"
Dia, Choi Minho.
=====
Dan aku menyadari, ternyata aku masih mencintaimu..
=====
Seperti tidak pernah terjadi apapun sebelumnya, Minho menyambutnya seperti saat mereka masih berteman baik. Ia menceritakan bagaimana tim sepak bolanya memenangkan kejuaraan nasional, bagaimana ia terpilih kedalam klub provinsi, dan bagaimana ia bisa menjadi atlit nasional sekarang. Ia juga banyak menanyakan keadaan Kibeom. Ia tahu Kibeom masih menulis lagu. Ia tahu Kibeom penah meluncurkan satu buah album yang semua lagunya ia nyanyikan sendiri. Dan ia tahu Kibeom tidak pernah berhenti menulis lagu bahkan saat ia kuliah di jurusan desain. Bukan musik.
Kibeom bahkan tidak tahu Minho memperhatikannya selama ini. Disaat ia mencoba menjauh, Minho malah diam-diam mengikutinya.
"Maafkan aku.. untuk yang waktu itu.." setelah cukup lama keduanya terdiam, Minho mengatakan sesuatu. Kibeom menoleh lagi memandang kearah Minho. Mencoba bersikap biasa saja. "Aku memukulmu.. karena Hami."
Sesaat ingatannya melayang ke empat tahun yang lalu. Membuat Kibeom tersenyum canggung.
"Aku tidak tahu ternyata kau menyukai Hami juga.." Minho tertawa kecil. "Maaf ya.. tapi karena itu pertama kalinya aku menyukai seseorang, jadi aku tidak bisa berpikir logis! Aku sangat menyesal setelahnya, seharusnya aku tidak melakukan itu padamu.." Minho mengusap bagian belakang lehernya. Ia tersenyum canggung, begitu juga dengan Kibeom.
"No problem! Kejadian itu sudah lama.. aku tidak mau membahasnya lagi!"
"Umh.." Minho tersenyum. "Jadi, kita berteman seperti dulu ya, Kibeom-a!" katanya sambil mengulurkan tangannya.
Kibeom membalasnya. "Oh! Dan jangan pernah membahas masalah itu lagi!"
*
Kedua pasangan itu memang sangat serasi. Kibeom memandang keduanya dengan senyum tipis di wajahnya. Hingga kalimat Minho melayang di kepalanya.
Kibeom mendongak pada Minho yang tersenyum jahil kearahnya. Namun senyum Minho segera mengilang ketika ia melihat sebelah rambut Kibeom dipotong lebih pendek dibandingkan sisi kepalanya yang lain. Sesaat kemudian suara tawa meledak dari tenggorokannya. Ia memperhatikan terus sisi kepala Kibeom itu. potongan rambut yang asimetris, namun tidak terlihat seperti fashion.
"Kamu kenapa??"
Kibeom mendorong Minho hingga ia jatuh terjengkang. "Diam kau!" katanya kesal, kemudian kembali ke posisinya semula tanpa berniat untuk menghiraukan Minho.
Minho yang menghentikan tawanya, kembali berjongkok. Mengambil salah satu headset Kibeom dan memasangkan di telinganya sendiri. Mendengarkan musik yang sama. "Sekarang aku tahu kenapa kamu suka sendirian disini!" Minho tiba-tiba mengobrolkan hal yang tidak terduga. Kibeom menaikkan sebelah alisnya. "Karena aku selalu melihatmu disini kalau kamu lagi ada masalah.. ini tempatmu menenangkan diri ya?"
Senyum tipis muncul di bibir Kibeom. Ia tidak mengangguk, tapi dalam hatinya mengiyakan.
"Apa lagi yang mereka lakukan padamu?"
Bocah kurus itu menghela nafas. "Aku tidak ingin membahas soal itu!"
"Apa salah satu temanku juga melakukan sesuatu padamu?" Minho tidak menyerah. "Tentang rambut itu?"
