Wednesday, October 31, 2012

[Ficlet] Feeling

Dengan asal Kibeom mengusikku didalam mimpi..
kemudian terciptalah ini.. JAJANG~!!! ._.v

Feeling


Written by
LIGHT

Cast
Kim Kibeom (SHINee Key), Kwon Jina (You)
 
Side Cast
Kwon Jiyong (BIGBANG G-Dragon), Baek Suzy (Miss A)

Genre
Romance

Rate
15

Lenght
ONESHOT

Author Note
Salahkan Kibeom kenapa saya jadi nulis ini! Hahaha
Semalem saya lagi tidur, Kibeom tiba-tiba dateng ngajakin becanda.. didalem mimpi ._. . Saya sampe bingung sebelumnya saya ngapain sampe tidur, Kibeom sampe kebawa di mimpi. Eh, bangun-bangun langsung dapet ide ini.. *bukannya belajar buat ujian malah garap FF!* haha
P.S :
sbenernya nama Kwon Jina itu awalnya adalah Kwon Mina. Tapi sesaat aku inget, kayaknya aku kenal sama nama Kwon Mina.. Mina Kwon.. ok, nevermind..

==========

Harum kopi yang kuseduh, lagu Shugo Tokumaru yang ku dengarkan lewat headphone ku, sinar matahari yang hangat masuk melewati dinding kaca bagian belakang rumahku. Beberapa burung terbang masuk kehalaman, kemudian hinggap di satu ranting pohon yang kecil namun kokoh, sibuk bercakap-cakap dengan teman satu spesiesnya. Aku berkedip beberapa kali. Suasana ini benar-benar hangat dan menyenangkan. Sebenarnya. Ya, sebenarnya, karena bagiku, waktu ini tak menyenangkan sama sekali.

Sejak setengah jam yang lalu, aku tidak menyentuh kopi yang ku seduh sama sekali. Kubiarkan kopi ini menjadi dingin tanpa ada niatan untuk meminumnya. Lalu kenapa aku membuatnya kalau untuk meminumnya saja aku enggan? Aku juga tidak mengerti. Aku hanya ingin membuatnya, namun tidak mau meminumnya. Tanganku terus mengaduk-aduk kopi ini dengan sendok hingga busanya hilang begitu saja.

Lagu menyenangkan yang kudengarkan pun tak mengubah perasaanku sama sekali. Padahal aku mendengarkan lagu ini dengan maksud untuk menghibur diri. Kata orang, mendengarkan lagu itu bisa mempengaruhi pikiran kita. Jadi aku mencobanya kali ini, saat aku sedang resah, aku mendengarkan musik yang menurutku bisa merefresh pikiranku. Tapi sepertinya perasaanku kali ini agak ngeyel. Aku tetap tidak merasa senang meski mendengar musik dengan alunan yang unik ini.

Aku menghela nafas. Sesekali aku melirik ponsel di samping cangkir kopiku yang berwarna putih. Sudah sejak dua minggu yang lalu ia tidak menghubungiku sama sekali. Kim Kibeom tidak menelponku ataupun mengirim pesan padaku. Ya, aku tahu sih kalau selama ini aku juga jarang mengirimnya pesan kalau dia tidak lebih dulu mengirim pesan padaku atau menghubungiku. Tapi aku tetap kesal, Kibeom yang biasanya paling tidak menelponku sekali dalam sehari, kini sama sekali tidak menghubungiku selama dua minggu. Kami juga tidak bertemu dalam waktu yang lama. Ia tidak pernah muncul tiba-tiba didepan rumahku lagi. Padahal biasanya saat hampir tengah malam ia akan datang dan melemparkan batu kerikil ke jendela kamarku untuk membangunkanku, kemudian kami akan makan ramen berdua di minimarket yang jaraknya duaratus meter dari rumahku. Aku juga sangat jarang melihatnya di kampus. Padahal biasanya aku akan melihatnya di studionya di kampus, lalu menatap wajah seriusnya yang sedang mengerjakan lukisannya hingga ia menyadari aku datang. Aku juga tidak bisa menemuinya di rumahnya. Apartemen yang ia tinggali selalu terkunci saat aku datang. Aku menghela nafas lagi. Aku kesal.

