Cast : Woo Jiho (BLOCK B Zico), Song Joongki, Choi Seunghyun (BIGBANG TOP), Jang Hyunseung (BEAST Hyunseung), Yong Junhyung (BEAST Junhyung), Lee Jinki (SHINee Onew), Kwon Jiyong (BIGBANG G-Dragon), Kim Soohyun, Kim Kibum (SHINee Key), Park Jungsoo sonsaengnim (Super Junior Leeteuk)
Rate : PG - 15
Genre :Shonen
Length : 4/?
A/N : Chapter ini sedikit lebih pendek dari yang sebelumnya, dan mungkin nggak semua tokoh akan muncul dalam porsi yang sama.. karena mulai chapter ini aku bakal konsen pada beberapa tokoh aja di setiap chapternya.. jadi maaf kalo bias kalian ga banyak nongol di chapter ini yaa~ hehe :p
[CHAP1] [CHAP2] [CHAP3]
==========================================
CREW - 4th
#True Identity of Yong Junhyung#
Siswa
pindahan dari California itu masih menjadi buah bibir di kalangan
siswa, terutama di kalangan siswa baru yang notabene adalah teman satu
angkatan Jiho. Rumor bahwa ia memperbudak Jiyong yang kini menjadi
benar-benar dekat dengannya pun muncul beriringan dengan dirinya mencoba
mengancam Soohyun dengan memberikan sebuah kertas berisi ancaman
padanya. Tak ada kebenaran yang bisa dibuktikan, tapi hampir semua siswa
itu menelan bulat-bulat berita yang disebarkan, entah asalnya dari
mana. Yang jelas, hal itu menjadi semakin absurd untuk Jiho yang tak mengerti kenapa bisa ada rumor aneh tentangnya di sekolah ini.
Sialnya,
entah bagaimana caranya, rumor tanpa bukti ini terus berkembang hingga
sampai ke telinga beberapa guru yang pernah mengajar didalam kelas
dimana Jiho belajar. Dan bodohnya adalah, guru-guru itu mempercayai
berita kacangan yang dibuat-buat oleh siswa tanpa membuktikannya
terlebih dahulu, sampai mereka ikut merasa takut pada Jiho yang
sebenarnya tidak pernah, dan tidak berniat sedikitpun melakukan apa-apa
kepada siapapun di sekolah ini.
“Ya! Yoon saem
percaya sama kayak gituan?” tanya Park Jungsoo sambil memukul-mukul
pundaknya sendiri dengan alat pijat plastik yang dibelinya dari pasar
loak. Ia duduk bersandar di kursinya menghadap ke meja, namun
pandangannya mengarah pada guru laki-laki yang baru saja datang dan
bergosip dengan beberapa guru lain yang ikut percaya pada rumor aneh
itu.
“Keureomyo! Park saem
kan guru kelas tiga, jadi nggak tau berita di kalangan siswa kelas
satu!” jawabnya seraya duduk dan meletakkan buku-bukunya di atas meja
dengan asal. “Saya sudah liat anaknya! Emang serem sih..” tambahnya
lagi, kemudian beralih pada pekerjaannya sendiri.
Park
Jungsoo berdecak. Ia masih heran dengan guru-guru yang suka termakan
rumor siswa seperti ini. Padahal kalau dipikir-pikir, semuanya tidak
masuk akal! Apakah dari semua orang yang ada di sekolah ini, hanya dia
yang bisa berpikir dengan benar? Park Jungsoo melemparkan alat pijatnya
ke atas meja kerjanya, kemudian memeriksa beberapa lembar kertas yang
ada di atas meja. Soal ulangan yang semalam baru dibuatnya untuk minggu
depan. Ia memasukannya kedalam map, kemudian kembali mencari-cari
sesuatu, sampai seseorang datang memanggilnya.
“Park saem!”
Park Jungsoo menoleh, mendapati siswa yang sejak tadi di harapkannya datang sudah berada di hadapannya. “Oh, Joongki ah!
