Tuesday, December 11, 2012

Always by Your Side

독서 주세요~ :D

Always by Your Side

original pict credit to : andrewishy.deviantart.com

Written by
LIGHT

Cast
Lee Jinki (SHINee Onew), You
Genre
Romance, Friendship, Fluff
Rate
13

Lenght
Oneshot
Songs
SHINee - 1000年、ずっとそばにいて…
Acoustic Collabo -  그대와 나, 설레임 (Feat. 소울맨)
Yoon Jong Shin - Lonely Guy 
(sebenernya yang satu ini ga nyambung banget, tapi waktu aku bikin, lagu ini keputer di playlist dan melodynya enak aja buat didenger, jadi sekalian recomend lagu lah.. haha)

Author Note
 Cerita ini tercipta begitu saja waktu saya lagi stress laporan, ga bisa responsi, butuh pencerahan hidup (?), dan berambisi untuk menulis sesuatu buat ngisiin blog..
dan entah kenapa muncul ide ini, dan ajaibnya, ff ini langsung jadi satu jam setelah dibikin, dalam keadaan nggak ada mood buat nulis~ hahaha
ENJOY~!
==========

Aku mengerjap sekali. Kupandangi diriku sendiri di hadapan cermin. Tubuh padatku ini tengah memakai gaun berwarna putih yang sederhana namun entah mengapa terlihat begitu indah di mataku. Rambutku diikat di belakang kepalaku dengan asal agar tidak menutupi bagian gaun yang berada di pundakku. Sesekali aku memutar bahuku untuk sedikit melihat punggungku. Gaun ini cantik, meski aku yang memakainya tidak begitu cantik. Namun aku merasa pantas.

Aku masih tidak percaya hari ini aku memakai gaun milik ibuku ini. Mencobanya terlebih dahulu sebelum mengenakannya dalam acara yang akan berlangsung dua minggu dari sekarang. Ya, aku akan menikah, dengan seseorang yang kini tengah duduk di sofa yang terletak beberapa meter di belakangku, mengenakan tuxedo berwarna senada dengan gaun yang melekat di badanku. Lee Jinki. Aku masih tidak percaya bagaimana bisa hubungan kami berakhir seperti ini. Berakhir dengan pernikahan. Memikirkannya saja membuatku tak bisa berhenti tersenyum.

Kami adalah teman sejak kecil. Cerita yang terlalu biasa. Dua orang sahabat kecil berakhir menjadi suami istri adalah dongeng yang banyak diceritakan dalam drama. Namun itu benar-benar terjadi padaku dan dia.

Namun tidak seperti serial drama, hubungan kami sama sekali tidak dramatis. Kami hanya berteman biasa. Aku tak pernah menganggapnya sebagai pelindungku. Ataupun menganggapnya sebagai kakakku. Aku tak pernah mengidolakannya secara diam-diam, aku tak pernah memanggilnya 'oppa' meski ia lebih tua dariku, bahkan kadang aku tak peduli jika ada seorang gadis mendekatinya. Mungkin hanya aku yang tidak mengerti atau benar-benar tidak peduli, aku juga tidak tahu. Namun aku merasa sangat nyaman bersamanya, dan dia menjadi satu-satunya tujuan jika aku tidak mengerti ingin melakukan apa. Juga, nomor ponselnya berada di urutan paling atas di poselku.

Aku tidak tahu apakah dia sepertiku, tapi sepertinya iya. Ia tidak terlalu mendramatisir keadaan persahabatan kami. Tidak pernah mengatakan kalau ia akan menikahiku jika sudah besar nanti, atau menutup akses banyak laki-laki yang ingin berkenalan denganku. Terkadang ia malah seperti membantuku menyeleksi laki-laki itu, meski pada akhirnya aku tidak memilih satupun dari mereka. Ia juga sering membicarakan soal beberapa wanita denganku. Wanita yang seperti tipenya, yang jauh berbeda dengan keadaanku. Namun semua juga hanya akan berakhir pada pembicaraan, karena aku tidak pernah mendengar ia berpacaran dengan wanita manapun.

Kadang aku berpikir, apakah karena dia terus bersamaku, maka ia berakhir terjebak denganku. Bukannya bersama gadis lain yang sesuai dengan tipenya. Yang cantik dan memiliki jari-jari yang bagus. Aku juga sering berpikir, apakah karena dia yang paling dekat denganku, makanya aku terjebak dengan lelaki ini pada akhirnya?

Sepertinya semua itu salah, ketika aku menyadari aku merasa tidak bisa membayangkan jika aku hidup tanpa kehadiran lelaki ini. Dan aku pikir, ia juga mengalami hal yang sama denganku.