Aku sempat berpikir yang tidak-tidak, tentang, jangan-jangan ia bosan denganku? Atau mungkin dia sudah menemukan gadis lain yang jauh lebih cantik dari diriku dan sangat memenuhi kriterianya? Atau aku baru melakukan kesalahan padanya yang aku tidak tahu apa itu? Tapi kenapa Kibeom tidak pernah memberitahukan apapun padaku? Aku lebih senang jika ia akan marah saat aku melakukan kesalahan padanya. Lalu ia akan mencubit pipiku sampai merah dan ibujarinya membekas disana. Tapi kalau dia diam seperti ini, aku kan jadi tidak tahu apa kesalahanku yang sebenarnya! Aku bukan dukun atau peramal yang bisa tahu isi hati orang lain. Bahkan teman-temanku bilang.. dan Kibeom sendiri juga pernah mengatakannya, bahwa aku adalah gadis yang paling tidak peka didunia. Aku kurang sensitif untuk bisa mengetahui perasaan orang-orang disekitarku. Bahkan dulu aku sama sekali tidak tahu kalau Kibeom ternyata menyukaiku, dan aku kaget setengah mati saat ia menyatakannya padaku dua tahun yang lalu. Aku masih bisa merasakan debarannya hingga sekarang.


Aku mencoba menghubunginya lagi untuk yang keempat kali pagi ini. Aku sangat mengkhawatirkannya. Oke, sebenarnya lebih banyak ke mengkhawatirkan hubungan kami. Mungkin aku sedikit egois, tapi.. memang ini yang aku rasakan. Tapi aku tetap mengkhawatirkannya. Apa ada sesuatu yang terjadi padanya? Tapi sekali lagi telepon tidak tersambung. Dia mematikan ponselnya. Selama dua minggu.

"YA!! GEU JASSIK!!" aku berteriak ke arah ponselku, seakan aku meneriaki Kibeom yang sama sekali tidak bisa kuhubungi. Kubanting ponselku ke atas meja, kemudian mendengus dengan keras. Kusandarkan kepalaku pada kedua lenganku yang kulipat di atas meja. Nafasku memburu karena kekesalanku yang sudah memuncak sampai ke ubun-ubun. Apakah Kibeom yang katanya peka dengan perasaan orang lain itu tahu bagaimana perasaanku memikirkannya sekarang? Aku berteriak dalam hati. Aku sangat marah.

"Ya! Tak bisa kah tidak berteriak-teriak? Kau membangunkanku!" kudengar kakakku berseru dengan suara malasnya, kemudian kudengar ia menguap. Ia mendekatiku, mengambil cangkir kopiku dan meminumnya beberapa teguk. "Kamu hobi banget membuat kopi, tapi tak pernah meminumnya sama sekali!" katanya, kemudian duduk di kursi yang ada di hadapanku. Ia pasti tahu aku sedang kesal, tapi kakakku tak pernah menghiraukan emosiku. Bahkan ia akan bicara dengan nada biasa meski aku sedang menangis darah. "Kwon Jina!" ia memanggilku. Aku mendongak.

"Mwo??"

Kulihat kakakku itu benar-benar berantakan. Padahal biasanya ia terlihat rapi dan tampan, tapi saat bangun tidur ia akan tampak seperti monster dengan rambut coklatnya yang acak-acakan dan air liur di mana-mana. Aku tak mengerti kenapa banyak wanita mau menjadi fans seorang Kwon Jiyong ini.

"Bisa buatkan satu cangkir lagi?" katanya.

Kuambil ponselku, kemudian mengetukkannya di kening kakakku dengan keras. Ia berteriak marah padaku, tapi aku tak peduli. Aku bergegas pergi meninggalkannya. Masuk ke kamarku dan menghindarinya, sebelum ia membuatku merasa lebih kesal dari sebelumnya.

*

Kwon Jiyong, kakakku yang sekarang tampak lebih keren ini kini sedang duduk didepanku sambil menelpon pacarnya yang sedang berada di Jepang karena pekerjaan. Sesekali ia tertawa, kemudian mengusili pacarnya itu dengan candaan yang menurutku lumayan untuk dikatakan tidak lucu! Tapi kudengar samar-samar dari speaker ponselnya, pacarnya itu tertawa begitu riang. Aku mendengus. Entah kenapa aku merasa kesal melihat kemesraan kakakku dan pacarnya.

Aku menyandarkan punggungku di punggung kursiku. Kami sedang berada di kantin kampusku. Yah, kantin kampusku. Dan kakakku berada disini, menyuruhku menemaninya makan hanya karena ia kangen dengan masakan ibu kantin yang selalu ia makan saat makan siang waktu dulu ia masih duduk di bangku kuliah. Lalu dia pamer padaku dengan menelepon pacarnya dengan wajah berbinar-binar begitu. Rasanya aku ingin membalik meja di hadapanku ini dan pergi meninggalkannya setelah aku meninju wajahnya terlebih dulu.

Tapi keirianku ini bukanlah tidak beralasan. Ini semua karena hubungan kakakku dengan pacarnya itu berjalan dengan amat sangat mulus sekali, meski yah.. kadang ada sedikit cek cok. Tapi setelah itu mereka akan mengkoreksi diri mereka masing-masing, saling meminta maaf dan memaafkan. Kemudian semuanya selesai. Mereka berbaikan lagi. Itu semua membuatku iri mengingat posisiku sekarang sedang seperti ini.

