Sunday, December 2, 2012

Confusion "Mind of The God of Death" [Fiction]

Cerita ini sepertinya agak errr.. tapi entah kenapa ak ngerasa harus menulisnya..
Jangan di banding-bandingan sama agama atau kepercayaan apapun! Ini cuma fiksi by the way~! di sambung-sambungin juga gabakal nyambung!

Confusion


Written by
LIGHT

Cast
All SHINee as Shinigami
Genre
Angst, Fantasy, Supernatural

Rate
15

Lenght
Oneshot, Drabble

Author Note
Jangan pernah berusaha berpikir logis waktu baca ini, aku juga tau mungkin ini gamasuk akal, tapi namanya juga fiksi! hahaha..
abis nonton 1000年、ずっとそばにいて -nya SHINee, aku jadi kepikiran mau bikin ini.. cerita tentang shinigami atau bahasa kerennya the god of death.. dan aku memilih jalan cerita pendek ini buat menyelesaikannya..
semoga ga mengecewakan :))

==========


Jinki menghela nafas panjang. Matanya masih menatap dengan malas barisan nama-nama di dalam agendanya. Hari ini ia harus mendatangi tiga orang lagi. Dua orang tua berumur tujuh puluh tahunan, dan seorang anak kecil berusia delapan tahun yang mengidap leukemia. Ia mendengus. Merasa lelah dengan pekerjaannya ini.

Ia menatap ke sisi kirinya, terlihat seorang temannya masih berada di tempat yang sama dengannya. Belum berangkat untuk melaksanakan tugas. Mungkin ia punya masalah dengannya yang sudah terlalu lelah dengan rutinitas menyedihkannya ini. Iya. Menurutnya ini sangat menyedihkan. Setiap hari ia harus mendatangi puluhan orang, menjemput roh mereka untuk pergi menaiki transportasi menuju ke alam abadi. Bahasa kasarnya adalah, mencabut nyawa mereka. Yah, ia adalah Shinigami.

Merasa diperhatikan, shinigami lain itu menoleh kearahnya. Ditangannya ia membawa sebuah jam, entah ia sedang menunggu apa. "Kau belum berangkat?" katanya pada Jinki.

"Oh.." Jinki menggeleng. "Kau?"

"Aku menunggu bus nya datang! Aku sudah menyelesaikan tugasku untuk hari ini!" katanya, kemudian memasukkan bandul jam berwarna emas itu kedalam saku blazzer hitamnya. "Waktu sudah hampir habis untuk hari ini. Kenapa kau tidak cepat-cepat?"

Jinki tidak menjawab. Shinigami dengan topi tinggi itu hanya tersenyum dan mengembalikan pandangannya kedalam agenda kecil di tangannya.

"Cepatlah! Atau kau akan kena hukuman seperti kemarin!" ujarnya, tampak mengkhawatirkannya.

"Gomawo, Jonghyun!" Jinki menjawab dengan senyum yang sama. Ia menutup agendanya, memasukkannya kedalam saku mantel hitamnya dan bergegas pergi meninggalkan tempat itu. "Aku pergi dulu!"

*

Ia merasa ada yang salah, kenapa ia diciptakan untuk menjadi seorang shinigami. Shinigami seharusnya tidak memiliki perasaan sepertinya. Shinigami seharusnya melaksanakan tugasnya menjemput roh orang-orang yang sudah ditakdirkan untuk mati pada hari itu, tanpa pengecualian. Apapun keadaan manusia itu. Apakah mereka tua atau muda, jelek ataupun cantik, apakah dia terlihat sehat ataupun sudah sekarat. Seharusnya shinigami tidak memperdulikan itu. Tapi dirinya berbeda. Ia memiliki perasaan manusia. Ia peduli pada hal-hal itu.

Seperti saat ini, ketika untuk kedua kalinya ia mendatangi anak kecil berusia delapan tahun yang terkena leukemia ini. Setelah kemarin akhir ia mengurungkan untuk menjemput rohnya, hingga mendapatkan hukuman peringatan. Mau tidak mau kini ia harus datang lagi untuk menjemputnya. Karena jika ia tidak mau melakukan tugasnya dengan benar, pekerjaannya itu akan dicabut dan ia akan dikirim ke neraka tanpa ada ampunan sedikitpun.

Tentu saja ia tidak mau mengalami penyiksaan tanpa batas waktu itu.

Tapi tangisan bocah itu membuatnya tak kuasa untuk melakukannya. Raga anak itu memang diam karena ia sedang tertidur. Namun saat melihat sosok Jinki, roh bocah itu menangis sangat keras. Ia tidak mau Jinki membawanya pergi. Karena ia tahu ia tidak akan pernah kembali dan bertemu dengan kedua orang tuanya lagi.