Akhirnya datang juga!” katanya. Ia mengambil tumpukan buku tulis yang
ada di salah satu sudut mejanya, memeriksa buku yang berada di bagian
paling atas. Setelah memastikan itu tumpukan buku yang benar, ia
menyerahkannya pada Joongki. “Ini buku PR kalian! Tolong bawakan untuk
teman-temanmu! Aku akan kesana sebentar lagi!” katanya pada Joongki,
kemudian dijawab dengan anggukan oleh siswanya itu.
“Baik saem!”
“Oh
iya!” sebelum Joongki pergi kembali kedalam kelasnya, Park Jungsoo
memanggilnya kembali. Membuatnya menoleh pada guru muda itu sejenak.
“Ya saem?”
“Si
murid baru itu.. ahh sudahlah! Sana, balik ke kelasmu!” perintahnya
kemudian. Joongki hanya tersenyum, mengangguk sopan, kemudian bergegas
kembali kedalam kelasnya dengan tumpukan buku didalam pelukannya.
~***~
“Lo
mau keluar?” tanya Kibeom dan Soohyun bersamaan. Sesaat setelah
berteriak, Soohyun tersedak susu kotaknya sendiri, hingga memuntahkannya
sedikit. Kibeom yang melihatnya, menepuk-nepuk punggung temannya itu
pelan. “Makanya kalo lagi minum jangan teriak!” Kibeom menasehati,
padahal dirinya sendiri juga sedang minum jus.
“Habisnya,
Jiho ngagetin aja! Kita baru masuk sekolah ini berapa kedipan mata, dia
udah mau keluar aja!” jawab Soohyun sekenanya sambil membersihkan
bibirnya menggunakan lengan jaket seragamnya. Sekali lagi ia terbatuk,
kemudian mencoba untuk tenang.
“Iya,
lu kenapa sih? Ada masalah?” tanya Kibeom. Soohyun hampir saja mengumpat
kalau dia tidak ingat ia baru saja menghisap susu kotaknya menggunakan
sedotan. Sepertinya semuanya kurang jelas untuk Kibeom. Semua hal yang
sudah di alami oleh Jiho selama ini. Rumor-rumor itu.
“Siswa disini aneh! Aku nggak ngelakuin apa-apa tapi mereka takut sama aku! Pokoknya aku mau keluar!” ujar Jiho geram.
“Mungkin
lo punya dosa di masa lalu yang nggak termaafkan! Lalu sekarang lo kena
getahnya!” ujar Soohyun asal, kemudian kembali menenggak susu kotaknya.
“Ngawur! Gue sentil pala lo, itu susu masuk se kotak-kotaknya!” ujar Jiho emosi. Entah kenapa, ia hanya merasa emosi saja.
Sepertinya
Jiho tidak boleh keterlaluan bercanda sedikit saja. Karena yang sedikit
itu akan menjadi besar nantinya. Kata-kata yang dikeluarkan Jiho pada
Soohyun, ancaman tidak seriusnya itu tanpa sengaja terdengar oleh siswa
kelas satu yang lain yang melewati meja tiga orang itu. Jiho mengancam
Soohyun, menyuruhnya menelan kotak susu itu bulat-bulat.
Kemudian berita itu tersebar begitu saja tanpa ada kejelasan dibalik beritanya.
~***~
Entah
mengapa, ia merasa berat. Setelah sekian lama ia tidak pernah
memikirkan tentang ini, tapi kini semua itu kembali muncul dan memenuhi
pikirannya. Junhyung menerawang ke langit-langit UKS. Mencoba berpikir,
apa iya ia harus bertindak, atau ia membiarkan semuanya terjadi tanpa
ikut campur. Seperti biasanya, tetap diam dan menyembunyikan
identitasnya.
Sebenarnya, identitas
yang didapatkannya ini bukanlah sesuatu yang di harapkannya. Ini semua
karena pria itu. Pria yang menganggap dirinya adalah ayah Junhyung.
Kenapa ia harus menjadi seperti ini, kenapa harus dirinya yang dipilih.