Dibandingkan dengan mereka, aku dan Kibeom memiliki hubungan yang selalu terlihat sangat baik-baik saja. Mungkin karena kami berawal sebagai seorang teman baik yang sudah mengerti tentang pribadi masing-masing. Dari pada seperti pacar, kata orang kami lebih terlihat seperti teman. Hanya dibumbui dengan sedikit kesan romantis dari berpelukan dan mencium pipi. Selain itu, cara berinteraksi kami sama persis seperti saat kami belum pacaran. Saling mengejek, memukul kepala, mengacak rambut sampai berantakan adalah hal yang selalu kami lakukan.

Tapi ditengah hubungan kami yang seperti itu aku tidak mengerti kenapa Kibeom tiba-tiba memutuskan kontak denganku sama sekali. Aku jadi tidak mengerti dengannya. Apa ada yang salah denganku? Atau mungkin ia sudah tidak nyaman dengan cara kami berinteraksi?

Kurasakan seseorang mengetuk keningku dengan sendok, membuatku kembali dari lamunanku, kedunia nyata, dan menyadari bahwa kakakku yang baru saja memukulku dengan sendoknya. Rupanya ia sudah selesai mengobrol dengan pacarnya.

"Habis ini temani aku cari CD ya! Ada beberapa CD yang harus kubeli untuk siaran radio nanti malam!" katanya enteng, kemudian menyendokkan makanan kedalam mulutnya.

Biasanya sih aku selalu mengangguk mengiyakan apa katanya, tapi karena moodku sedang jelek hari ini, aku jadi menggelengkan kepalaku. "Engga ah.."

Kakakku mengerutkan keningnya. "Wae?"

"Umh.." aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling, mencoba mencari alasan untuk tidak mau ikut dengan kakakku, dan sesaat aku melihat Suzy, temanku melintasi kantin sambil meminum susu botol strawberrynya dengan sedotan. "Ah! Itu dia, Suzy! Aku mau melanjutkan artikelku untuk majalah!" Aku bergegas menggendong tasku dan menepuk pundak kakakku. "Kapan-kapan aku menemanimu, tapi hari ini pergi sendiri dulu ya, Oppa! Bye!" ujarku dan segera meninggalkannya tanpa menunggu jawabannya untukku.

"Suzy!! Kenapa baru datang??" aku berteriak padanya yang segera menoleh dengan kaget kearahku.

"Jina? Katanya kamu nggak.." aku segera mengisyaratkannya untuk diam sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya. Suzy segera menutup mulutnya dan menutupinya dengan tangan yang tidak memegang botol susu. "Wae?" ia berbisik padaku.

Aku tidak mengatakan apa-apa dan segera mendorongnya pergi dari kantin ke arah ruang klub kami. Aku tahu ia akan kesana sekarang, dan aku juga ingin kesana. Jadi aku tidak mau menunggu lagi sampai kakakku tahu kalau aku tidak benar-benar sedang ada urusan dengan Suzy hari ini.

*

"Kamu kenapa sih? Tumben sebel sama Jiyong oppa?" katanya sambil berkutat dengan pekerjaannya di atas meja. Matanya tak pernah lepas dari pekerjaannya meskipun ia sedang bicara denganku. Kebiasaannya fokus pada pekerjaannya memang hebat. Aku tidak menjawab, ia juga tidak mengulang pertanyaannya. Jadi aku merasa aku tidak perlu menjawabnya. Lagipula itu bukan pertanyaan yang jika tidak dijawab akan membuat salah satu dari kami mati kan?

Aku menatap layar laptopku, berusaha berkonsentrasi mengedit artikelku. Tapi aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi, dan pada akhirnya aku malah main Freecell berulang-ulang sampai bosan, kemudian menutupnya dan terbengong didepan laptopku tanpa melakukan apapun. Masih karena persoalan yang sama dengan sebelumnya.

Aku jadi tidak mengerti. Dulu cinta itu membuatku bahagia, tapi sekarang perasaan ini membuatku merasa bodoh karena aku tidak tahu aku harus bagaimana menghadapi masalah yang menyebalkan ini.

"Lemes banget sih?" Suzy mengomentariku sambil membersihkan mejanya yang penuh dengan sampah kertas hasil coret-coretannya. Entah apa yang ia kerjakan sampai menghabiskan kertas sebanyak itu.

"Kamu nggak go green, Suzy-a!" bukannya menjawabnya, aku malah balik mengomentarinya. Dia tidak menjawab, hanya memanyunkan bibirnya kearahku, kemudian memasukkan kertas-kertas itu kedalam tempat sampah.