"Eomma! Eomma!" hanya kata-kata itu yang terdengar keluar dari mulut bocah itu, disertai suara isakan dari tenggorokannya. Jinki menatapnya dengan pilu. Tak bisa menahannya, air mata pun jatuh dari salah satu matanya. Dan dengan cepat ia menyekanya dengan punggung tangannya yang berlapis sarung tangan kulit berwarna hitam itu. Perasaannya mulai mengambil alih tugasnya kembali.

*

"Dia masih belum datang?" seorang Shinigami yang berambut warna-warni bertanya dengan suara melengkingnya sambil menatap ke tiga orang Shinigami lain di hadapannya, sementara tangannya sibuk menuliskan sesuatu didalam buku bersampul kulit warna hitam, menggunakan pena bulunya. "Ada apa sih dengannya akhir-akhir ini?" katanya kesal sambil membenarkan letak kacamatanya.

Tak ada satupun yang menjawab. Ketiganya lebih concern kepada transportasi yang akan menjemput segerombol orang yang tengah duduk dengan tenang kursi tunggu mereka.

"Dimana dia sekarang?" suara melengking itu muncul lagi. Matanya menatap galak kepada tiga orang dihadapannya itu secara bergantian.

"Rumah sakit pusat Seoul! Tinggal menjemput satu orang lagi, yang kemarin ia sisakan!" jawab Shinigami dengan topi bulat sambil memutar-mutarkan payungnya yang tertutup itu, kemudian kembali menatap ke arah lain.

Shinigami berambut warna-warni itu berdecak, kemudian menutup buku besarnya dan menyimpan pena bulunya. "Aku akan segera kembali! Minho, tolong gantikan aku mengawasi mereka!" katanya, kemudian bergegas pergi meninggalkan mereka.

*

"Aku tidak mau pergi! Aku mohon! Aku masih ingin bersama eomma.. tolong pergilah!" bocah itu berteriak-teriak, menangis di hadapan Jinki yang berdiri tepat di samping tempat tidurnya. Dengan mata yang berkaca-kaca Jinki menatap bocah itu, bergantian dengan menatap orang tuanya yang tertidur didalam ruangan yang sama menemani anaknya yang sedang terlelap di ranjang rumah sakit itu. Ia pernah merasakan hal itu. Ia tahu bagaimana perasaan bocah itu sekarang. Melihatnya, ia merasa tidak bisa melakukannya. Perasaannya menolak untuk melaksanakan kewajibannya.

Mungkin ia harus mengambil satu konsekwensi lagi sekarang. Dengan memberikan waktu lebih pada anak ini untuk hidup. Jinki menepuk kepala bocah itu pelan, kemudian berbalik, hendak pergi. Namun pada saat yang sama, ia melihat sepasang mata menatap tajam kearahnya dari balik kaca matanya. Pengawas, Kim Kibeom.

"Apa yang membuatmu terlalu lama disini, Lee Jinki?" katanya galak. Kedua tangannya terlipat didepan dadanya, memperlihatkan bahwa ia tidak senang dengan apa yang Jinki lakukan. Kibeom menatap kearah roh anak yang menangis itu sejenak, kemudian mengembalikan pandangannya lagi pada Jinki. "Kenapa kau tidak membawanya?"

Jinki tidak bisa menjawab apapun. Menjawab ataupun tidak, Kibeom tidak akan mau mendengarkan alasan apapun darinya.

"Kau tahu pekerjaan kita kan?" Jinki masih terdiam, matanya menatap ke arah lain, menangkap sembarang benda dalam pandangannya. "Kita hanya melaksanakan tugas, untuk membawa mereka masuk kedalam alam abadi mereka! Kita tidak bisa untuk tidak melaksanakannya Lee Jinki!"

"Tapi.."

"Kau mulai menggunakan perasaan manusia mu lagi!" Kibeom berdecak kesal. "Itulah mengapa aku tidak pernah setuju mereka mengambil seorang Shinigami dari kalangan manusia! Mereka selalu mengacaukan tugas, seperti mu!"

Jinki menelan ludahnya. Kibeom memang tak pernah menyukainya sejak awal, sejak ia datang dari dunia manusia sebagai Shinigami. Namun kerja keras yang dilakukannya selama ini, membuat Kibeom cukup mengakuinya, meski ia masih tidak suka pada Jinki. Tapi sekarang Jinki mulai membuat Kibeom meragukannya lagi. Jinki membuatnya sama sekali tidak senang dengan melalaikan tugasnya.

