Monday, December 24, 2012

Everlasting

^o^
Everlasting
Written by
LIGHT

Cast
Lee Jinki (SHINee Onew), Han Aikyung (OC), Kim Jonghyun (SHINee), Park Seonyeong (F(Luna)

Genre
Romance, Angst, Friendship

Rate
15

Length
Oneshot

Author Note
Udah lama banget ga bikin yang PANJAAAAAANG!! hahaha.. dan hari ini kayaknya aku kalap, bikin sampe 18 halaman di word.. haha.. dan akhirnya surpresss!! ainee.. kekeke.. for my beloved eonni Han Aikyung (@ankkyung).. special for you! Sama mas mas kendipang nih ^o^v. Maafin kalo panjang banget dan ceritanya agak aneh yaa~ xO tapi aku bikinnya dari hati lho~ haha

Last but not least, ENJOY~! ^o^v

==========

“Kyungie ~! Aikyung! Buka pintunya kumohon!!” teriakan disertai ketukan pintu yang cukup keras masih bisa terdengar di luar kamar Aikyung. Temannya masih berusaha memintanya keluar untuk bicara, namun sepertinya wanita muda ini benar-benar tidak mau. Ia masih terus meringkuk di samping tempat tidurnya, menghadap ke dinding, memeluk kedua kakinya dan menenggelamkan kepalanya disana. Ia sudah tidak bisa menangis. Air matanya sudah habis untuk menangis seharian. Bahkan sudah mengering di wajahnya, hingga paras cantiknya menjadi sangat kusut. Ia hanya terisak sesekali, masih merasakan perih di hatinya.

“Han Aikyung! Kumohon! Bisakah kau bukakan pintu?? Aku ingin bicara denganmu..”

“PERGI KAU, KIM JONGHYUN!!” Aikyung berteriak sekuat yang dia bisa, sambil melemparkan sebuah vas bunga yang diambilnya dengan asal ke arah pintu.

PRANKK!

Vas itu pecah menjadi berkeping-keping. Suara keras itu membuat pria yang sejak tadi sibuk berteriak didepan pintu menjadi terdiam. Ia tidak lagi berteriak-teriak meminta wanita itu untuk keluar.

Aikyung kembali pada posisinya semula, terisak tanpa dapat mengeluarkan air mata untuk melegakan dirinya. Dadanya masih terlalu sesak untuk membiarkan siapapun menginterupsi kesedihannya dan menasehatinya macam-macam. Ia benar-benar sedang tidak mau di ganggu, meskipun orang itu adalah sahabat baiknya.

Semua ini gara-gara orang itu. Membuat hatinya pecah menjadi berkeping-keping di hari dimana ia seharusnya merasa bahagia, ia malah merasakan kepahitan yang luar biasa. Karena pria itu akan menikahi gadis lain.

“Kyung-ah! Kumohon!” terdengar sekali lagi suara Jonghyun memintanya keluar setelah seharian wanita itu mengurung diri di dalam kamar. Namun Aikyung tidak mau mendengarkannya. Ia tetap berada dalam posisi yang sama. Membiarkan dirinya tenggelam dalam perasaannya hingga ia merasa bisa bangun dan menghadapi semuanya.

*

Jinki menatap punggung seseorang di hadapannya, wanita di hadapannya itu sangat cantik, ia tahu. Namun entah kenapa melihatnya mengenakan baju pengantin itu tidak membuatnya senang. Ia memang terus tersenyum sejak tadi, memperhatikan wanita yang akan mendampinginya di altar saat pernikahan nanti, namun ia tidak merasakan sedikitpun getaran kebahagiaan sama sekali. Ia hanya membiarkan bibirnya berlekuk membentuk senyum tanpa arti. Hanya untuk membuat calon istrinya itu bahagia.

Ia kemudian keluar dari ruangan itu setelah dirasanya sudah tidak mampu untuk berakting bahagia lagi. Ia berhenti di balkon, memandang keluar, kearah lampu-lampu kota yang berkelap-kelip di bawah sana. Suasana yang menyenangkan, tapi hatinya tetap tak bisa merasakan sesuatu yang ingin dirasakannya itu.

Ia baru saja mengkhianati kekasihnya, ia sangat sadar telah melakukan hal itu. Di hari dimana seharusnya gadisnya itu berbahagia karena sedang berulang tahun, dan mengharapkan sebuah kado spesial darinya, ia malah mengatakan padanya bahwa ia akan menikahi gadis lain dan memintanya untuk putus. Dan ia bisa melihat mata gadis itu menatapnya tak percaya. Ia tahu, ia sudah sangat jahat pada gadis yang dicintainya itu, tapi ia tidak bisa melakukan hal lain.

Sesaat ia merasa begitu menyesal telah melakukannya.

Jinki mendesah. Menatap nanar ke apa saja yang bisa dilihatnya dari balik kegelapan yang dihiasi lampu-lampu warna-warni itu. Menyembunyikan sesak yang menjalar di dalam dadanya. Maafkan aku, Aikyung.. ujarnya dalam hati.