"Masih belum ketemu Kibeom sama sekali?" tiba-tiba ia menanyakan itu. Aku hanya meliriknya sinis. Ia sebenarnya sudah tahu aku malas membicarakan soal ini. Tapi tetap saja, setiap melihatku seperti ini ia selalu menanyakannya meski sebenarnya ia sudah tahu jawabannya. "Kalian belum putus kan?"

"YAH!!" Aku hanya berteriak, mencoba memperingatkannya untuk tidak mencoba cari-cari tahu soal urusan orang lain. Tapi sebenarnya, aku juga berteriak karena kegugupanku. Aku gugup karena takut apa yang dibicarakan sahabat baikku ini benar-benar terjadi padaku.

Mungkin untuk sekarang aku hanya berpikir tentang alasan-alasan kenapa Kibeom sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya padaku. Aku berpikir tentang semua kelakuan buruk yang bisa saja dilakukan olehnya dibelakangku. Tentang dia selingkuh atau yang sebangsanya. Jujur saja, sebagai seorang gadis, aku sering berpikir tentang hal-hal seperti ini. Aku yakin gadis lain juga pasti berpikir sama jika mereka ada di posisiku. Tapi aku tak pernah berpikir, apakah sebenarnya kami sekarang sudah putus?

Memang tidak pernah ada kata putus muncul dari kami berdua. Aku bahkan tak pernah memikirkannya. Tapi entah dengannya, aku tak pernah berpikir ia ingin putus denganku. Tapi sekarang aku jadi berpikir tentang itu. Apa mungkin ia memutuskanku secara sepihak?

Entah kenapa tiba-tiba badanku jadi merinding. Aku terdiam memandangi layar laptopku yang masih menayangkan artikel yang sedang aku tulis untuk majalah kampus. Tapi sebenarnya aku tidak benar-benar memandang kesana. Tatapanku kosong, dan pikiranku terus mengarah pada Kibeom dan kata "putus" yang sesaat menjadi begitu terasa mengerikan buatku.

Apa dia benar-benar ingin putus? Kibeom ingin putus denganku?

Aku tak sadar, tiba-tiba aku menutup laptopku begitu saja. Menyambar ranselku, kemudian berlari keluar dari ruang klub majalah kampus ini dengan tergesa tanpa memperdulikan teriakan Suzy memanggilku dengan khawatir. Aku yakin ia tahu kenapa aku tiba-tiba seperti ini. Tapi aku tak mau terlalu repot memikirkannya. Yang aku butuhkan sekarang hanyalah kepastian dari Kim Kibeom tentang hubungan kami yang benar-benar absurd selama lebih dari dua minggu ini.

*

Aku harus mengambil sebuah tindakan, itu yang aku pikirkan sebelum aku akhirnya berlari ke arah apartemen yang ditinggali Kibeom sendirian saat ia di Seoul. Ia tidak tinggal dengan orang tuanya. Ia datang ke Seoul sendirian sejak masuk SMA. Yah, SMA adalah tempat dimana kami bertemu untuk pertamakalinya. Dimana kami menjadi teman sekelas dan dia duduk tepat dibelakangku. Kami kenalan untuk pertamakali karena jadwal piket kami sama, tapi karena ia malas mengerjakannya, ia hanya duduk di atas tumpukan meja sambil memegang alat pel sambil melihatku mengerjakan semuanya sampai bersih. Aku kesal pada awalnya, namun aku tidak menyangka di hari berikutnya ia memberikan satu plastik roti yang ia beli di minimart dekat apartemennya.

"Ini reward buatmu karena mau mengerjakan pekerjaanku juga! Maaf hanya bisa memberimu roti, tapi aku tulus lho! Makanlah sampai kenyang!"

Aku masih mengingat kalimat itu secara detail. Aku kaget ternyata aku masih mengingatnya. Entah kenapa kalimat itu mendadak membuat hatiku merasa sakit. Mengingat memori masa laluku dengannya, ditambah pikiran-pikiran burukku tentangnya.. aku jadi ingin menangis.

Perasaan marah ini menjadi sedih seketika.


Aku menggedor pintu apartemennya setelah aku sampai. Pintu apartemen ini masih terkunci. Seperti hari-hari yang lalu saat aku kemari untuk mencarinya. Tapi aku tidak akan menyerah. Aku menggedor pintu apartemennya dengan sangat keras sambil terus memanggil namanya dengan keras. Dengan nada semarah mungkin. Agar ia tahu aku kesal karena ia sama sekali tidak memberiku kabar selama ini.

"Kim Kibeom!! Yah! Keluar kau!! Kibeomi!!"

Aku masih terus menggedor rumahnya, sampai seorang ibu-ibu yang tinggal di kamar apartemen di samping kamar Kibeom keluar dengan wajah bingung karena mendengar ribut-ribut diluar kamarnya.

