Sunday, June 19, 2011

My Brother [LAST PART]

Disini ada sedikit adegan action.. tp gw kayaknya emang ga terlalu bakat bikin adegan action, jadilah seadanya..
tapi gw berharap eksekusinya engga menyebalkan yaa..
setiap bikin FF atau Fiction, gw selalu takut di bagian eksekusi sebenernya.. takut nggak memuaskan~ >_<
tapi semoga ini bisa memuaskan! gomawo~!^^

My Brother "Happy End"


"Oppa.. Jhoayo~!" sekali lagi aku mendengarnya. Namun kali ini suaranya sedikit bergetar. Aku terus melirik ke arahnya, tidak tahu apa yang harus aku perbuat. Ini pengalaman pertamaku menghadapi kejadian seperti ini. Seorang gadis menyatakan perasaannya padaku, dan dia menangis di hadapanku. Apa yang harus aku lakukan?? Aku hanya bisa membiarkannya memelukku hingga ia melepaskannya sendiri. Meski sebenarnya aku tahu bagaimana perasaanku tapi, ini tidak semudah yang dipikirkan.

***

Aku terjaga sepanjang malam. Lihat mataku! Ada lingkaran hitam di sekelilingnya. Hahh.. karismaku akan menghilang hari ini! Gara-gara kejadian semalam, aku jadi merasa bodoh. Setelah Min Yeon menyatakan perasaannya padaku, ia meminta maaf dan berlari pulang sendirian, meninggalkanku kebingungan di taman kota tempat kami bertemu waktu itu. Aku lupa untuk mengantarnya. Semoga ia baik-baik saja.

Setelah cukup dengan lamunanku, aku beranjak bersiap ke sekolah. Aku tidak akan menemui Min Yeon dulu hari ini. Aku tahu hati seorang gadis pasti akan sangat malu di saat-saat seperti ini. Makanya aku memilih langsung ke sekolah, tidak menjemputnya terlebih dulu.

Aku berjalan dan memperhatikan sekelilingku. Entah kenapa, rasanya hari ini begitu menyegarkan. Padahal aku tidak bisa tidur semalaman. Tapi bukannya mengantuk, aku merasa senang. Belum pernah kurasakan udara pagi se lezat ini. Dan tanpa sadar aku tersenyum sendiri. Aku masih terkena efek kejadian semalam. Meski aku kaget, tapi aku benar-benar merasa bahagia. Sebelumnya aku belum pernah merasakannya. Bahkan ini kali pertama aku merasa menyukai seseorang.

"Annyeong!" aku menyapa Yo Seob, salah satu teman sekelasku saat aku ingin mengambil sesuatu di loker sekolah. Loker Yo Seob berada tepat di sebelah lokerku. Aku yakin kini ia bertanya-tanya ada apa denganku, karena aku jarang sekali menyapa seseorang ketika bertemu.

Benar saja, ia mengernyitkan keningnya sambil memandangku aneh. "Kamu sakit?" komentarnya seraya memasukkan sebuah buku kedalam tasnya. Aku hanya menanggapinya dengan senyum simpul tanpa balik memandangnya. "Aneh!" komentarnya lagi, kemudian menutup pintu lokernya. Ia beranjak pergi dari hadapanku, namun sesaat kemudian ia kembali dan menepukku. "Tadi ada yang memasukkan sesuatu ke lokermu!" ujarnya memberitahuku.

"Jincha?" tanyaku, kemudian memeriksa isi loker. Dan benar saja aku menemukan secarik kertas yang aku rasa aku tidak pernah memasukannya. Aku membuka dan segera kubaca isinya. "Ya! Neon! Aku pinjam ponselmu!" teriakku panik pada Yo Seob setelah membaca isi surat itu. Yo Seob sudah pergi ke arah kelas kami, namun aku segera menghentikannya dengan tampang panik.

"W..wae yo? Kenapa tiba-tiba?" Ia bertanya kaget. Aku tidak menjawab lagi, hanya bisa menginstruksikannya untuk meminjamkan ponselnya padaku. Tanpa bertanya lagi, ia memberikan ponselnya dan aku segera menelpon seseorang. "Ya! Apa ada sesuatu yang gawat?" tanya Yo Seob melihat kepanikanku. Namun aku tidak menjawab, hanya bisa menunggu seseorang di sebrang menjawab teleponku.

"Cepatlah angkat! Ayoo.. ah! Min Yeon-a..~ neon gwaenchana?? Aku Jun Hyung!" aku segera berteriak sesaat setelah orang yang aku hubungi mengangkat teleponku.