=====

Aikyung berulang kali melirik ke belakang, ia merasa seseorang tengah mengikutinya sejak ia turun dari bus, berjalan ke arah rumahnya. Ia benar-benar merasa tidak nyaman. Sebagai seorang gadis, diikuti oleh seorang pria di belakangnya, bisa berarti pria itu ingin melakukan ‘sesuatu’ yang tidak bermoral padanya. Sialnya, ia tidak membawa alat apapun untuk menamengi diri. Tapi ia ingat, Jonghyun sahabatnya pernah mengajarkan bagaimana cara menghajar seorang penjahat jika ia berada dalam keadaan terdesak. Mereka sudah berlatih, sampai Jonghyun babak belur karena pukulan Aikyung yang ternyata lebih kuat dari perkiraannya.

Setelah menarik nafas cukup panjang dan meyakinkan diri, gadis itu berhenti. Membuat pria yang berjalan tepat di belakangnya itu tak sengaja menabraknya.

“HYAAHHH!!” Aikyung berteriak, ia kemudian berbalik.

BAKK!!

Sebuah pukulan sukses mendarat di wajah pria yang kini jatuh terjengkang karena pukulannya itu. Pria itu menatap Aikyung kaget sambil memegangi bagian wajahnya yang terasa nyeri karena pukulan tiba-tiba yang dilayangkan oleh gadis yang tidak dikenalnya itu.

“Apa-apaan sih??” pria itu berteriak marah, dengan ekspresi kesal sekaligus masih shock dengan hadiah cuma-cuma yang baru diberikan Aikyung padanya.

“Kau penjahat kan? Yang suka mengikuti anak gadis, lalu menarik mereka ke tempat sepi dan melakukan.. melakukan.. umh.. pokoknya, kau ingin melakukan sesuatu padaku kan? Kau akan merebut kesucianku kan??” Aikyung berteriak-teriak sambil menunjuk ke arah pria yang masih pada posisi yang sama.

Raut wajah pria itu seketika berubah. Kini ia tertawa geli, memandang Aikyung tanpa terlihat rasa kesal sedikitpun. Ia kemudian bangun, membersihkan baju dan celananya sejenak. “Kau kebanyakan nonton drama ya?” pria itu tertawa, memperlihatkan wajah ramahnya yang menyenangkan. “Memangnya tidak boleh seseorang berjalan ke arah yang sama denganmu?” ujar pria itu, kemudian berlalu melewati Aikyung tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Aikyung berdiri terdiam. Sesaat ia merasa sangat malu. Ia memukul-mukul kepalanya sendiri. “Babo! Babo! Babo!”

*

“Jinki hyeong! Kenalkan, ini Han Aikyung! Teman sekolahku yang aku ceritakan itu!” ujar Jonghyun pada Jinki, pria yang sama dengan yang dipukulnya tadi sore di jalan menuju rumahnya. Ia tidak tahu sama sekali ternyata pria itu adalah teman dari sahabatnya sendiri Kim Jonghyun. Jadi itulah kenapa tadi sore pria itu berjalan mengekor di belakangnya. Ia hanya ingin ke rumah Jonghyun. Ia jadi merasa bertambah bodoh sudah melakukan hal tidak menyenangkan pada pria itu.

“A-aku.. H-Han Aikyung!” katanya sambil mengangguk canggung.

“Oh! Aku Lee Jinki! Senang berkenalan denganmu!” katanya. Aikyung mengangguk lagi, ia benar-benar merasa tidak enak hati.

“Bisa kulihat dia gadis yang kuat ya?” katanya tiba-tiba pada Jonghyun, membuat Aikyung mendongak padanya. Jonghyun menaikkan sebelah alisnya. “Pukulannya pasti keras! Aku bisa merasakannya!” sindirnya kemudian. Jinki menaikkan salah satu ujung bibirnya, tersenyum pada Aikyung. Melihatnya membuat simpati yang semula tercipta untuk pria itu jadi menghilang begitu saja. Kini malah perasaan kesal yang datang padanya.

“Bagaimana kau bisa tahu? Lebam biru di pelipisku waktu itu, itu karena dia! Dia memang benar-benar kuat!” komentar Jonghyun setuju. “Jinki hyeong hebat, bisa memperkirakan kekuatannya hanya dengan melihatnya begitu saja!” ujarnya lagi ditambah tawa kecil setelahnya. Jinki hanya menunjukkan senyum yang sama sambil menatap ke arah Aikyung yang terlihat kesal.

Aikyung mendengus, ia mencoba menahan emosinya. Ia masih malu karena kejadian sebelumnya, dan kini ia ditambah malu lagi karena korbannya menyindirnya seperti itu.

“Tapi hyeong, ngomong-ngomong, kenapa pipimu biru begitu?” tanya Jonghyun tiba-tiba.

Jinki memegangi pipinya sejenak. “Oh ini? Tadi aku kurang hati-hati sampai menabrak sesuatu!” Jinki melirik ke arah Aikyung sejenak, kemudian mengembalikan pandangannya pada Jonghyun. “Tidak apa-apa kok!”

Dan entah mengapa kata-kata terakhir pria itu membuat Aikyung merasa sangat kesal.