"Mencari Kim Kibeom-goon?" katanya. Aku langsung bergerak sopan, seakan kejadian beberapa detik yang lalu yang telah mengganggu penghuni kamar apartemen yang lain itu tidak pernah terjadi. Aku mengangguk sopan padanya, mengisyaratkan pada ibu itu untuk memberitahukan dimana bocah tengik ini berada. "Ia biasanya pergi pagi-pagi sekali, lalu ia akan pulang larut. Sekitar.. pukul duabelas malam. Aku juga tidak tahu apa yang dilakukannya akhir-akhir ini! Tapi saat kutanya, ia hanya menjawab dengan 'ada banyak urusan' itu saja!"

Jam duabelas malam? Apa yang dia lakukan dengan berangkat saat subuh dan pulang begitu malam? Dia tidak ke kampus karena aku tidak pernah melihatnya. Selain itu, aku tidak tahu ia berada dimana. Sesaat aku merasa gagal. Aku pacarnya, dan aku tidak tahu dimana tempat ia biasa berada.

Jujur saja kami memang tidak seperti pasangan lain yang punya tempat favorit atau suatu hal unik yang bisa mereka kenal dengan kekasih mereka. Kami tidak begitu tertarik dengan itu. Tempat yang sering kami kunjungi untuk bertemu adalah minimart, rumahku, atau kampus. Selain itu kami jarang kemana-mana. Walau begitu, tempat itu juga tidak begitu istimewa bagi kami. Dan itu semua membuatku tidak tahu ia sedang berada dimana.

Sebelum ia menghilang, kami tidak mengobrolkan hal penting apapun selain mengomentari tentang baju yang dipakai mahasiswa-mahasiswa di kampus kami. Kibeom sangat suka dengan fashion. Berbeda denganku yang tidak begitu memperhatikannya, ia amat sangat memperhatikan penampilannya saat pergi keluar rumah. Ah, ataukah mungkin ini karena aku tidak berpenampilan cantik seperti apa yang ia inginkan? Apa ini karena aku tak mau mengganti tas bututku ini dengan yang baru yang lebih bagus? Pikiran tentang alasan-alasan itu kembali menyeruak ke kepalaku. Membuatku sakit kepala, dan memilih menghilangkan pikiran-pikiran itu sambil menunggu Kibeom pulang. Sampai jam berapapun aku akan menunggunya disini.

*

"Masuk saja nak, diluar dingin lho!" ibu-ibu yang sama dengan yang keluar saat aku datang siang tadi berkali-kali menyuruhku masuk kedalam apartemennya. Menawariku tempat lebih baik untuk menunggu Kibeom, juga menawariku untuk makan malam disana. Namun aku selalu meminta maaf dan menolaknya dengan halus.

"Tidak, bu, terima kasih!"

Aku memilih duduk didepan pintu apartemen Kibeom dan memakan wafer coklat yang kutemukan di saku ranselku untuk mengganjal perut. Pokoknya aku tidak boleh pergi dari sini.

Berjam-jam aku disini sendirian, rasa bosan segera melanda. Aku mendengus, kemudian beranjak dan mengenakan ranselku. Aku tidak akan pulang. Aku hanya ingin berjalan-jalan sebentar, mengulur ototku yang sudah terasa kaku karena terlalu lama berdiam diri di satu tempat tanpa melakukan apapun.

Aku menuruni tangga menuju kebawah sambil melihat kesana kemari. Melihat-lihat kamar-kamar yang semuanya terlihat sama dari luar. Seperti yang sering aku lihat di drama televisi. Mungkin tinggal disini asik ya? Pikirku bodoh, kemudian aku tersenyum sendiri walaupun tidak ada yang lucu. Sampai aku mendengar seseorang memanggilku dengan suara yang sudah sangat lama tidak aku dengar di telingaku, namun masih begitu familiar. Suara uniknya yang hanya dimiliki olehnya.

"Kamu ngapain disini?" katanya. Aku segera menoleh, dan sejenak aku kehilangan senyumku. Aku memandangnya dengan diam. Tidak segera menyapanya, atau memarahinya seperti apa yang aku ingin lakukan sebelumnya. Aku hanya terdiam, sampai ia mencubit pipiku pelan dan menggoyangkannya. "Oi! Kamu ngapain disini?"

"Uh.. aku.." aku bingung kenapa aku jadi berdebar-debar. Aku jadi kehilangan kalimat yang ingin aku teriakan dengan begitu keras padanya. Kenapa aku jadi seperti ini?

"Masuk dulu ke kamarku yuk! Jawabnya nanti juga nggak apa-apa!" katanya dengan senyum terulas di bibir tipisnya itu.