Junhyung
mendengus. Nafasnya berhembus begitu berat. Ia hanyalah seorang remaja
biasa pada awalnya, hingga ayahnya memberitahukan sesuatu yang cukup
besar bagi dirinya. Tentang siapa ayahnya itu sebenarnya.
=====
Pria
besar yang baru saja memanggil Junhyung masuk kedalam kantornya itu
menyalakan rokok yang di gulungnya sendiri, kemudian menghisapnya dan
menghembuskannya banyak-banyak hingga asap putihnya mengepul memenuhi
sebagian ruangan. Junhyung hanya memandang ayahnya tanpa bertanya
apapun. Bukan hal aneh melihat ayahnya merokok. Yang membuatnya merasa
aneh adalah ruangan yang disebut sebagai kantor ayahnya ini. Tidak
terlihat seperti sebuah kantor.
Pria
berkulit gelap itu memakai kemeja putih yang digulung tiga perempat dan
celana bahan warna abu-abu, juga dasi yang terkalung di lehernya dengan
serampangan. Pakaian yang biasa digunakan oleh pekerja kantoran. Namun
ruangan ini tidak mencerminkan pekerjaan yang selama ini diketahui oleh
Junhyung. Matanya masih menjelajahi seluruh isi ruangan ini hingga suara
berat ayahnya memanggilnya.
“Kenapa?
Kaget?” katanya. Junhyung bisa melihat bibir ayahnya yang mengapit
ujung rokok itu menyeringai tipis. “Maaf, ayah nggak bilang dari awal
sama kamu!” katanya lagi. “Tapi ayah pikir, sekarang kamu harus tau apa
yang ayah kerjakan selama ini!”
Junhyung
masih tak menjawab. Bukan karena ketakutan, ia memang jarang sekali
berkomunikasi dengan ayahnya seperti ini. Ayahnya jarang pulang, dan
saat pulang, ayahnya akan banyak bicara sedangkan dirinya hanya diam dan
mendengarkan. Ia malas meladeni pembicaraan ayahnya yang terlalu
banyak.
“Oh ya, sebelumnya..
ayah ingin memberikanmu ini!” ayahnya mengeluarkan sebuah kotak berwarna
biru dongker dari dalam laci mejanya, memberikannya pada anak
laki-lakinya yang berdiri jauh di hadapannya dengan kedua tangan berada
didalam kantong celananya. Junhyung menerimanya, namun ia tidak langsung
membukanya. “Bukalah!” katanya lagi, memperhatikan kotak itu dengan
bangga. “Itu hadiah ulang tahun! Maaf, ayah telat dua bulan!” Junhyung
mendengus, kemudian membuka kotaknya pelan. Ia menaikkan kedua alisnya
begitu mendapati sebuah benda berwarna hitam berada didalam kotak yang
tidak terlalu besar itu. Sebuah revolver.
“Benda
itu sedang hot di kalangan polisi lho! Mereka mencari sumber benda
ini!” Junhyung tidak mengerti. Bagaimana mungkin seorang anak SMP tahu
tentang ini. Ia bahkan tidak pernah menyimak berita di televisi.
“Ayah
bekerja sebagai distributor benda ini! Juga beberapa benda lagi! Dan
cukup sukses! Makanya kamu bisa makan enak setiap hari! Kamu bisa pakai
pakaian mahal! Bukankah menyenangkan?” Junhyung masih belum mengerti apa
yang dibicarakan ayahnya. Lalu kenapa kalau ia jadi kaya karena benda
itu? Bukankah tidak salah jika itu adalah sebuah pekerjaan?
Pria
besar itu menjepit rokoknya di antara telunjuk dan jari tengahnya,
kemudian menghembuskan asap putih dari mulutnya, memandangi Junhyung
yang masih berdiri diam di hadapannya dengan kedua tangan membawa kotak
‘hadiah ulang tahunnya’ itu. “Makanya, ayah ingin kamu meneruskan ini!