*

Apakah ini takdir? Atau kebetulan yang tidak menyenangkan? Aikyung baru tahu kalau Lee Jinki adalah seniornya di kampus, dan berada dalam klub yang sama di universitasnya. Klub jurnalistik. Katanya Jinki memang jarang muncul di basecamp karena ia sibuk mencari berita keluar, dan hari ini ia baru saja datang untuk sekedar berkumpul dengan teman-teman satu klub nya. Termasuk Aikyung yang kini hanya diam di mejanya, kembali menunjukkan wajah angkuhnya ketika Jinki datang. Padahal semua teman-temannya begitu menyukai Jinki, tetapi karena kejadian beberapa hari yang lalu, ia menjadi sangat kesal dengan pria itu.

Yang paling menyebalkan adalah, Jinki terus menggodanya sejak awal. Katanya itu karena Aikyung adalah anggota baru, agar ia bisa lebih mengenal gadis itu. Tapi Aikyung sangat tahu, Jinki melakukan itu hanya ingin menggodanya setelah kejadian yang membuatnya malu setengah mati itu.

Hingga saatnya mereka pulang, Aikyung sama sekali tidak mau menyapa Jinki. Ia kesal. Ia tidak peduli jika nantinya ia akan di cap sebagai hoobae yang tidak sopan pada seonbaenimnya, terserah. Ia benar-benar kesal pada Jinki.

Aikyung kembali berjalan sendirian setelah turun dari bus. Dan sekali lagi ia merasakan seseorang tengah mengikutinya di belakang. Ini pasti Jinki. Pikirnya. Ia tahu pria itu akan mengikutinya untuk menggodanya lagi. Membuat kekesalannya menjadi berkali-kali lipat.

Tidak banyak omong, Aikyung berbalik menghadapi pria yang mengikutinya di belakang. “Apa mau-” sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya, orang itu mebungkam mulutnya dengan salah satu tangannya, sementara tangannya yang lain mengunci tubuhnya, mendorongnya ke tembok, membuatnya terjepit diantara tubuh orang tak dikenal itu dan dinding di belakang punggungnya. Sesaat ia menyadari, pria ini bukan Lee Jinki, dia benar-benar penjahat.

Aikyung mencoba berteriak, namun tangan pria itu mencegahnya untuk mengeluarkan suara. Hanya terdengar geraman-geraman dari tenggorokan gadis itu, dan tubuhnya yang terus bergerak untuk melepaskan diri dari pria itu. Ia merasa sangat bodoh sudah berhenti dan seakan membiarkan dirinya menjadi mangsa pria penjahat itu. Seharusnya ia tidak berhenti. Ini semua gara-gara Lee Jinki! Pikirnya kesal.

Ia merasakan sesuatu menyentuh paha bagian belakangnya, membuatnya segera memberontak untuk melepaskan diri. Namun pria itu terlalu kuat untuk dilawan. Hingga sesuatu itu terus naik hampir menyentuh pantatnya, ia merasakan orang itu sudah melepaskan dirinya. Ia terjatuh terpelanting ke samping dengan cukup keras, sementara Aikyung masih berdiri dengan nafas yang sesak dan jantung yang berdebar ketakutan, menatap lurus ke depan tanpa mengerti apa yang sudah terjadi. Tiba-tiba wajah itu mengisi visualnya. Wajah tampan yang terlihat menyebalkan baginya.

“Lee.. J-Jinki-ssi?” gumam Aikyung terbata. Bibirnya masih bergetar karena ketakutan. Tubuhnya masih membantu, bersandar pada pagar tembok di belakangnya.

“Kupikir kau tidak sekuat yang kukira!” ujarnya, namun tak ada senyum menyebalkan itu. Yang kali ini senyumnya terlihat sangat menyenangkan di mata Aikyung. “Ayo kuantar kau pulang!” katanya, kemudian berjongkok didepannya. Ia menarik kedua tangan Aikyung, melingkarkannya di lehernya, kemudian mengangkat kaki gadis itu dan menggendongnya pulang ke rumah gadis itu.

Entah mengapa Aikyung merasakan nyaman yang luar biasa saat tubuhnya bersandar pada pria itu. Ia tak sadar, ia menangis begitu saja di punggungnya, menghantarkan rasa ketakutan yang ada dalam hatinya, keluar dari tubuhnya.

=====

Setelah berhari-hari mencoba membuat Aikyung keluar, akhirnya Jonghyun menyerah. Ia memilih mundur, dan pergi dari depan pintu kamar sahabatnya itu. Ia sangat mengerti perasaannya, sebenarnya. Namun ia tahu, hanya mengurung diri seperti itu tidak akan menyelesaikan apa yang terjadi.

Jonghyun berlalu. Duduk di kursi ruang tengah bersama dengan ibu Aikyung yang masih sedikit terisak, ia sejak tadi memandang ke arah pintu kamar anak perempuannya itu dengan wajah khawatir. “Bagaimana?” tanya Nyonya Han padanya. Jonghyun hanya menggeleng menjawab pertanyaannya. “Aku harap ia tidak melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya..” ujar ibunya penuh rasa khawatir. Jonghyun mengangguk, menepuk tangan ibu Aikyung untuk menenangkannya. Ia juga sama khawatirnya dengan Nyonya Han.