Namun sebelum ia sempat benar-benar pergi dari hadapanku untuk masuk kekamar apartemennya, tiba-tiba aku mendapatkan keberanianku kembali. Aku sudah ingat apa yang ingin aku katakan. Aku sudah tahu bagaimana cara berteriak padanya. Kepalan tanganku pun sudah siap jika aku harus menghajarnya.

"YA! Aku nggak bisa menghubungimu selama dua minggu lebih, Kim Kibeom! Apa yang kamu lakukan selama ini tanpa memberiku kabar sama sekali?" kalimat itu meluncur dengan begitu lancar dari bibirku. Aku memandang kearahnya dengan tatapan yang berbeda dari sebelumnya. Aku mengeratkan kepalan tanganku. Ingin rasanya aku segera memukulnya, namun aku masih menahannya. Aku ingin mendengarkan alasannya.

Mimik wajahnya berubah dengan segera. Aku tidak tahu mimik wajah itu menunjukkan apa, tapi ia tidak terlihat ceria. Ia tidak mengatakan apapun. Hanya memandangku dalam diam dan seperti sedang mencari-cari jawaban untuk menjawabku.

"Apakah ada gadis lain..?" entah kenapa malah itu yang keluar dari bibirku. Aku ingin mengoreksinya, rapi hal itu hanya akan membuat kemarahanku jadi fail.

"Aku.. sakit.." ia memandangku dengan tatapan polos. Terlihat datar, namun terasa sedih saat melihatnya begitu.

"M-mwo?" aku mengendurkan kepalan tanganku.

"Aku.. dokter memvonisku sakit keras.. dan penyakit itu tidak akan bisa disembuhkan, Jina-ya.." katanya dengan suara sedikit bergetar. Sesaat rasanya hatiku terjatuh dan pecah tepat di samping kakiku. Kim Kibeom sakit, dan ia tidak mengatakan apapun padaku? Ia menyembunyikannya selama ini? Ia tidak menghubungiku sama sekali karena ini?

"Neon baboya??" aku berteriak, namun suaraku juga bergetar sama sepertinya. Aku berusaha menahan air mata yang sudah hampir memenuhi kelopak mataku. Aku tidak ingin menangis Kibeom yang bodoh itu.

"Aku tidak mau memberitahumu.. karena aku takut.. kamu nggak bisa menerimanya Jina-ya.." aku bisa melihat airmatanya jatuh. Ia menangis. Satu tangannya segera menyeka air mata yang membasahi pipinya. Kudengar ia menyedot lendir di hidungnya. "Mianhae.. tapi.. aku tidak mau kamu tahu! Aku tidak mau membagi kesedihanku denganmu.. aku ingin menyembunyikannya.. makanya aku tidak menghubungimu selama dua minggu ini!"

Ia terisak. Kibeom berulang kali menghapus airmatanya dan terisak. Sedangkan aku hanya terdiam membatu memandang kearahnya yang begitu terlihat menyedihkan.

"Aku melakukan teraphy di rumah sakit, saat ini aku juga baru saja pulang dari sana! Aku berharap theraphy bisa menyembuhkanku.. atau paling tidak.. bisa menunda kematianku.."

"Kibeom-a.."

"Aku tidak pernah berniat memberitahukannya padamu! Aku tidak ingin kau sedih karenaku, Jina-ya! Aku berencana menyimpan ini semua sampai mati! Aku tidak ingin kamu menatap kasihan kearahku! Aku tidak mau senyummu menghilang karena aku.." Kibeom tak bisa membendung tangisnya lagi. Ia menunduk. Terisak begitu keras. Kedua tangannya terus menyeka airmata yang mengalir deras dari kedua matanya, hingga ujung lengan jaketnya basah karena air mata.

Aku masih berusaha membendung airmataku sendiri. Aku tidak mau menangis. Aku tidak ingin menambah kesedihannya dengan menangis sepertinya. Yang aku lakukan hanya mendekatinya, kemudian memeluknya sehangat mungkin. Aku ingin bisa menjadi orang yang selalu menenangkannya di saat apapun. Aku tidak ingin Kibeom menderita sendirian. Aku ingin Kibeom membaginya denganku. Karena aku kekasihnya, juga temannya yang akan selalu ada untuknya apapun masalah yang ia hadapi. Aku ingin ia mempercayaiku.

"Kibeom-a.. uljima~!" aku mengusap punggungnya lembut. Ia terisak di pundakku setelah membalas pelukanku dengan melingkarkan kedua tangannya di bahuku. Aku tidak tahu bagaimana sakitnya dia, tapi aku berusaha untuk ikut merasakannya.

Kulepas pelukanku, kemudian memandangi wajah Kibeom yang begitu berantakan. Ia kusut karena airmata, membuatku semakin berusaha untuk menguatkan diri. Jika tidak dengan sekuat tenaga menahannya, bulir air mata ini pasti sudah jatuh begitu saja ke pipiku.