Menjadi distributor senjata di Korea Selatan! Ayah akan mengajarimu
mulai sekarang! Tenang saja! Ayah sudah termasuk besar dalam usaha ini,
jadi kau nggak akan kesulitan lagi mencari channel nya!”
Ia
menghisap rokoknya sekali lagi sebelum akhirnya mematikannya diatas
asbak kacanya dengan asal. Ia menghembuskan lagi sedikit asapnya sebelum
bicara pada Junhyung. “Kamu nggak tanya kenapa polisi mencari ini?”
tanya ayahnya pada Junhyung dengan menaikkan sebelah alisnya.
“Kenapa?” untuk pertama kalinya Junhyung membuka suaranya. Ayahnya mendesis, menyeringai tipis.
“Karena benda ini ilegal!” jawabnya. “Ayah ini mafia, Yong Junhyung..”
=====
Junhyung
melepas nafas berat sekali lagi. Ia tidak mengerti kenapa harus dirinya
dari seluruh remaja yang ada didunia ini, yang harus menjalani hidup
seperti ini. Meneruskan jalan seorang pria yang mengaku ayahnya. Kenapa
harus dirinya? Kenapa bukan..
Pikiran
Junhyung teralihkan saat tiba-tiba saja seseorang membuka tirai di
samping ranjang UKS yang ia tempati. Seorang siswa dengan rambut diikat
seperti samurai memandangnya dengan kedua mata sipitnya yang sedikit
membesar karena terkejut. Woo Jiho..? Batin Junhyung.
“Oh.. sorry! I thought nobody’s here..” katanya, kemudian hendak menutup tirai yang sama sebelum Junhyung menghentikannya.
“Sorry.. Woo Jiho! Bisa bicara sebentar?”
--
“I think it’s ridiculous! Gimana mungkin saya ngelakuin semua tuduhan-tuduhan itu? Nonsense banget tau!!” jawab Jiho, mencoba untuk tidak meluapkan emosinya. “Well, mungkin kalo karena penampilan, it’s ok! I admit it! But..
emang dosa apa yang udah saya lakuin ke mereka?” Jiho berdecak.
Junghyun mengangguk-angguk pelan. Jadi semua ini bener-bener cuma salah
paham. Ia jadi merasa bodoh karena percaya begitu saja dengan
omongan-omongan tanpa kejelasan ini.
“Seonbaenim,
apa semuanya mengalami hal ini?” tanya Jiho kemudian. Junhyung segera
memecahkan lamunannya sendiri mendengar Jiho bertanya sesuatu padanya.
“Umhh?
Engga sih.. rumor sih sering, cuma nggak separah kamu juga!” Junhyung
menjawab seadanya. Ia tidak mau terlihat sok akrab dengan bocah ini.
Karena ia tahu, Jiho akrab dengan Jiyong.
Helaan
nafas terdengar dari arah Jiho, membuat Junhyung melirik sedikit ke
arahnya. Bocah itu memandang keluar jendela UKS. “Jadi.. emang mending
aku balik ke state aja ya.. males banget disini cuma jadi bahan bully-an!”
gumamnya pelan. Junhyung tidak menjawab. Seperti biasa, ia tidak ingin
banyak bicara. Ia hanya mendengarkan dan mungkin mengiyakan apa yang
dikatakannya. Setidaknya kini ia sudah bisa merasa lega. Jiho
benar-benar hanya remaja biasa.
~***~
“HAHAHAHAHAH!!!
Anak sekolah sini pada bego apa ya?” Seunghyun tertawa terbahak-bahak
setelah mendengar pembicaraan teman-teman sekelasnya. Ia duduk di
jendela koridor kelasnya, memunggungi koridor, menghadap ke gerombolan
teman sekelasnya yang duduk di bangku yang berdekatan, sedang
membicarakan rumor dari siswa kelas satu yang sama sekali nggak masuk
akal itu.
“Gue juga ga habis pikir!