"Choi Minho!" Kibeom memperingatkannya. Membuat Minho diam dan tidak berusaha membahas apapun lagi.
*
BRAKK!!
Kibeom mendongak cepat dan terperanjat saat ia mendengar hentakan keras di atas mejanya. Ia tengah berkemas untuk pulang, namun sekelompok siswa mendatanginya, hendak menantang dirinya secara terang-terangan. Tidak lagi melakukan keisengan secara sembunyi-sembunyi lagi seperti biasanya.
"Apa yang kau katakan pada Minho tentang kami?" salah satu dari gerombolan bocah itu, yang menggebrak mejanya, menatap tajam kedua mata Kibeom sambil berteriak marah dan menyebutkan nama Minho. Entah apa yang dilakukan Minho pada mereka, tapi Kibeom memang tidak pernah menceritakan apapun tentang masalah ini.
"M-mwoya?? A-aku tidak mengerti.."
Salah satu yang berada di sebelah Kibeom menyeret bocah kurus itu dengan menarik kerah bajunya, hingga ia bergeser, mengenai kursinya dan membuatnya mengeluarkan suara deritan saat bergeser. "Kami memang terlalu baik padamu! Seharusnya kami sudah membuatmu keluar dari sekolah ini!" katanya kejam, kemudian menempeleng kepala Kibeom dengan tangan besarnya.
Kibeom mundur beberapa langkah hingga punggungnya menyentuh jendela, dan ia tidak bisa bergerak lagi. "Banci! Lawan kami! Jangan hanya berani dibelakang kami seperti itu!" salah seorang lagi berteriak pada Kibeom. Ia tidak suka cemoohan itu, tapi ia juga tidak cukup berani melawan siswa sebanyak ini, yang ukuran tubuhnya lebih besar darinya.
BRAKKK!!
Tiba-tiba saja suara benturan keras memecah perhatian mereka, membuat semuanya menoleh ke satu arah yang merupakan sumber suara itu. Seorang siswa yang semula berada di antara gerombolan itu kini sudah tergeletak kesakitan di antara meja dan kursi sekolah yang berserakan tak beraturan. Terdorong oleh tubuhnya yang baru dilempar oleh seseorang setelah memukul wajahnya.
"Kalau begitu kalian sama banci nya dengan Kibeom!" Choi Minho berteriak geram. Ia kemudian menyeret satu orang lagu dan memukulnya hingga ia terbanting dan membentur tembok di bagian belakang kelas. "Kalian juga menyerangnya dari belakang! Apa bedanya kalian dengannya??" Minho berteriak lagi. Kini seisi kelas menjadi gaduh. Meja dan kursi berantakan. Dua orang siswa tergeletak kesakitan. Dan mereka menjadi tontonan siswa-siswa yang ketakutan di sekeliling mereka.
"Choi Minho.."
"Kenapa? Ternyata memang salah aku memilih berteman dengan kalian para siswa populer.." Minho mendecakkan lidahnya. "Kalian ini cuma sampah! Pengecut-"
BUAK!!
Minho terjungkal. Ia mengerang, memegangi bagian wajahnya yang terkena pukulan keras dari salah seorang dari siswa itu. Minho berancak bangun, meludahkan cairan berwarna merah yang keluar akibat pukulan itu, kemudian menyeka ujung bibirnya dengan punggung tangannya.
"HYAAAAHHH!!" Minho melayangkan pukulannya kembali, hingga mengenai hidung siswa itu dan membuatnya jatuh terjungkal. Dengan binal ia menarik siswa yang masih bangkit, memukulnya hingga mundur beberapa langkah dan menendangnya sampai tersungkur. "Jauh-jauh dari Kibeom jika kalian tidak bisa memperlakukannya dengan baik! Atau semuanya akan mati di tanganku! Tanpa pengecualian!"