"J..jun Hyung oppa? Waeyo?" Min Yeon yang berada di sebrang bertanya padaku dengan nada bingung dan sedikit gugup. Hahh.. rasanya seperti melepaskan tali yang mengikatku dengan erat. Lega sekali aku mendengar suaranya. Sepertinya ia baik-baik saja. Aku tersenyum lega. "O..oppa? Ada sesuatu yang terjadi?" tanya Min Yeon lagi.

Aku tersenyum dan melepaskan nafasku pendek. "Ahni.." jawabku lega tanpa menjelaskan lebih lanjut ada apa sebenarnya. "Hati-hati ya! Pulang nanti aku akan menjemputmu! Bye!" lanjutku menutup pembicaraan kemudian menutup ponselnya dan mengembalikannya pada Yo Seob yang sejak tadi menunggu di hadapanku dengan tampang panik bercampur heran. "Gomapda!" ujarku padanya seraya mengembalikan ponselnya.

Ia menerima ponselnya, kemudian mengantonginya. Aku meninggalkannya duluan menuju kelas, namun aku bisa mendengar gumaman terakhirnya setelah aku mengembalikan ponselnya. "Sakit nih anak!"

***

Setelah sebelumnya mengantar Min Yeon pulang, akhirnya aku kembali ke kamar sewaku untuk beristirahat sebelum akhirnya aku part time lagi nanti malam. Namun saat beberapa meter sebelum aku sampai, aku melihat sebuah mobil berwarna hitam mengkilat berhenti didepan gedung dimana aku menyewa salah satu kamarnya, dan aku melihat beberapa orang keluar dari dalam mobil bersama seorang wanita dan mereka menuju ke kamar sewaku. Melihatnya, aku segera berlari mendatangi mereka.

"Permisi! Ada yang bisa di bantu?" tanyaku pada mereka. Setelah aku melihat mereka dari dekat, aku bisa tahu mereka pasti datang untuk mencari Gi Kwang.

Wanita dengan stelan warna cream itu menoleh ke arahku. "Kau Yong Jun Hyung?" tanya wanita itu padaku. Ibu Gi Kwang. "Kau menyembunyikan anakku lagi?" ujarnya. Rasanya aku jadi seperti Yoon Ji Hoo yang menyembunyikan Goo Joon Pyo saat ia melarikan diri dari rumah. Tapi kali ini, si Goo Joon Pyo itu benar-benar tidak datang ke rumahku.

"Anda mencari Gi Kwang?" tanyaku pada Lee ahjumma, ibu Gi Kwang. Ia tidak menjawab, tapi aku tahu dari tatapan matanya ia menginginkan jawabanku tentang itu. "Saya tidak bertemu dengannya hari ini! Apa dia pergi dari rumah lagi?"

"Ia tidak pulang sejak sore kemarin meninggalkan rumah! Aku pikir ia sedang berada denganmu hari ini! Kau yakin tidak membohongiku?" tanya Lee ahjumma lagi padaku. Awalnya aku terpaku pada bahwa aku tidak bersalah kali ini. Gi Kwang tidak datang ke rumah sejak kemarin, terakhir kami bertemu kemarin adalah saat ia datang ke minimart dan menemaniku part time. Namun aku menyadarinya sesaat. Aku mengambil selembar surat yang masih ku kantongi, selembar surat yang di masukkan oleh entah siapa kedalam loker ku.

...Ancamanmu sudah berada ditanganku sekarang.. mungkin ia lebih penting dari yang penting bagimu? Aku sudah bilang kau tidak boleh gegabah denganku!...

"AHHH!!!" aku berteriak sendiri menyadari kebodohanku. Kenapa aku tidak tersadar! Pantas saja hari ini aku tidak melihatnya di sekolah. Bukan Min Yeon yang mereka maksud, melainkan Gi Kwang! Tapi dari mana mereka tahu soal Gi Kwang?? Aku kadang berusaha menjauhinya juga karena hal ini.

Aku segera berlari masuk kedalam rumah untuk mengambil sesuatu, dan tak lama aku berlari keluar lagi untuk mencari Gi Kwang. Aku mendengar Lee ahjumma berteriak-teriak memanggilku dan entah apa yang di teriakkannya, aku tidak memperdulikannya. Walaupun setelah ini aku harus mati tanpa kehormatan, aku tidak peduli.

***

Kalau aku tidak salah ingat dan jika markas kecil mereka belum pindah, aku tahu dimana mereka akan menyembunyikan sandera. Semoga saja ia tidak melakukan apapun pada Gi Kwang. Aku mengendap-endap. Tempat ini sepi. Mungkin mereka semua sedang berada di luar. Tapi tidak mungkin semuanya keluar jika ada sandera didalam.

Aku melihatnya. Gi Kwang. Ia baik-baik saja didalam sebuah ruangan dengan ukuran cukup besar. Seperti sebuah garasi. Dan anak itu tengah duduk sambil menundukkan kepala dan memeluk kakinya. Aku bergegas berlari ke arahnya dan mengajaknya pergi dari sana.