Menghela nafas sejenak, akhirnya Kibeom melembutkan tatapannya yang sebelumnya terlihat sangat galak. Ia menatap Jinki bagai seorang ibu menatap anaknya yang baru saja melakukan sebuah kesalahan. Jinki adalah anak buahnya, meskipun ia tidak begitu menyukainya, ia tetap tidak boleh asal membencinya dan mencelakainya. Bagaimanapun Jinki sudah bekerja untuknya selama beberapa dekade.

"Mereka mati bukan karena kau! Tuhan sudah menentukan semuanya sejak awal! Sejak mereka masih berupa embrio didalam perut ibu mereka! Tuhan sudah menentukan kapan mereka sakit, dan kapan mereka akan mati! Juga bagaimana cara mereka mati!" Kibeom menatap Jinki yang masih memandang ke arah lain. Ia tidak berani menatap Kibeom, karena ia akan merasa terintimidasi. "Kita sebagai Shinigami tidak perlu mengkhawatirkan apapun, karena kita hanya menjalankan apa yang seharusnya kita lakukan, Lee Jinki! Kau mengerti kan? Tolong berhentilah bersikap seperti manusia, atau aku yang akan membawamu ke neraka dengan tanganku sendiri!" Kibeom kembali menunjukkan perangai galaknya.

"Y-ye.."

Kibeom menepuk Jinki pelan. "Sudah, yang ini biar aku saja yang mengurusnya! Kau kembalilah bersama Jonghyun dan yang lain, biar aku yang membawa anak ini!" Kibeom berbaik hati. "Tapi lain kali aku tidak akan memaafkanmu jika kau mengulanginya lagi!"

Ia berlalu dari hadapan Jinki, berjalan menuju ke hadapan bocah delapan tahun itu. Tatapan Jinki mengikutinya sampai ia berjongkok didepan roh bocah itu, yang tengah berdiri sambil terisak. Ia mengelus rambut di puncak kepala bocah itu lembut. "Kau tidak akan merasa sakit lagi jika kau ikut dengan kakak! Sekarang hapus air matamu dan berhenti menangis ya! Kita tunggu ayah dan ibumu menyusulmu nanti! Mereka pasti datang kok, tenang saja!" ujarnya dengan senyum yang menyejukkan. Membuat anak itu seketika berhenti menangis dan menganggukkan kepalanya.

*

Semuanya sudah masuk kedalam bus transportasi itu, dan benda itu mulai berjalan menjauhi kelima Shinigami yang bertugas. Kibeom terlihat melambaikan tangannya pada anak kecil yang duduk di samping jendela bus, bersama seorang nenek berambut ikal. Hari ini mereka menyelesaikan tugas dengan baik, meskipun ada sedikit kendala pada Jinki yang hampir saja membuat dirinya dihukum.

Jinki menatap ke arah bus yang semakin menjauhi mereka. Senyum tipis tergambar di wajahnya, entah karena apa. Memandang bus yang sesaat kemudian melayang diudara dan menghilang secara perlahan di lagit sore yang cerah di atas sana.

Seseorang menepuk bahunya, membuat Jinki menolehkan kepalanya."Jangan pernah melakukannya lagi, Jinki! Dia tidak akan memaafkanmu jika kau melalaikan tugasmu lagi!" Jonghyun berkata pelan padanya. Jinki hanya tersenyum menanggapinya.

"Aku tahu.." ia menghela nafas. "Maafkan aku!"

"Untuk apa? Kami tidak memerlukan permintaan maafmu!" Jonghyun menaikkan salah satu ujung bibirnya, tersenyum, kemudian menepuk bahu Jinki beberapa kali, seakan menguatkan Jinki yang kembali pada perasaan manusianya.

Ia tahu sangat berat menjadi seorang Shinigami. Terutama untuknya yang berawal dari seorang manusia. Merasa bahwa manusia-manusia itu meninggalkan dunia karenanya. Namun kenyataan bahwa semuanya adalah skenario Tuhan, membuatnya merasa lebih baik. Membuatnya berpikir bisa kembali melaksanakan tugasnya sebagaimana yang seharusnya ia lakukan.

Jinki kembali menatap kelangit. Ia akan membawa jiwa-jiwa manusia itu dalam damai. Ia yakin.

-END-

waaaahhh~!! apa ini!!! xDDD
hahahaha..

comment juseyo~!!

-Keep Shine Like HIKARI-

2 comments:

  1. ehm.. Guw jd keinget ama 49days klo bc ini.. Ga jauh beda..
    ga da typo..
    Ga ada klimaks ceritany..
    apa lg yah? Gt aj sih..
    Nice btw..

    ReplyDelete