Entah mengapa tiba-tiba ia merasa sangat berdosa pada Aikyung. Ia yang telah memperkenalkan Jinki padanya, karena ia tahu Jinki adalah pria yang bertanggung jawab. Memang sesekali ia terlihat menyebalkan, namun sebenarnya Jinki selalu serius jika ia ingin menjalin suatu hubungan. Makanya ia dengan suka rela memperkenalkan sahabatnya itu pada pria yang ia percayai. Tapi kini Jinki berubah mengecewakannya.

Sebelum keduanya berkenalan, sudah lama Jinki ingin tahu tentang Aikyung. Setelah ia melihat foto dalam ponsel Jonghyun. Sosok gadis yang terlihat kuat dan angkuh, tapi pada sisi lain, memancarkan kecantikan yang mungkin tak semua orang bisa melihatnya. Jinki sangat ingin dikenalkan pada gadis itu, terutama setelah sering mendengar cerita tentang Aikyung dari Jonghyun. Sampai akhirnya mereka berkenalan, Jinki terlihat sangat menyukai gadis ini. Jonghyun bisa melihat dari cara Jinki memandang Aikyung. Dan itu membuatnya lega.

Cara pendekatan Jinki yang dilakukan secara tidak biasa, kadang membuat Jonghyun geli. Karena berkali-kali Aikyung selalu tampak sebal dengan itu. Ejekan-ejekan yang dilayangkannya, sindiran yang sering di ucapkannya pada Aikyung, namun sesekali ia bisa terlihat sangat perhatian pada gadis itu. Dan ia tahu, sahabatnya itu juga menyukainya. Ia bisa mulai terbiasa dengan perilaku mengesalkan Jinki padanya, dan mulai menanggapi perhatian-perhatian yang dilayangkan secara samar-samar oleh Jinki. Jonghyun selalu tersenyum saat melihat keduanya. Ia merasa seperti seorang ayah yang sudah berhasil memberikan pasangan hidup yang baik untuk anak perempuannya. Kadang ia jadi ingin menangis karena terharu.

Namun kejadian tak menyenangkan kemarin membuatnya memandang Jinki terbalik 180 derajat. Jinki yang ia percayai, kini sangat mengecewakannya. Tanpa memberikan alasan yang jelas kepada Aikyung maupun dirinya, ia bilang akan menikahi gadis lain. Tepat saat keduanya sedang makan malam untuk merasakan ulang tahun Aikyung. Ia tak lebih baik dari penjahat yang pernah akan mengambil kesucian Aikyung. Ia ingin menghajar Jinki sampai mati sekarang juga. Tapi ia lebih ingin membunuh dirinya sendiri karena sudah memperkenalkan pria itu pada Aikyung. Dan menyebabkan semua ini terjadi.

=====

Jinki meletakkan sebuah benda logam berbentuk lingkaran dengan lubang di tengahnya, di atas meja café di hadapan Aikyung. Sebuah cincin. Aikyung memandangi benda itu sambil sesekali mengernyit. Untuk apa pria ini mengeluarkannya sebenarnya?

“Aku baru mau mencari seseorang yang jarinya pas dengan cincin ini! Cobalah!” katanya pada Aikyung.

Mwo?”

Jinki mendorong cincin itu lebih dekat pada Aikyung. “Cepat coba saja! Tidak usah banyak tanya!” katanya.

Gadis itu berdecak. Jinki selalu seperti ini, suka seenaknya dan menyebalkan. Tapi entah kenapa dirinya tidak pernah bisa menolak permintaannya. Apa lagi setelah banyak hal yang mereka lewati hampir satu tahun ini. Meskipun ia masih berakting kesal pada Jinki, tapi perasaan yang setiap hari tumbuh di hatinya itu sangat berlawanan dengan apa yang ia tunjukan di luar. Ia mencintai Jinki. Entah kapan perasaan itu mulai ada didalam hatinya, namun yang ia sadari adalah, perasaan itu tumbuh semakin besar dan semakin besar setiap harinya, tanpa bisa dihentikan. Dan sepertinya Jinki juga begitu. Memiliki perasaan yang sama dengannya, meski pria itu menunjukkannya dengan cara lain.

Tanpa banyak bicara lagi ia mengambil cincin itu dan memakainya di jari manisnya. Pas. Ia terdiam sejenak, kemudian memandang ke arah Jinki yang tersenyum lebar kepadanya. Ia masih tak mengerti, sampai Jinki menunjukkan benda yang berbentuk sama, melingkar di jari manisnya sendiri.

Aikyung menatap Jinki tak percaya. Apakah ini adalah sebuah pernyataan? Apakah Jinki menginginkan dirinya menjadi pasangan pria ini? Apakah perasaan yang disimpannya selama ini terjawab? Berjuta pertanyaan muncul di kepala Aikyung begitu saja tanpa bisa diucapkannya. Ia masih mencoba mengerti meskipun sebenarnya semua sudah begitu jelas. Tapi ia hanya tidak ingin salah tanggap dan merasakan malu seperti saat mereka bertemu untuk pertama kalinya.

Babo! Masih belum mengerti juga?” ujar Jinki, kemudian berdecak. Jinki berdiri, kemudian mencondongkan tubuhnya kearah Aikyung dan mengecup bibirnya yang dingin.