Minho memandang ke arah Kibeom, tanpa senyum kekanakan yang biasa di layangkan padanya. Sesaat jantung Kibeom merasa berdesir. Ia memandang dua buah bola mata besar itu, dan sesaat ia merasakan debaran aneh didalam dirinya yang tidak bisa ia jelaskan. Jantungnya berdegub begitu keras, nafasnya tercekat. Ia tidak mengerti mengapa. Namun ia tahu pasti ini adalah tanda-tanda munculnya perasaan itu. Perasaan yang sebenarnya tidak boleh ada pada dirinya, untuk Choi Minho.
=====
Aku tidak mengerti, kau begitu peduli padaku..
Dan karena itulah kau membuatku memiliki sebuah perasaan aneh yang tidak kumengerti.. padamu..
=====
Liburan musim panas, Minho dan Kibeom tak punya agenda apapun. Mereka sudah kehabisan ide ingin pergi kemana. Minho pernah mengajak Kibeom ke pantai, namun bocah laki-laki itu menolaknya. Ia tidak suka kepanasan. Lalu Minho mengajaknya main ke sebuah taman, ia juga menolaknya. Ia pikir terlalu aneh dua orang anak SMA dan keduanya adalah laki-laki, main di taman berdua saja. Setelah Minho memikirkannya lagi, ia membenarkan perkataan Kibeom. Dan akhirnya yang mereka lakukan hanya duduk di teras rumah Kibeom sambil makan semangka yang dipotong oleh ibu Kibeom untuk mereka.
Kibeom duduk sambil menghabiskan semangkanya, sementara Minho tiduran setelah cukup kenyang menghabiskan sepuluh potong semangka. Sesekali ia menepuk perutnya, kemudian mengelusnya seperti orang hamil.
"Besok aku pasti datang kesini lagi! Jangan lupa siapkan semangka ya!" Minho terkekeh mendengar kalimatnya sendiri. Kibeom menyodok rusuknya dengan lututnya, membuat Minho terkekeh lebih keras.
"Dasar monster, makan sampai segitu banyaknya?" cibir Kibeom, kemudian menggigit daging buah berwarna merah itu sampai habis.
Ia meletakkan kulitnya yang masih menyisakan sedikit warna merah yang samar dibagian atasnya, dan tak sengaja matanya menatap Minho yang sepertinya sudah tertidur. Kedua tangannya berada dibelakang kepalanya, ia jadikan sebagai bantal, sementara kakinya menggantung di luar teras. Wajahnya sangat damai. Membuat Kibeom tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Minho.
Jantungnya berdegub sangat kencang. Ia tidak mengerti, tapi ini yang benar-benar ia rasakan sekarang. Perasaan aneh yang tidak pernah bisa ia mengerti mengapa. Ia tidak memiliki perasaan yang sama pada anak laki-laki lain di sekolahnya. Ataupun teman-teman di lingkungan rumahnya. Tapi dengan Minho.. ini berbeda. Jantungnya selalu berdegub lebih keras, berdebar-debar seperti seorang gadis yang bertemu dengan pria pujaannya. Ada perasaan ingin memeluknya erat dan tidak ingin melepaskannya lagi. Kadang ia tidak bisa menatap matanya, bahkan ia tidak mampu melihat wajahnya. Senyumnya membuat bibirnya mengikuti gerakan yang sama. Kesedihannya membuat hatinya sakit. Dan saat Minho terluka, Kibeom seperti merasakan hal yang sama.
Kibeom merangkak mendekat, memandangi wajah tampan namun kekanakan itu dengan seksama. Ia tertidur setelah kekenyangan memakan sepuluh potong semangka. Kibeom tertawa lirih. Memang tidak ada yang lucu, tapi ia hanya ingin tertawa saja. Dan tiba-tiba sebuah pikiran melayang di otaknya. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah Minho yang masih terlelap tanpa menyadari posisi Kibeom berada sedekat itu dengannya. Kibeom hendak menciumnya. Ia terus mendekat sampai bibir keduanya tinggal berjarak beberapa inchi lagi. Namun ia berhenti. Ia tahu ini salah. Ia tidak boleh melakukannya. Ia harus menahannya.