Sampe segitunya mereka bikin rumor itu! Padahal gue liat anaknya
baik-baik aja tuh!” Joongki, yang entah bagaimana bisa bergabung dengan
kelompok itu, menimpali komentar Seunghyun. Mungkin karena dia bosan di
kelas terus nggak ada hiburan, akhirnya ia keluar menghadapi peradaban
yang lebih ramai.
“Guru-gurunya juga
pada bego masa kemakan omongan muridnya! HAHAHAHAHA!!” Seunghyun tertawa
terbahak-bahak sendirian, sementara entah kenapa teman-temannya yang
lain tidak ikut tertawa. Mereka malah memandang ke arah Seunghyun dengan
pandangan mata yang aneh. Seperti kode, namun Seunghyun tidak
memperhatikannya karena terlalu sibuk tertawa. Hyunseung hanya
mendengus, kemudian pura-pura membuka buku pelajarannya, sementara
Joongki terkekeh memperkirakan apa yang akan terjadi setelah ini.
“Guru-guru yang mana yang bego Choi Seunghyun haksaeng?”
sebuah suara yang sangat dikenal Seunghyun -bahkan ia sudah sangat
mengakrabkan diri dengan suara itu-, muncul tiba-tiba dari balik
punggungnya. Menghentikan tawa Seunghyun begitu saja. Seunghyun menoleh
hati-hati, seperti di belakangnya ada hantu yang sudah siap menerkamnya
jika ia sudah melihat wajahnya.
“P-Park
Ju-Jungsoo S-s-sonsaengnn-nim..?” Seunghyun bergetar, sementara
teman-temannya mencoba menahan tawa. Park Jungsoo tersenyum lebar,
sementara Seunghyun mencoba tersenyum dengan lebar yang sama. “A-annyeong haseyo~!”
“Annyeong haseyo annyeong haseyo!
Nggak nyadar tadi abis ngatain bego!?” Park Jungsoo menempeleng
Seunghyun, membuat teman-temannya yang semula menahan tawa, kini tak
bisa membendungnya lagi dan melepaskannya begitu saja. Termasuk
Hyunseung yang hanya terkekeh karena malas untuk tertawa keras-keras(?).
Park
Jungsoo segera menghilangkan tampang kesal, kemudian terlihat sok akrab
dengan siswa-siswanya itu. “Lagi pada ngobrolin apa sih? Asik banget
kayaknya, sampe si botak ini duduk di jendela?” tanya guru muda itu pada
yang lain, sementara Seunghyun menoleh ke arah lain dan mencibir
Jungsoo terang-terangan. Joongki terkekeh pelan.
Memang
bukan yang pertama Jungsoo sok akrab dengan siswanya seperti ini. Sudah
menjadi kebiasaan dirinya berkeliaran di saat jam istirahat, mendatangi
kelas dimana ia yang menjadi walinya, kemudian bergabung dengan
siswanya untuk mengobrol. Siswa-siswanya juga tidak merasa terganggu
dengan ini, mereka malah senang. Karena kadang Jungsoo akan datang
membawa makanan untuk dibagikan kepada semuanya.
Itulah mengapa siswanya tidak canggung saat harus menjawab pertanyaan Jungsoo seperti itu.
“Itu lho saem,
rumor anak-anak kelas satu! Si.. Jiho itu! Katanya dia ngancem anak
kelasnya, suruh nelen kardus susu!” jawab salah satu dari mereka.
Jungsoo mengangguk pelan, seperti mengerti apa yang mereka bicarakan.
“Yoon saem
juga ngomongin itu di kantor tadi! Jadi penasaran sama anaknya!” gumam
Park Jungsoo yang masih cukup keras untuk didengar siswa-siswanya itu.
“Kejadian sekali seumur-umur saem jadi guru nih! Anak-anak
sekarang terlalu ekspresif ya!” katanya, kemudian mendorong Seunghyun
hingga ia hendak terjatuh dari jendela. Park Jungsoo pergi sambil
terkekeh, sementara Seunghyun mengumpat ke arah gurunya itu tanpa
mengeluarkan suara. Namun ketika Jungsoo menoleh untuk memeriksa kedalam
kelasnya melalui pintu belakang, Seunghyun mengembalikan pandangannya
kedalam kelas dan berakting seakan sebelumnya ia tidak melakukan apapun,
memancing gelak tawa dari teman-temannya.