I love you..” katanya, kemudian kembali duduk. Dan sesaat seperti ada banyak kembang api yang bertebaran di dadanya. Jinki mencintainya. Dan tanpa sadar, anggukan kecil muncul darinya. Membuat senyum Jinki menjadi lebih lebar lagi.

*

Perjodohan. Satu kata yang membuat dada Jinki berdesir. Ia tidak tahu apa yang dipikirkan ayahnya dengan membuat perjodohan ini. Ayahnya sudah tahu ia mencintai seorang perempuan yang sekarang bahkan sudah menjadi kekasihnya. Bahkan ayahnya sudah pernah bertemu dengan Aikyung. Tapi kenapa ayahnya tetap memintanya mau melakukan perjodohan ini?

Gadis yang akan dijodohkan dengannya adalah anak dari sahabat ayahnya. Mereka melakukannya karena dulu keduanya pernah berjanji akan menikahkan anak mereka jika mereka sudah besar nanti. Tapi ayahnya tak pernah meminta persetujuan darinya terlebih dahulu. Bahkan tidak pernah menyinggung apapun sampai kemarin ayahnya memberitahukan padanya saat makan malam, bahwa ia akan dijodohkan.

Itu membuat Jinki tak bisa berpikir hingga hari ini. Yang banyak ia lakukan hanya melamun. Ia menjadi lebih pendiam dari biasanya, bahkan saat kuliah, dirinya yang biasanya aktif berdiskusi dengan dosen, memilih untuk diam, bahkan hampir tidak memperhatikan isi kuliah yang diberikan oleh dosen dikelasnya. Ia terus memikirkan tentang ini. Tentang dirinya, perjodohan itu, dan Han Aikyung.

Ya oppa! Kenapa diam? Kau sakit?” tanya Aikyung setelah menghisap cappuchinonya. Mereka sudah berada didalam café selama satu jam, dan Jinki terus terdiam, sementara Aikyung sibuk mengerjakan paper tugas untuk dua hari lagi. “Oppa?” katanya lagi sambil mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah pria di hadapannya itu.

Jinki segera tersadar, kemudian tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kerjakan saja! Aku akan menemanimu sampai selesai!” jawabnya lembut.

Aikyung tahu, ada sesuatu yang merisaukan kekasihnya itu. Ia tahu cara tersenyumnya kali ini sangat berbeda dengan biasanya. Namun ia tidak bisa begitu saja memintanya untuk menceritakan semuanya. Jinki bukan tipe orang yang mudah mengumbar masalahnya. Ia hanya akan menunggu sampai kekasihnya itu mau terbuka dengan sendirinya dan menceritakan apa yang sedang mengganggunya. Ia pikir, cara itu lebih baik dari pada menuntutnya.

*

Sudah tiga tahun mereka menjalani hubungan, dan Jinki tidak pernah tidak mencintai Aikyung. Meskipun di luar tak seperti itu, tapi hatinya selalu berdebar setiap ia bertemu dengan gadis itu. Ia tak bisa berhenti tersenyum setiap melihat wajah wanita itu, bahkan tak mampu menahan tarikan otot yang membuat bibirnya membentuk lengkungan yang membuat wajahnya jauh lebih tampan dan menawan. Itulah mengapa sekalipun ia tidak pernah bepikir untuk hidup tanpa gadis itu.

Ekspresi saat bagaimana ia marah, bagaimana gadis itu menangis saat gagal dengan sesuatu dan membuatnya harus memeluknya, bagaimana tawanya yang begitu keras saat mereka sama-sama membuat lelucon yang hanya bisa mereka pahami sendiri, bagaimana saat gadis itu mengulum senyumnya saat Jinki menggodanya. Semua itu sudah seperti drug untuknya. Ia kecanduan dengan apa saja yang ada pada gadis itu. Sepertinya ia akan merasa sakit jika tidak melihat atau mendengar suaranya sehari saja.

Dan ia tidak bisa membayangkan, bagaimana jika ia harus putus dari gadis yang sangat ia cintai itu. Untuk menyanggupi kemauan ayahnya.

“Aku tidak mau tau! Pokoknya kamu harus mau mengikuti perjodohan ini!” bentak ayahnya di tengah acara makan malam mereka. Membuat semua yang duduk di meja yang sama sudah tidak memiliki nafsu untuk makan lagi. Termasuk Jinki yang masih menyimpan emosinya untuk ayahnya.

“Tapi abeoji, aku sudah punya Aikyung! Dan aku mencintainya! Aku tidak bisa begitu saja meninggalkannya untuk mengikuti perjodohan ini.” Untuk pertamakalinya dalam hidup, Jinki menjawab perkataan ayahnya. Meskipun tidak terlalu kasar dan masih terdengar nada yang tidak dapat menentang ayahnya, ia hanya ingin menyatakan apa yang ada dalam hatinya. Ia ingin dianggap sebagai pria dewasa yang sudah bisa menentukan hidupnya sendiri. Meskipun ia tahu, ia tidak pernah bisa benar-benar melawan ayahnya.