Ia tarik kembali tubuhnya, kemudian duduk pada posisinya semula. Memeluk kakinya dan membenamkan kepalanya di antaranya. Berusaha meredakan perasaannya sendiri, hingga Minho terbangun dan ia berlagak seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
=====
Semakin hari perasaan ini semakin kuat..
Aku tidak mengerti mengapa perasaan ini muncul terhadapmu..
Aku mencintai Choi Minho..
=====
"Namanya Lee Hami.." Minho berkata sambil tersenyum malu-malu. Wajahnya terlihat sangat kekanakan saat menceritakannya. Ia sedang jatuh cinta dengan seorang gadis, dan ia menceritakannya pada Kibeom. Tanpa tahu bagaimana perasaan Kibeom kepadanya.
"Aku bertemu dengannya sekitar satu bulan yang lalu!" Minho tersenyum cerah. "Ia memang bukan tipeku secara fisik tapi.. aku tidak tahu.. aku hanya menyukainya.." Minho terkekeh sendiri. Entah bagian mana dari ceritanya yang lucu. Ia juga tidak mengerti.
Kibeom tersenyum canggung. Ia tidak tahu harus sedih atau bahagia. Temannya baru saja jatuh cinta pada seorang gadis, dan ia tampak bahagia karenanya. Tapi di sisi lainnya, perasaan yang sama muncul dari Kibeom untuk sahabatnya itu. Yang bisa ia lakukan hanya tersenyum tanpa ketulusan sedikitpun.
"Lalu kau? Sudah menemukan gadis lain yang bisa mengobati patah hatimu?" Kimbeom terbelalak lebar. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia memutar matanya seperti mencari-cari jawaban, sementara Minho terus mencolek rusuknya dengan sikunya berulang kali dengan senyum jahil di wajahnya. "Pasti sudah ya? Wajahmu merah tuh!" katanya, kemudian tertawa. Kibeom hanya bisa terkekeh menanggapinya.
Minho mengenalkannya pada Hami, satu minggu setelah ia memberitahukan tentang gadis itu. Mereka memang belum resmi berpacaran, tapi dari perangainya, Kibeom bisa langsung tahu bahwa gadis itu juga menyukai Minho, dan itu sangat menyakiti perasaannya. Yang lebih membuatnya sakit adalah ia memandang Hami sebagai gadis yang baik, ia lembut dan manis. Dandanan yang tidak berlebihan dan natural membuat Hami semakin menarik, bahkan di mata Kibeom yang sudah jelas memiliki perasaan pada Minho. Dan ia melihat mereka berdua sangat serasi.
Kibeom merasa lemas sesaat. Ia membutuhkan seseorang untuk menopangnya bangun.
=====
Kau memperkenalkannya padaku, dia gadis yang baik..
Aku benci mengakuinya, tapi dia sangat pantas bersanding denganmu..
Aku cemburu padanya, Choi Minho..
=====
Suasana sunyi di kamarnya sendiri, Kibeom menatap kearah plafon yang melapisi atap kamarnya. Memikirkan tentang segala hal. Tentang Minho. Tentang Hami. Tentang perasaannya sendiri. Bagaimana ia harus melewati semua ini.
Ia tidak habis pikir bagaimana ia bisa mengalami perasaan ini. Ia seharusnya menyukai seorang gadis. Mungkin seharusnya ia menyukai Hami, kemudian berebut dengan Minho seperti yang seharusnya dilakukan oleh seorang laki-laki. Bukannya berebut Choi Minho dengan Hami.