Meskipun aku belum mengetahui apakah perasaan itu adalah cinta atau bukan, tapi perasaan rindu yang berlebihan sering aku rasakan ketika ia tidak berada disisiku. Waktu aku berada di kelas tiga SMA, dan dia yang sudah kuliah mendapatkan kesempatan untuk belajar di Jepang selama satu tahun, aku tak pernah melewatkan seharipun untuk tidak meneleponnya. Meskipun aku tahu tidak murah untuk menelpon secara internasional, namun aku tidak peduli, aku akan meneleponnya jika aku sempat. Sekedar memberitahukan kabar terbaru di sekolah, gosip-gosip dan rumor kacangan ala anak sekolah yang menyebar setiap harinya. Atau pembicaraan tidak penting lainnya. Aku terlihat sangat bodoh jika mengingatnya lagi.

Ia juga sangat sering mengirimkan kartu pos padaku selama satu tahun dia berada di Jepang. Aku sampai memiliki tempat sendiri untuk menyimpan semua kartu pos itu dengan rapi. Aku masih menyimpannya di tempat yang mudah terjangkau olehku hingga sekarang. Mungkin saat itulah kami mulai mendramatisir hubungan kami. Aku rasa. Karena mulai saat itu ia tak pernah membicarakan tentang gadis-gadis tipe idealnya lagi.

Kuliah adalah saat dimana aku memiliki banyak penggemar. Karena penampilanku sedikit berubah pada saat itu. Aku sedikit berdandan, meski hanya dengan bedak dan bb cream. Aku juga sedikit menata rambutku, tidak hanya diikat ekor kuda seperti kebiasaanku saat SMA. Aku memakai baju-baju sederhana yang cantik hasil jahitan ibuku. Mungkin karena itu banyak laki-laki yang mendekatiku saat kuliah, meski sifat cuek ku masih sama. Aku tidak begitu memperhatikan mereka. Karena tanpa alasan yang bisa kumengerti, satu-satunya lelaki yang terlihat jelas dimataku hanyalah Lee Jinki.

Banyak orang sering bertanya apakah aku pacaran dengan Jinki. Ataukah aku sudah bertunangan dengannya. Namun entah kenapa dengan cepat kami selalu menjawab dengan "Eiyy~ kami hanya berteman!". Tapi semua orang tak pernah percaya dengan perkataan kami.

Aku tidak tahu apa yang ia pikirkan jika ia menjawab seperti itu. Tapi yang aku pikirkan ketika aku mengatakannya adalah, aku tidak ingin merusak hubungan persahabatan kami dengan hal-hal yang rentan untuk pecah seperti itu. Cinta. Bagiku hal seperti itu sedikit membuatku takut, karena melihat temanku yang pada akhirnya akan membenci mantan kekasihnya. Mungkin itu yang membuatku menolak untuk mengetahui perasaanku yang sebenarnya pada Jinki. Dan aku terus merasa nyaman dengan status persahabatanku dengannya.

Hingga sesekali aku merasa cemburu padanya pada keadaan tertentu, namun aku selalu menahannya. Menjadi teman yang baik adalah pilihanku. Aku tidak boleh cemburu hanya karena ia mengobrol dengan gadis lain, atau tertawa bersama teman kerjanya. Namun sepertinya semuanya terlalu sulit untuk dilakukan, dan Jinki seperti menyadarinya. Aku tahu ia menyadarinya. Ia pasti menyadarinya.

Karena saat itu malam di akhir musim gugur adalah menjadi saat dimana aku menyadari perasaanku. Bahwa aku mencintainya.

Kami mengobrol banyak di hari jumat malam setelah kami berdua pulang dari tempat kerja kami masing-masing. Kami janjian di sebuah cafe langganan kami, memesan dua cangkir kopi hangat, duduk berhadapan di bangku yang biasa kami tempati ketika berkunjung disana. Kami mengobrolkan banyak hal, termasuk pemikiran kami tentang komitmen didalam sebuah hubungan.

Entah kenapa aku menjadi sangat cerewet saat ia menanyakan pendapatku tentang hubungan antara laki-laki dan wanita. "Aku tak pernah tahu apa yang mereka pikirkan, kenapa mereka begitu mudah berpindah dari satu hati ke hati yang lain. Kenapa sepertinya pacaran itu hanyalah sebuah status, bukan komitmen! Apakah itu benar-benar cinta? Apakah kata 'aku mencintaimu' yang mereka ucapkan dengan mudah itu sudah mereka pikirkan dan rasakan dengan baik-baik? Karena kupikir mereka tidak pernah benar-benar merasakan perasaan itu dan membuat mereka mudah untuk meninggalkan pasangannya dan segera mendapatkan gantinya!" aku menjelaskan panjang lebar hingga merasa sedikit emosi. Namun Ia hanya tersenyum geli di hadapanku sambil sesekali menghirup kopinya.