"Kibeom-a.. aku Kwon Jina adalah pacarmu, juga temanmu! Kamu nggak perlu menyembunyikan apapun dariku! Jangan sakiti dirimu sendiri seperti ini! Aku jadi sedih kalau kau seperti ini, Kim Kibeom!" aku menangkupkan kedua tanganku ke pipinya dan memandangnya serius. "Sekarang kamu ceritakan padaku, apa sebenarnya yang kamu alami, Kibeom-a! Aku akan membantumu menghadapinya! Arrachi?"

Kibeom mengangguk. Aku melepaskan tanganku dari wajahnya, menunggu jawaban darinya yang sebenarnya membuat hatiku begitu sakit. Rasa marah yang awalnya berkecamuk dalam hatiku langsung menghilang begitu saja setelah mendengar cerita panjangnya yang begitu menyakitkan.

Sekali lagi ia menyeka air mata dikedua matanya. Kemudian memandangku dengan matanya yang mulai sembab, "Aku sakit Jinayensis disease.." aku terpaku. Aku tak pernah mendengar nama penyakitnya, namun aku merasa sangat familiar dengan namanya. "Itu adalah penyakit dimana aku tidak bisa melepaskan diri dari Kwon Jina yang sudah membuat hatiku jatuh ke tangannya!" dan sebuah senyum lebar terukir di wajahnya secara tiba-tiba.

"M-mwoya? Kamu jangan main-main.." salah satu bagian perasaanku masih mengkhawatirkannya, sementara sebagian lainnya sudah mencoba mempercayai kalau dia sedang mengerjaiku.

"Ternyata akting ku boleh juga ya?" Ia tertawa begitu lepas. Suara tawa khasnya yang hanya bisa kudengar keluar dari tenggorokannya. Dan sekarang aku yakin, ia memang sedang mengerjaiku.

"KIM KIBEOM!!" aku berteriak padanya, sementara ia masih tertawa terbahak-bahak padaku.

DUAK!!

Aku memukul wajahnya. Ia terhuyung sedikit kebelakang karena pukulanku yang cukup keras, namun tidak cukup kuat untuk membuatnya jatuh ke tanah. Nafasku menjadi begitu berat. Aku memandang kearahnya dengan marah, sementara ia masih tertawa sambil memegangi pipinya.

Dan akhirnya aku menangis. Entah aku menangisi apa, aku sendiri tidak mengerti. Aku terlalu bingung. Pikiranku terlalu absurd. Semua pikiran buruk itu, bercampur dengan permainan yang baru saja ia lakukan padaku. Ia mempermainkan perasaan dan pikiranku sedemikian rupa hingga hatiku terasa begitu sakit. Aku terisak. Aku membiarkan airmataku turun begitu deras membasahi pipiku hingga kemudian menetes dan jatuh ke tanah. Aku ingin ia tahu bahwa aku benar-benar menangis karenanya. Ia harus tahu betapa kesalnya aku sekarang.

"Ki Kibeom neon baboya!! Kamu nggak tahu bagaimana aku memikirkan hal yang tidak-tidak tentangmu, hah?? Kamu nggak tahu bagaimana aku mengkhawatirkanmu selama kau sama sekali tak bisa kuhubungi! Aku mengkhawatirkan hubungan kita! Aku takut kamu nggak menyukaiku lagi! Aku takut kamu meninggalkanku! Aku takut terjadi apa-apa padamu, Kibeomi.. jinjja.." aku terisak. Nafasku begitu sesak sekarang. Aku menyeka air mataku dengan lengan sweaterku asal. "Kibeomi.. neon.." aku tak bisa meneruskannya lagi. Terlalu banyak kalimat dikepalaku yang ingin aku katakan kepadanya hingga aku bingung harus mengatakan yang mana. Tapi sepertinya ia tahu semua maksudku, saat akhirnya ia merengkuhku kedalam pelukannya yang begitu hangat dan tetap membuatku nyaman meskipun aku sedang kesal padanya.

"Mianhae~ aku hanya ingin memberikan kejutan buatmu, kalau aku baru menang dalam kompetisi lukis antar mahasiswa tingkat nasional!" katanya, masih memelukku yang terisak di bagian depan bahunya. Ia kemudian melepaskanku, dan memandang kearahku dengan senyumnya. "Sebenarnya aku baru pulang dari rumahmu, tapi kata omonim kamu belum pulang! Kamu juga meninggalkan ponselmu dirumah, aku jadi tidak bisa menghubungimu sama sekali! Jadi aku berencana untuk mengabarimu besok!" ceritanya padaku.

Isakanku mereda. Jadi ini semua karena ia mengikuti kompetisi?