Perasaannya yang hancur, kemudian kedatangan Minho dalam kehidupannya, telah berhasil membentuk perasaan tidak biasa ini di hatinya. Ia mencintai Choi Minho. Bukan karena dirinya seorang penyuka sesama jenis, tetapi karena perlakuan Minho padanya. Minho jauh lebih baik dalam memperlakukannya dibandingkan dengan gadis-gadis yang pernah berpacaran dengannya. Hingga ia benar-benar jatuh cinta pada sahabatnya sendiri. Seorang laki-laki. Sepertinya.
Tapi ia tidak bisa membiarkannya. Ia tidak mau perasaan ini terus menghantuinya dan akan menyakiti Minho nantinya. Ia takut jika Minho tahu tentang ini, ia akan merasa jijik padanya. Jadi ia harus menjauhinya dengan cara lain. Ia harus pergi sebelum Minho mengetahui perasaan yang selama ini ia rasakan untuknya. Ia harus pergi sebagai laki-laki sejati yang menyukai wanita.
*
Hami tengah menunggu di salah satu bangku ketika Minho membeli kopi untuk mereka berdua. Ia melihat kesana kemari sampai ia menemukan sebuah sosok yang belum lama dikenalnya, namun segera akrab begitu mereka kenal.
"Kim Kibeom~!" ia menyapa laki-laki bertubuh kurus itu. Menyapanya dengan melambaikan tangan padanya. "Aku tidak tahu kau juga datang kemari! Minho mengajakmu?" katanya riang. Merasa senang karena ada satu teman lagi datang.
Kibeom tidak mengatakan apapun. Ia hanya tersenyum tipis, kemudian mendekati Hami dan berdiri di sampingnya. "Wae-" sebelum Hami menyelesaikan kalimatnya, Kibeom mencium bibirnya lembut sambil memejamkan matanya. Tangannya menggengam punggung kursi Hami sementara tangan yang lain berada di atas meja, menggenggam tangan kanan gadis itu. Hami terbelalak, sampai akhirnya Kibeom melepaskan ciumannya, ia masih terdiam membeku mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.
PLAP!
Minho menjatuhkan dua gelas kopi di tangannya hingga tutupnya terbuka dan isinya tumpah di tanah. Ia berjalan mendekati kedua orang itu kemudian memukul Kibeom tepat di wajahnya, hingga laki-laki itu jatuh terjengkang. Hidungnya berdarah. Ia menyekanya dengan ibu jarinya setelah mengerang kesakitan. Namun ia tidak mengatakan apapun, bahkan tidak melawan Minho sedikitpun.
"Pergi kau! Dan jangan pernah sekalipun menunjukkan wajahmu di hadapanku!!"
Satu teriakan yang disebabkan oleh emosi Minho, membuat Kibeom benar-benar pergi dari kehidupannya.
=====
Lalu aku benar-benar tidak pernah menemuimu lagi..
Aku kembali sendirian, namun ini pilihanku..
Aku tidak bisa terus berada disampingmu, menahan perasaanku dan berbohong padamu tentang semuanya..
Lebih baik aku pergi, dan kau tidak akan mengetahui tentang perasaan ini..
=====
4 years later
"Ya! Mau pergi denganku ke pameran busana sabtu ini?" ajak Chaerin setelah melingkarkan tangannya pada lengan Kibeom yang kini tengah sibuk dengan pekerjaan di laptopnya. "Ayolah~! Aku tidak tahu harus mengajak siapa lagi selain kau.."
"Cari orang lain, aku sibuk!" Kibeom menolak ajakan temannya itu mentah-mentah. Membuat Chaerin segera melepaskan tangannya dan mendesis kesal padanya.
"Kalian serasi banget lho! Kenapa nggak pacaran sih?" sebuah boneka figure tiba-tiba melayang kearah Mir yang barusan membuka suara. Chaerin terlihat hendak memukul Mir, namun ia mengurungkannya.