~***~
Jungsoo
baru saja kembali ke kantornya, ketika ia melihat seseorang berdiri
didepan mejanya dengan dua buah dokumen, entah apa isinya. Ia guru
kesehatan, entah untuk apa datang kesana, bahkan masih mengenakan jas
dokternya yang berwarna putih. Jungsoo segera mendekatinya, menepuk
pundaknya untuk membuat dokter itu menoleh.
“Ah.. Jungsoo-ya!” katanya.
“Ada apa Yang saem? Kenapa tiba-tiba datang kemari?” katanya, seraya duduk dikursinya sendiri. Pria yang disebut Yang saem itu menyodorkan dua lembar dokumen yang ia bawa itu kepadanya.
“Ada
dua siswa yang membolos di UKS ku tadi! Tsk.. aku nggak bisa lama-lama
membiarkan tempat kerjaku menjadi tempat untuk sembunyi dari pelajaran!”
katanya sebal. “Seharusnya UKS jadi tempat perawatan siswa yang sakit,
bukan tempat perawatan siswa malas!” tambahnya. Ia melipat kedua
tangannya didepan dada dengan ekspresi kesal terpancar di wajahnya.
Park
Jungsoo terkekeh mendengarnya. Tapi ia merasa berterima kasih dengan
guru kesehatan ini, karena tugasnya sebagai tata tertib sekolah merasa
terbantu.
“Oh! Gomawo! Kembalilah bekerja! Aku akan mengurus ini!” katanya sambil menepuk pinggang Yang saem, menyuruhnya kembali ke ruang kesehatan.
Jungsoo
saem membaca lembar pertama yang dilihatnya setelah ia memposisikan
kursinya dengan benar didepan mejanya. “Yong Junhyung..” ia menggumamkan
nama siswa tersebut, kemudian membaca data diri dan prestasi yang
tertulis didalam dokumen tersebut. Sesekali ia mengerutkan wajahnya,
terutama saat membaca nilai-nilai yang ia dapatkan tahun lalu. Hanya
cukup untuk naik kelas. Ia mendecakkan lidahnya, kemudian melanjutkan
bacaannya. “Ah.. dia belum pernah melanggar peraturan..?” ujarnya
sejenak, kemudian mengangguk pelan. “Oke, mungkin hanya sedikit
peringatan!” katanya, kemudian menyingkirkan dokumen milik Junhyung dan
berpindah pada dokumen kedua.
“Woo..
Jiho?” ia mengkerutkan keningnya, kemudian membaca ulang, hingga ia
menyadari bahwa data ini milik siswa yang menjadi buah bibir sekolah.
“Ah.. si Woo Jiho itu..” katanya.
Ia
membaca satu persatu tulisan yang ada dalam dokumen itu, hingga sesaat
kemudian kedua matanya melebar. Ekspresinya menunjukkan bahwa ia seperti
tidak percaya dengan apa yang baru saja dibacanya. Namun matanya terus
menjelajahi seluruh tulisan dalam dokumen itu hingga habis. Kemudian ia
tidak berkomentar apapun lagi selain, “Jinjja?”
~***~
“Heh!
Kok gue jadi ikutan ngangkat-ngangkat buku! Gue kan bukan anak kelas
lo!” Jiyong protes, sementara kedua tangannya sibuk membenarkan posisi
buku-buku yang baru diambilnya bersama Jinki dari dalam perpustakaan.
Buku yang diminta guru biologi kelas Jinki untuk dipinjam dari
perpustakaan dan digunakan pada pelajaran biologi mereka setelah
istirahat. Awalnya Jinki datang sendirian, ia pikir ia bisa mengangkat
semuanya sendiri. Namun ternyata sepertinya mustahil. Jadi ia asal
memanggil siapapun yang sedang melewati perpustakaan untuk membantunya.