Aku berusaha menatap Kibeom yang juga sedang menatapku. Aku ingin mengetahui lebih jelas tentang ini. "Aku menghabiskan lebih dari satu minggu untuk menyelesaikan lukisanku, makanya aku tidak bisa menghubungimu sama sekali. Aku mengurung diri di studio temanku. Tiga hari yang lalu aku baru keluar untuk mengantarkannya, dan hari ini pengumumannya keluar! Aku mendapat juara umum!" jelasnya panjang. "Maaf aku nggak memberitahumu sebelumnya! Aku lupa!" ia tertawa.

Perasaanku berubah lagi dengan cepat. Aku jadi merasa jauh lebih lega sekarang. Jadi semua kekhawatiranku selama ini sama sekali tidak terbukti. Itu semua karena pikiranku sendiri. Perasaanku yang sangat absurd ini bukan karena Kibeom, tapi karena diriku sendiri. Aku jadi merasa sangat bodoh. Aku merasa malu karena telah berprasangka macam-macam padanya.

"Senyum donk.. kan sekarang kita udah ketemu lagi!" ia menggodaku, meletakkan kedua ibujarinya di kedua ujung bibirku dan menariknya ke dua arah, membuat bentuk senyum pada bibirku. Tapi yang aku lakukan malah memukulnya untuk menjauhiku. Aku masih sedikit kesal padanya karena telah menggodaku sampai perasaanku jadi bermacam-macam.

"Aku nggak bohong lho soal penyakitku itu!" ia mengacak rambutku riang. "Aku benar-benar sakit Jinayensis disease! Penyakit Kwon Jina addict!" katanya.

Ia memegang kedua bahuku saat dengan cepat ia mengecup bibirku. Membuat bibirku yang terasa dingin itu menjadi sedikit hangat. Ia memejamkan matanya, begitu juga denganku. Merasakan kehangatannya yang ia salurkan melalui bibir kami yang saling menempel. Dan entah mengapa ciuman polos ini membuatku menjadi lebih tenang. Hingga beberapa saat kemudian ia baru melepaskannya dan tersenyum padaku. "Saranghae.." katanya.

Aku mendengus, kemudian mencubit kedua pipinya dengan cukup keras dan menarik kedua pipinya berlawanan arah. "Awas ya kalau kamu berani melakukannya lagi!" aku mengancamnya. Ia menjawab dengan rintihan kesakitan dan sedikit tawa di antaranya, sementara tangannya mengacak rambutku sampai benar-benar berantakan. Meski begitu aku senang, ternyata ia tidak pernah meninggalkanku. Aku juga tidak akan pernah meninggalkannya. Aku akan terus disampingnya apapun yang terjadi.

Kim Kibeom, na do saranghae..

-END-

HWAHAHAHAHA!!!

comment juseyo~^^

-Keep Shine Like HIKARI-

4 comments:

  1. Ahhh, Kibeom-aaahhh, kamu meni imut >.<
    Aku baru tahu loh nulis nama asli sebenarnya Kim Kibeom bukan Kim Kibum, jadi selama ini aku salah TT^TT

    Eh kalo aku komen di blogmu misalnya kamu bales komenan aku nggak akan ada notif ya? Soalnya kalo di wordpr*ss mah suka ada notif kalo ada balesan. Mian ya kalo misalnya kamu bales komen aku dan aku nggak bales komen kamu tidak lain tidak bukan adalah karena aku ga tau XD

    Nanda, pernah coba bikin FF action? XD

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahaha.. gomawo~ *lho? yg dikatain imut kan kibeom~* kkk
      tp klo romaji kan emg kadang eo itu jadi u.. tp kata mas ku yg belajar basa korea itu salah~ ><

      iya, emang gapernah ada notif.. aku juga mesti buka blog langsung kalo komen di blogspot orang(?) dan pengen liat komenku d bales apa engga sih~ :))
      semoga kedepannya blogspot dibikin sistem notif~ hahaha

      action.. ada bau2nya action dikit sih pernah.. tp ya itu, fail~ ><
      blm bisa bener-bener dapet serunya soalnya~ knp? :)

      btw sangkyuu~!!^o^

      Delete
  2. ngakak.. Jinayensis disease.. Tau arti jinayensis ga? Ith artiny 'tinggal di jina' lol.. Ith sbnerny mirip nama spesies mahluk purba cnth : homo erectus soloensis ~> manusia yg berdiri tegak dan tinggal di solo, ato homo erectus mojokertensis ~> manusia yg berdiri tegak dan tinggal d mojokerto..

    overall ceritany bgus..
    pas kibum cuma becanda th rasany pen nampol ampe bonyok.. Dah tau ceweny dah ketar ketir gt.. Lol

    nice~

    ReplyDelete
    Replies
    1. please deh rik.. jangan semua muanya di artikan pake ilmu pengetahuan ngapa? jadi menghilangkan kesan sesuatu tau -____-

      thx~

      Delete