“Kau tidak mau menuruti ayahmu? Kau mau membangkangku? Kau mau menjadi anak durhaka?” ayahnya masih terus memarahinya bertubi-tubi, membuat Jinki pada akhirnya tidak mampu menjawab lagi. “Jika kau masih ingin berada di rumah ini sebagai anak dari keluarga Lee, terima perjodohan ini dan putuskan kekasihmu itu! Jika tidak, pergi dari sini! Aku tidak akan menganggapmu sebagai anakku lagi!”

Yeobo~!” kini ibu Jinki yang gantian berteriak. Ibunya yang sejak tadi hanya diam karena tidak dapat melawan kemauan ayahnya, akhirnya angkat bicara. Tentu saja ia tidak mau anak semata wayangnya keluar dari rumah ini hanya karena hal itu. Ibunya mengenal Aikyung dengan baik, dan dia adalah perempuan yang ia rasa pantas untuk bersanding dengan Jinki. Namun sekali lagi, ibunya pun tidak bisa melawan kemauan ayahnya. Didalam keluarga ini, keputusan Tuan Lee adalah mutlak. Tidak ada seorangpun yang dapat melawan apa yang diinginkannya.



Dan itu membuat Jinki harus melakukan apa yang benar-benar tidak ingin dilakukannya, pada dirinya dan Aikyung.

Hari itu adalah ulang tahun gadisnya, dan mereka akan makan malam bersama di sebuah restauran sederhana. Bukan tempat yang megah seperti restauran Italy atau Prancis. Hanya sebuah family restaurant dimana bisa makan sepuasnya dengan membayar harga yang sama. Hal ini sudah setiap tahun mereka lakukan di hari ulang tahun masing-masing sejak mereka lulus kuliah.

Mereka duduk berhadapan, belum memesan apapun. Hanya ada dua gelas air putih di kedua sisi meja, di hadapan mereka masing-masing. Aikyung terus menunggu ucapan selamat ulang tahun dan menebak-nebak kado apa yang akan diberikan padanya nanti. Dan ia terus tersenyum hanya dengan membayangkannya saja. Sementara pria yang duduk di hadapannya terus terdiam sambil memandangi gelas berisi air putih dengan banyak pikiran yang meresahkan perasaannya. Hingga akhirnya ia mengatakan sesuatu.

Jhagiya..” katanya pelan. Aikyung mendongak. Menunggu senyum yang akan terbias di wajah kekasihnya itu, dan ucapan selamat yang akan diucapkannya dengan riang seperti biasanya. “Mianhae..”

Sejenak Aikyung merasakan sesuatu yang tidak beres sedang terjadi pada kekasihnya. Sesuatu yang pernah merisaukannya, namun segera dilupakannya karena Jinki tak pernah menyinggungnya sama sekali. Apakah ini karena hal yang tidak diketahuinya itu?

Aikyung terus menunggu apa yang ingin dikatakan Jinki padanya, meskipun ia tahu, ini bukanlah pertanda baik. Membuat senyum yang semula terbias sempurna di wajahnya, segera menghilang begitu saja.

“Maafkan aku.. Aikyung!” ulangnya lagi.

“A-apanya yang harus di maafkan?” tanya Aikyung khawatir.

Jinki mengangkat kedua tangannya didepan dadanya, melepaskan logam yang melingar di jari manisnya, kemudian meletakkannya di atas meja yang berada di antara mereka. Aikyung membelalakkan matanya. Ini tidak mungkin kan? Tidak mungkin? Batinnya. Ini semua sudah terlalu jelas baginya.

“Aku akan menikah dengan seseorang..” ujar Jinki pelan, namun cukup bisa didengar oleh Aikyung yang kini mulai menatap Jinki tak percaya. Ia bisa melihat amarah yang muncul di kedua mata Aikyung. Ia merasa pantas mendapatkannya. “Kita.. tidak bisa melanjutkannya.. hubungan kita.. Aikyung, mianhae..” katanya. Ia berdiri, menunduk hormat pada gadis itu, kemudian berlalu begitu saja tanpa mengatakan apapun lagi.

Resmi, membuat hati Aikyung hancur tanpa sempat mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

=====

Jinki berjalan pelan didalam gedung pernikahan. Acara akan dimulai setengah jam lagi. Ia masih berada di koridor dengan pakaian lengkapnya, tuxedo berwarna hitam dengan kemeja putih yang membalut badannya yang tegap, sarung tangan putih yang membalut di kedua tangannya, dan rambut pendeknya yang ditata sehingga membuatnya tampak lebih tampan dari biasanya. Menyapa semua orang yang berpapasan dengannya, dan menerima ucapan selamat dari orang-orang itu. Ia tak henti mengembangkan senyumnya pada mereka, hingga seseorang yang muncul di hadapannya membuat senyumannya luntur. Namun berhasil ia bangun kembali kemudian.

Fake smile!” hanya itu yang dilontarkan pria yang berdiri di hadapannya, dengan kemeja sederhana dan jeans. Bukan pakaian yang pantas digunakan saat menghadiri pernikahan.

“Jonghyun-a!” seperti tidak mempedulikan cibiran Jonghyun, Jinki berjalan mendekati temannya itu. Meskipun ia tahu, Jonghyun sedang sangat marah padanya.