Chaerin melihat kearah Kibeom. Sebenarnya ia pun tidak akan menolak jika Kibeom mengajaknya kencan. Ia suka pada Kibeom. Pada sifatnya yang keras, tegas, namun penyayang, juga cukup bertanggung jawab. Namun ia tak mengerti, kenapa Kibeom tak pernah menunjukkan ketertarikannya pada Chaerin yang sudah 'menempel' padanya sejak mereka berada di bangku kuliah. Hingga sekarang, Kibeom tidak pernah mau menceritakan soal kehidupan pribadinya.
---
Ia masuk kedalam kamarnya, melepas ransel dan topinya dan meletakannya di atas meja, kemudian melepaskan sweaternya dan membuka tiga kancing kemejanya yang paling atas, membuatnya bisa bernafas lebih lega.
Kibeom memandangi meja belajarnya. Dan matanya tertuju pada satu arah. Sebuah benda berbentuk persegi panjang dengan aksen pita di sudutnya. Ia mengambilnya. Sebuah kertas undangan dengan nama Choi Minho dan Lee Hami tertera disana. Undangan pertunangan. Ia tidak mengerti kenapa Minho mengirimkan undangan ini ke rumahnya, padahal ia sudah mengusir Kibeom dari kehidupannya. Tapi ia tidak mau ambil pusing. Sudah empat tahun berlalu. Mungkin ia sudah tidak akan merasakan apapun lagi saat bertemu dengan Minho nantinya. Maka ia akan datang. Hari sabtu pukul 7 malam.
*
Ia terlihat sangat tampan dengan stelan jasnya. Bukan stelan yang istimewa, namun dengan caranya ia bisa membuatnya nampak menakjubkan. Kibeom memasuki hall dimana acara akan dilangsungkan. Ia bertemu dengan beberapa teman lamanya yang tidak bisa disebut teman. Jadi Minho kembali dengan mereka? Pikirnya.
Setelah beramah tamah dengan beberapa tamu, Kibeom duduk di salah satu meja yang kosong. Ia memandang sekeliling. Ia tidak menemukan pasangan yang akan bertunangan itu, sampai sebuah tangan besar menepuk bahunya. Membuatnya menoleh dan mendongak. Kemudian senyum itu muncul dalam penglihatannya.
"Oraenmanieyo.. Kim Kibeom!"
Dia, Choi Minho.
=====
Dan aku menyadari, ternyata aku masih mencintaimu..
=====
Seperti tidak pernah terjadi apapun sebelumnya, Minho menyambutnya seperti saat mereka masih berteman baik. Ia menceritakan bagaimana tim sepak bolanya memenangkan kejuaraan nasional, bagaimana ia terpilih kedalam klub provinsi, dan bagaimana ia bisa menjadi atlit nasional sekarang. Ia juga banyak menanyakan keadaan Kibeom. Ia tahu Kibeom masih menulis lagu. Ia tahu Kibeom penah meluncurkan satu buah album yang semua lagunya ia nyanyikan sendiri. Dan ia tahu Kibeom tidak pernah berhenti menulis lagu bahkan saat ia kuliah di jurusan desain. Bukan musik.
Kibeom bahkan tidak tahu Minho memperhatikannya selama ini. Disaat ia mencoba menjauh, Minho malah diam-diam mengikutinya.
"Maafkan aku.. untuk yang waktu itu.." setelah cukup lama keduanya terdiam, Minho mengatakan sesuatu. Kibeom menoleh lagi memandang kearah Minho. Mencoba bersikap biasa saja. "Aku memukulmu.. karena Hami."
Sesaat ingatannya melayang ke empat tahun yang lalu. Membuat Kibeom tersenyum canggung.
"Aku tidak tahu ternyata kau menyukai Hami juga.." Minho tertawa kecil. "Maaf ya.. tapi karena itu pertama kalinya aku menyukai seseorang, jadi aku tidak bisa berpikir logis! Aku sangat menyesal setelahnya, seharusnya aku tidak melakukan itu padamu.." Minho mengusap bagian belakang lehernya. Ia tersenyum canggung, begitu juga dengan Kibeom.