Dan kebetulan saja Jiyong sedang ada disana.
“Udah,
diem deh lu! Ntar gue traktir choki-choki sebagai bayarannya! Oke?”
katanya tanpa peduli Jiyong akan mengamuk padanya setelah ini.
“Anjrit!
Lo pikir gue anak SD dikasi choki-choki?” bantahnya tidak terima. Tapi
Jinki tak mengindahkannya. Ia tetap berjalan mendahului Jiyong dengan
tumpukan buku cetak dalam pelukannya.
Mereka
berjalan melewati ruang rapat yang biasanya digunakan oleh kepala
sekolah dan guru-guru kesiswaan untuk menjalankan rapat. Ya tentu saja
ruang rapat buat rapat, bukan buat main gobak sodor! (Kenapa juga mesti
gobak sodor?). Dan saat itu, sepertinya ruangan itu sedang digunakan
guru-guru tersebut untuk menjalankan rapat darurat, karena memang
biasanya rapat tidak dijalankan pada jam seperti ini, saat memasuki jam
pelajaran.
Entah iseng atau
benar-benar penasaran (atau karena dia agak malas dengan kelakuan Jinki
yang seenaknya), Jiyong berhenti tepat didepan pintu ruang rapat itu.
Menempelkan telinganya rapat-rapat pada lubang kunci pintu ruangan
itu,mendengarkan baik-baik apa yang sedang dibicarakan didalam.
Jinki
yang merasakan tak ada lagi hawa kehidupan dibelakangnya, berhenti
sejenak, kemudian menoleh. Ia menemukan Jiyong sudah jauh berada di
belakangnya. Rupanya bocah itu sudah tidak mengikutinya lagi. Jinki
berdecak, kemudian berjalan kembali mendekati Jiyong untuk mengajaknya
bergegas.
“Yah! Cepetan balik!
Bukunya udah mau dipake!” ajak Jinki sambil menggoyangkan dagunya,
menunjuk ke arah yang akan ditujunya. Namun Jiyong malah mendesis untuk
menyuruhnya diam.
“Diem ah! Bentar!” katanya, kemudian kembali berkonsentrasi menguping kedalam ruang rapat.
Jinki
menaikkan sebelah alisnya. Lama-lama ia juga penasaran dengan apa yang
sedang didengarkan Jiyong. Ia ikut menempelan telinganya di permukaan
pintu yang lain, menghadap ke arah Jiyong. Keduanya melirik ke atas,
seperti mereka bisa melihat keadaan didalam dari atas. Hingga sesuatu
terdengar dan membuat mata keduanya terbelalak.
“Sidang?” bisik keduanya bersamaan.
Jiyong
menggumamkan sesuatu kearah Jinki tanpa suara. Menginstruksikannya
untuk tidak bicara terlalu keras. Jinki hanya mengangguk mengiyakan, dan
mereka melanjutkan kegiatan menguping mereka.
“Ngomong-ngomong,
siapa sih yang mau disidang?” Jinki bertanya dengan suara pelan
kemudian. Meski ia bisa mendengar dengan jelas kata ‘sidang’ dari dalam,
namun ia tidak tahu siapa yang sedang dibicarakan didalam.
Jiyong tampak berkonsentrasi sejenak, sebelum kemudian ia menegakkan badannya. “Lee Jinki!”
“Hahh??
Gue?” Jinki panik. Mengkerutkan kedua alisnya. Ia tidak mengerti
kesalahan apa yang sudah ia lakukan sampai dirinya akan disidang oleh
sekolah, hingga guru-guru melaksanakan rapat darurat seperti itu.
“Bukan,
sipit! Gue manggil elo!” meskipun agak kesal, tapi setidaknya jawaban
itu membuatnya lega, jadi bukan dia siswa sasaran sidang itu.
“Terus siapa?”