“Cih! Kau masih bisa tersenyum padaku setelah kau menghianati Aikyung?” Jonghyun berdecak, ia menampilkan senyum mencemooh pada Jinki. Ia benar-benar marah padanya. “Sekarang aku tahu, bagaimana Lee Jinki yang sebenarnya!”

Jinki masih berusaha menyambut Jonghyun dengan baik. Ia tahu ini semua kesalahannya. Maka ia membiarkan Jonghyun berkata seperti itu tanpa ada niat melawannya. “Kau tidak datang untuk memberikan selamat padaku?”

“Kau bilang apa?” Jonghyun naik pitam. Ia menarik kerah kemeja Jinki, kemudian memukulnya dengan tinjunya yang besar dan kuat, membuat Jinki jatuh tersungkur di lantai gedung. “Itu ucapan selamat dariku! Jangan pernah datang kehadapanku atau Aikyung lagi! Seharusnya aku tidak mengenalkanmu padanya jika kau hanya akan mempermainkannya seperti ini!” Jonghyun meludah, kemudian pergi setelah bedecak keras.

Jinki hanya bisa memandang punggung Jonghyun yang pergi itu dengan perasaan amat bersalah. Ia merasa bodoh kenapa ia tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi pada Jonghyun. Tapi menurutnya, alasan itu juga akan terlihat sangat bodoh untuk dirinya yang ingin di cap sebagai seorang pria dewasa. Tapi semuanya sudah terjadi. Ia yakin Jonghyun tidak akan mendengarkan apapun penjelasan yang ingin diberikannya.

Dan sesaat, sesuatu terbersit didalam pikirannya.
*
"Aikyung!" seru ibunya ketika mendengar suara pintu kamar anak perempuannya terbuka. Ia segera berlari mendekati anaknya itu, diikuti Jonghyun yang baru saja duduk di ruangan yang sama setelah pulang dari suatu tempat untuk menghajar laki-laki yang membuat sahabatnya bersedih.
"Aikyung! Kau tidak apa-apa?" tanya Jonghyun. Ia mengecek panas tubuh Aikyung, memeriksa apakah ada luka di tubuh gadis itu. Namun ia tak menemukan apapun. Hanya wajah kusut dan kedua matanya yang bengkak karena menangis tanpa henti.

"Aku tidak apa-apa eomma, Jonghyunie.." jawabnya. Aikyung tersenyum getir sambil melepaskan kedua tangan milik sahabatnya yang semula berada di kedua pipinya. "Aku harus melakukan sesuatu atau aku akan menyesal.." ujarnya.

"Mencegah pernikahannya?"

Gadis itu menggeleng. "Memberikan selamat padanya.."

*

Ia sudah berdiri di altar, dan calon pengantin wanita pun sudah berdiri di sampingnya. Mereka siap membacakan janji yang akan mengikat mereka menjadi sepasang suami istri.

Sang pendeta sudah bersiap di hadapan keduanya, hendak membacakan janji yang akan dijawab oleh kedua mempelai itu. Sementara Jinki masih sibuk dengan pikirannya sendiri, hingga sepertinya hanya raganya yang berada disana. Sementara pikirannya sibuk terbang kemana-mana.

Sang pendeta membuka bukunya, bersiap mengucapkan janjinya. “Tuan Lee Jinki, apa kau bersedia menerima Park Seonyeong sebagai istrimu dalam suka dan duka, dalam keadaan sehat maupun sakit, menerima segala kelebihan dan kekurangannya sampai maut memisahkan kalian?”

Tak ada jawaban dari Jinki. Ia masih terdiam sibuk dengan pikirannya sendiri, hingga wanita di sampingnya menyenggolnya. Membuatnya tersadar, dan mendongak kearah pendeta.

“Lee Jinki-ssi?”

“Ah.. ye?”

“Lee Jinki, apa kau bersedia menerima Park Seonyeong sebagai istrimu dalam suka dan duka, dalam keadaan sehat maupun sakit, menerima segala kelebihan dan kekurangannya sampai maut memisahkan kalian?” ulang sang pendeta kembali, kini Jinki mendengarnya dengan jelas.

Ia harus menjawab. Semua orang sudah menunggunya. Namun sesuatu masih mengganjal di pikirannya. Jinki menggigit bibirnya sendiri. Memejamkan matanya. Ia tidak ingin pikirannya salah. Ia harus menenangkan diri agar ia yakin, keputusan ini benar.

Jinki menghela nafasnya setelah beberapa saat, memandang ke arah pendeta dengan yakin, dan mengatakan, “Tidak!”

Sontak membuat semua tamu yang hadir, orang tua kedua mempelai, dan gadis yang bediri di sampingnya sebagai mempelai wanitanya, terkejut. Gadis berparas cantik itu memandang ke arahnya tak percaya. Ia memang belum mengenalnya dengan begitu baik, tapi gadis itu berharap banyak dengan pernikahan ini. Ia menyukai Jinki dari cerita yang diberikan ayahnya, dan tidak menyangka, semuanya akan menjadi seperti ini.