"No problem! Kejadian itu sudah lama.. aku tidak mau membahasnya lagi!"
"Umh.." Minho tersenyum. "Jadi, kita berteman seperti dulu ya, Kibeom-a!" katanya sambil mengulurkan tangannya.
Kibeom membalasnya. "Oh! Dan jangan pernah membahas masalah itu lagi!"
*
Kedua pasangan itu memang sangat serasi. Kibeom memandang keduanya dengan senyum tipis di wajahnya. Hingga kalimat Minho melayang di kepalanya.
"Aku tidak tahu bahwa kau juga menyukai Hami.."
Kibeom terkekeh pelan. Ia menurunkan pandangannya. Dan tawa lirih itu mulai berubah menjadi isakan.. ia mulai menangis. Membuat beberapa tamu yang duduk satu meja dengannya memandang kearahnya dengan bingung. Terlihat seperti Kibeom menangisi Hami yang telah bertunangan dengan Minho.
Ia semakin menundukkan kepalanya, menahan isakannya yang menjadi semakin keras. Menangis seperti seorang wanita di tempat umum, seperti pada saat Minho menemukannya di tepi lapangan sepak bola beberapa tahun silam, menangisi perasaannya. Dan kini ia melakukan hal itu untuk Choi Minho. Menangis untuknya. Menyadari bahwa perasaan itu tidak pernah bisa berubah bahkan mungkin sampai ia mati meninggalkan dunia ini dan Choi Minho.
Ia semakin menundukkan kepalanya, menahan isakannya yang menjadi semakin keras. Menangis seperti seorang wanita di tempat umum, seperti pada saat Minho menemukannya di tepi lapangan sepak bola beberapa tahun silam, menangisi perasaannya. Dan kini ia melakukan hal itu untuk Choi Minho. Menangis untuknya. Menyadari bahwa perasaan itu tidak pernah bisa berubah bahkan mungkin sampai ia mati meninggalkan dunia ini dan Choi Minho.
Aku tidak pernah mencintai Lee Hami. Selamanya, aku akan terjebak untuk mencintai Choi Minho..
-END-
T^T habis nyelesein ini rasanya sedih campur merinding T^T
comment juseyo~
-Keep Shine Like HIKARI-
T^T habis nyelesein ini rasanya sedih campur merinding T^T
comment juseyo~
-Keep Shine Like HIKARI-
what happened with you? Lw lg galau bgt yah? Lw suka ama sapa sih? Sadar ga konsep cerita lw belakangan ini kykny ya yg ky gini.. Cinta terpendam smw.. Ckck.. Cerita bebek kelinci jg gini..
ReplyDeletecomment guweh..
1. As usual.. Typo 1.. Lagi d tulis jd 'lagu'
2. Cerita yg gini emg jleb bgt yak.. Guw jd kebawa2 d cerita ini.. Jd ky real gt..
3. SHONEN-AI yay.. Lw sering2 bkin cerita BL lah.. Biar seru (?)
4. Endingny knapa gt? Knapa key ga ngasih tau perasaanny? Toh minho ny udh mau tunangan ini lah..
ceritany bgus.. Tpi jgn galau lg yah ahjumma *pukpuk*
hahaha.. sadar kok sadar.. tp apa daya yang keluar ceritanya kyk gini semua~ kkk
Deletehahaha..sebenernya ak geli banget bikin ini lho..ak juga kasian sama karakter yg ak pake xO kkk
tp kan tetep aja hubungannya jadi canggung tau, biarpun satunya udah punya pasangan hidup, tp perasaan kyk gitu tuh bisa bikin hubungan merenggang..
oke thx~
ih tuh kan dy ky kbw real.. Kan yg ini ga da plan untuk sequelny jd ga masalah kalo key confess biar tunanganny bubar skalian.. Haha >evil<
ReplyDeletekeliatan km sukanya berantakin hubungan orang yaa? hahahahahaha
Delete