"Kalau begitu pilihanku benar." ujarnya pelan, dengan suara khasnya yang selalu membuatku merasa bahagia saat mendengarnya.

"Pilihan apa?" tanyaku heran. Aku menaikkan sebelah alisku, tidak mengerti dengan perkataannya.

Tiba-tiba ia memasukkan kedua tangannya yang semula berada di atas meja, kedalam saku jaketnya. Kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam saku kanannya. "Malam ini, aku berencana meminta seseorang untuk menikah denganku. Meski aku sedikit ragu, tapi sepertinya keputusanku benar!" katanya.

Entah mengapa aku merasa sakit hati. Ia mengatakan hal itu, kalau dia akan melamar seseorang dengan mudah di hadapanku, dan membuat perasaanku seperti di sayat-sayat menggunakan pisau daging.

"Mana tanganmu!" katanya, bernada memerintah.

"Huh?"

Dia berdecak, ia bangkit berdiri dan dengan cepat meraih tanganku yang berada di atas pangkuanku. Ia pakaikan cincin itu di jari manisku. Mengamatinya sejenak, kemudian kembali duduk dan tersenyum lebar. "Aku tahu cincin itu sangat cocok di jarimu!" katanya.

Apakah aku yang terlalu bodoh untuk mencerna semua hal yang sudah jelas? Ataukah Jinki yang terlalu bertele-tele, aku tidak mengerti. Meskipun cincin itu sudah melingkar di jari manisku, aku masih belum tahu apa maksudnya. Aku hanya terus memperhatikan cincin emas putih tanpa aksesoris apapun itu dengan pikiran dan perasaan yang bermacam-macam.

"Aku ingin menikahimu. Kau mau kan?" katanya dengan senyum lebar menghiasi wajahnya yang tampan. Kalimat pernyataan yang terlalu aneh dan tidak romantis. Namun aku menyukainya.

Kupandangi cincin yang melingkar di jari manisku itu. Cincin yang sangat sederhana, namun terlihat sangat cantik bagiku. Mengalahkan keindahan perhiasan manapun yang ada didunia ini.

Aku terbangun dari lamunanku sendiri ketika kurasakan seseorang merangkul pundakku akrab. Seperti seorang teman, bukan seorang kekasih. Dari berat tangannya, aku langsung tahu siapa dia. Aku menoleh cepat. Aku mendapati sisi kanan wajahnya dengan senyum tipis yang menawan. Tangan kirinya yang tidak merangkulku, membenahi posisi dasinya. Membuatku ingin menepis tangannya untuk merapikan dasi itu, namun aku mengurungkannya. Aku kembalikan pandanganku ke arah cermin, melihat bayangan kami berdua disana.

Kini aku tahu ternyata aku sangat mencintai lelaki di sampingku ini. Entah sejak kapan perasaan itu dimulai, karena aku tidak pernah menyadarinya jika ia tidak menyadarkanku. Kini aku tidak takut lagi untuk menyeberangi garis persahabatan dan menyapa cinta yang ia berikan padaku. Menangkapnya, kemudian membalasnya. Memberikan perasaan yang sama kepadanya, tulus dari dalam hatiku. Aku tak pernah merasa takut lagi, untuk menyatakan perasaan ini. Bahwa aku sangat mencintainya. Lee Jinki.

-END-

comment juseyo~ ^o^

-Keep Shine Like HIKARI-

5 comments:

  1. cie cie.. Onyu kawin jg.. Guw rada ragu kalo d real ny onew brani ngelamar cewe.. Xp

    mari guw comment~
    no typo.. Ceritany lite, tpi part onewny cm dikit jd cm ky kameo doank.. Bgus ..

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahaha.. kalo gaberani dia bakal jadi bujangan selamanya~ kkk

      tadinya mau dibikin agak panjang, tp males dan ntar malah bertele2, jadi biarin dia keluar dikit aja gapapa lah~ haha

      thx^^

      Delete
  2. This picture is should have my copyright on it:
    andrewishy.deviantart.com

    ReplyDelete
  3. Here is the original picture
    http://andrewishy.deviantart.com/art/wedding-rings-71901279

    ReplyDelete
    Replies
    1. ok.. i'm sorry that i didn't put a credit on the picture..
      i'll put it on the pic now..^^

      Delete