“Lo
tau apa yang gue pikirin?” bukannya menjawab pertanyaan Jinki, Jiyong
malah bertanya kemudian, dengan senyum mencemooh di wajahnya. Jinki
hanya menaikkan kedua alisnya tak mengerti. “Gue nggak tahu, siapa yang
bego dan siapa yang otaknya waras disini!” katanya, kemudian menumpukkan
buku yang ada dipelukannya keatas tumpukan buku yang ada di tangan
Jinki. Jiyong pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun, meninggalkan
Jinki yang terbengong sendirian.
Kemudian ia mengerti. Jiyong melakukan ini karena ia ingin kabur darinya. “Aigoo..! Bocah tengik!” umpatnya, menyadari kebodohan yang baru saja dilakukannya.
~***~
Jam
pelajaran fisika sudah usai di kelas dimana Woo Jiho belajar. Seluruh
siswa segera menutup buku masing-masing dan menggantinya dengan buku
pelajaran lain setelah fisika. Namun sebelum guru fisika benar-benar
pergi dari kelasnya, ia memanggil Jiho untuk maju, kemudian memberikan
selembar amplop kepadanya. Dari bagian kesiswaan dan tata tertib.
Jiho
memandanginya. Ada hawa-hawa tidak nyaman ketika ia mendapatkannya. Apa
ada sesuatu yang terjadi? Sekolah bermasalah dengan dirinya? Sebenarnya
dia berharap didalamnya adalah uang beasiswa. Tetapi sepertinya tidak
mungkin.
Soohyun yang sejak tadi
memperhatikannya, akhirnya buka suara untuk menanyakannya. Ia penasaran
dengan isinya. Siapa tahu isinya tiket main ke lotte world, pikirnya.
“Itu apa?” tanya Soohyun singkat, tanpa mengalihkann pandangannya dari amplop putih di tangan Jiho.
“Amplop!”
“Ya gue tau itu amplop! Masa kacang!” Soohyun berteriak kesal.
“Oh..
aku juga belum tau sih! Aku buka dulu!” jawabnya. Jiho menyobek bangian
samping amplopnya yang direkatkan dengan lem, kemudian membuka dan
mengambil kertas yang ada didalamnya. Sebuah surat.
“Asiiik!! Jiho dapet surat cinta dari guru fisika!” ujar Kibeom sok imut, sampai melakukan ‘aing~’. Soohyun ngelempar botol minum ke Kibeom.
Jiho
tak mengindahkan kedua temannya yang memang agak aneh itu, ia masih
sibuk membaca suratnya itu sampai ia bisa menyimpulkan perasaan tidak
enak yang dirasakannya saat mendapatkan surat itu.
“Teman-teman..”
gumamnya, membuat dua orang temannya yang sibuk beradu lempar barang
itu mengalihkan perhatian mereka padanya. Jiho menegakkan wajahnya.
Memandang kedua temannya dengan ekspresi tegang. “Aku disidang!”
“What?” “M-mwo??”
-To be Continue-
HAHAHAHAHA.. maafkan aku teman-teman!!! xO
buat
yang nungguin ini dan masih setia nagih~ emang udah
kelamaan yaa apdetnya.. kalo di inget-inget sih, ff ini jadi kayak
serial 4 bulanan.. hahaha padahal tadinya mau dibikin rilis tiap dua
minggu..
tapi kesibukan ku kemaren bikin ff ini keluar out of date! jauh dari tepat waktu! JEONGMAL MIANHAEYO~!!!
tapi akhirnya yang ke 4 apdet juga.. dengan menjawab satu misteri dari salah satu tokoh.. jeileh..
nantikan misteri-misteri dari tokoh lainnya.. semoga yang selanjutnya bisa rilis tepat waktu yaa.. ^^
Comments are loved! and I Love You!!
-Keep Shine Like HIKARI-
ckck ith guru emg bego yah kemakan ama gosip gaje gt, haha
ReplyDeleteoww ternyata junhyung anak mafia.. Haha tpi kykny emg jiho yg lbh cocok jd mafia haha
updateny jgn lama2 napa.. Xp