Jinki meraih kedua bahu gadis itu, yang kini bergetar menahan tangis yang hendak keluar. “Maafkan aku, tapi aku tidak bisa melakukan ini, Park Seonyeong! Aku yakin kau bisa mendapatkan pria yang lebih dari ku, yang bisa mencintaimu tanpa paksaan!” ujarnya berusaha menenangkan Seonyeong yang kini sudah mulai meneteskan air matanya. Ia memeluk gadis itu sejenak, meminta maaf dengan tulus. “Sebelum aku lebih menyakitimu lagi, kita harus menghentikan semuanya. Aku masih mencintai kekasihku, maafkan aku!” katanya. Kemudian melepaskan pelukannya, mengusap kepala gadis itu dan bergegas turun dari altar.

Jinki menghampiri ibunya. Memeluk ibunya erat. Meminta maaf padanya karena apa yang baru saja dilakukannya. Hal yang ia tahu akan membuat kedua orang tuanya malu. Ia mencium kening ibunya. “Eomma, maafkan aku! Tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri! Aku masih terlalu mencintai Aikyung!” ujarnya.

Ia sangat tahu ibunya bisa mengerti, namun ia tidak yakin dengan ayahnya. Maka ia segera mendongak, memandang ayahnya dengan yakin. Sebagai seorang lelaki dewasa. “Aku tahu apa yang aku pilih, abeoji! Maafkan aku!” katanya, menunduk hormat, kemudian berlari pergi dari gedung pernikahan yang mulai riuh oleh bisik-bisik dari seluruh tamu yang ada didalam gedung tersebut.

Namun Jinki tidak peduli dengan itu. Satu tujuan yang ia tahu, ia harus menemui gadisnya. Ia tidak mau menyesali apapun lagi, setelah menyakiti orang yang paling ia cintai didunia ini. Kini ia harus kembali padanya. Aikyung adalah segalanya, meskipun ia harus ditendang dari rumah ataupun mendapat banyak cecaran, asal itu bersama Aikyung, ia akan menghadapinya apapun yang terjadi.

Saat ia baru keluar dari ruangan itu, ia menemukannya. Gadis itu berdiri didepan gedung pernikahannya. Ia tidak menyangka gadis itu akan datang dengan dress sederhana yang cukup pantas untuk menghadiri pernikahan. Tidak seperti Jonghyun yang datang hanya untuk memukul wajahnya dan pergi. Aikyung berdiri tepat di hadapannya, dengan kantung mata yang besar dan bayangan hitam yang mengelilingi kedua matanya. Wajahnya terlihat kusut dan sedih, namun masih berusaha untuk tampak baik-baik saja. Ia tersenyum getir kearah Jinki. “Kenapa kau keluar? Bukannya acaranya didalam?” katanya.

Mendengarnya, entah mengapa membuat batin Jinki begitu sakit. Apakah Aikyung dengan mudah melupakannya begitu saja? Tapi melihat wajahnya yang seperti itu, ia tidak yakin Aikyung melewatinya dengan mudah.

Jinki mendekati gadisnya itu, kemudian memeluknya begitu erat. Ia merasa tidak ingin kehilangan gadis yang sangat dicintainya itu untuk yang kedua kalinya. Satu-satunya perempuan yang paling ia cintai setelah ibunya sendiri. “Saranghaeyo, Han Aikyung! Saranghae..” ujarnya di telinga gadis itu. Membuatnya membatu begitu mendengarnya.

“Kau..”

Jinki melepaskan pelukannya, kemudian menciumnya. Ia ingin Aikyung tahu bahwa dirinya tidak akan melepaskannya lagi. Jinki akan selalu berada di sisinya apapun yang terjadi. Ia tidak akan pernah menghianatinya lagi.

“L-Lee Jinki?”

“Pukul aku!” pinta Jinki padanya. Aikyung hanya mendongak menatapnya kebingungan, dan sekali lagi Jinki berteriak padanya. “Pukul aku, Han Aikyung!”

BAKK!!

Tijuan itu mendarat tepat di wajahnya. Pukulan yang sama seperti saat pertama kali mereka bertemu. Membuat Jinki bergerak mundur karenannya. Namun ia hanya tersenyum, kemudian merengkuh Aikyung kembali kedalam pelukannya.

“Maafkan aku! Aku sangat bodoh karena sudah membohongi diriku sendiri, Aikyung! Maafkan aku! Aku mencintaimu! Sungguh! Aku mencintaimu!” katanya dan mempererat pelukannya. Ia tidak ingin melepaskannya hingga ia dapat meyakinkan gadis itu bahwa ia tidak akan menyakitinya lagi. Seperti saat ia menyadari, bahwa Aikyung adalah segalanya untuk dirinya. Ia tidak akan pernah bisa hidup tanpa wanita itu. Karena ia terlalu mencintainya.

-END-

Comment Juseyo~! ^o^

-Keep Shine Like HIKARI-

1 comment:

  1. hmm.. Ini mah namany jinki nurbaya yeh.. Xp
    entah brapa kali lw blg jinki tampan di sini.. Ckck.. Kykny lw udh d racuni si ayam yeh..

    1 hal yg tersirat d sini, kesanny si jjong jg suka sama aikyung gt..
    Pas aikyung d grepe grepe ith jg terlalu vulgar bagi lw yg ga doyan NC.. Haha..

    nice

    ReplyDelete