"Kwangi-a!" panggilku padanya. Aku menggoyangkan badannya. Tapi ia tidak bergeming. "Kwangi-a! Ini aku, Jun Hyung! Neon gwaenchanayo?" ujarku lagi padanya. Mungkin ia tidak mendengarku tadi. Aku kembali mengguncangkan badannya. Namun tidak semudah yang aku bayangkan untuk menyelamatkan orang. Bukannya gerombolan si berat itu yang tiba-tiba datang. Tapi Gi Kwang malah menepis tanganku tanpa mengangkat wajahnya. "K..kwangi-a?"

"Pergilah!" ujarnya pelan. Aku tertegun, apa yang aku dengarkan barusan benar? Aku hanya memandangnya dengan tatapan tak percaya. Ini kah jawaban dari seseorang yang menjadi sandera dan hendak di selamatkan? "Yong Jun Hyung! Pergilah!" ujarnya lagi.

"Kwangi-a..? Kau kenapa?" tanyaku peduli.

"Kau peduli padaku? Atau hanya karena kau takut pada ibuku? Kau tidak tulus kan sebenarnya?? Aku pikir dulu meski kau terlihat sok dingin dan menyebalkan, kau tetap seorang kakak yang baik untukku! Tapi aku tahu kau yang sebenarnya lebih jahat dari yang aku pikirkan!" ujarnya padaku. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang di katakannya. "Kau masih ingin berpura-pura? Aku mempercayaimu tentang semuanya, Yong Jun Hyung! Tapi kau menghianatiku! Aku melihatnya semalam! Kau dan Min Yeon-ssi!"

Ahh.. jadi itu? Soal itu? Aku hendak tertawa sebenarnya. Ia marah padaku hanya karena itu? Tapi jika dilihat, ia benar-benar marah padaku. Tapi kenapa ia sampai menyimpulkan hal buruk tentangku seperti itu hanya karena ia melihatku dan Min Yeon-ssi semalam?

"Jadi pergilah sendiri! Aku tidak tertarik lagi!" ujarnya mengusirku.

Aku menarik nafas sejenak, kemudian mengeluarkannya melalui mulut. "Setidaknya pikirkan omonim! Ia datang ke rumahku hari ini untuk mencarimu! Setidaknya kau keluar dari sini untuknya! Bukan untukku atau yang lain! Oke?" ujarku bijak padanya. Dan pada akhirnya Gi Kwang mengangkat wajahnya dan memandangku tajam. Dia seperti bukan Gi Kwang. "Kau boleh memusuhiku setelah ini, tapi biarkan aku menyelamatkanmu untuk menebus dosaku! Aku yakin kau tidak suka berada disini!" lanjutku lagi.

Gi Kwang tidak menjawab, tapi aku tahu ia bersedia diselamatkan. Tapi lagi-lagi tidak semudah apa yang aku bayangkan. Gerombolan si berat itu pada akhirnya datang dan mencegat kami sebelum kami sempat beranjak pergi dari tempat semula. Ini seperti adegan film action. Aku harap aku bisa seperti tokoh utama di serial-serial yang dapat mengalahkan banyak orang dalam sekali nafas.

"Mau menyelamatkannya? Sudah aku bilang kau jangan gegabah!" ketua mereka angkat bicara lagi. "Bergabunglah dengan kami kembali untuk menebus dosamu pada kami, dan aku akan melepaskannya!" ujarnya lagi padaku sambil sesekali memperhatikan kuku di tangan kanannya. "Kuku ku sedang rapi, jangan membuatku merusaknya hari ini!"

"Begitu saja?" tanyaku padanya. Ia tersenyum padaku dengan tampang mengolok. Aku mencoba mencari celah di tengah berdiskusi dengannya. Dan akhirnya aku mendapatkannya. "Baiklah, lepaskan dia dulu!" ujarku. "Sekarang!" Dan mereka melepaskan Gi Kwang. Ia melirik ke arahku, dan aku menginstruksikannya untuk keluar dengan tatapan mata.

Semuanya yang berada didalam ruangan terdiam. Begitu juga denganku. Dan 1.. 2.. 3.. aku kabur! Aku mulai berlari keluar dari sana setelah mendapatkan celah. Siapa yang mau mengikuti mereka lagi setelah aku merasakan akibat yang mereka timbulkan? Aku pernah hampir mati karena sebuah peluru beberapa tahun yang lalu. Dan hampir tertangkap polisi karena mereka terkena jebakan, namun aku berhasil menyelamatkan diri tanpa bantuan mereka. Makanya terakhir kali aku bekerja untuk mereka, aku membuat mereka rugi besar dan pada akhirnya mereka tertangkap polisi namun tidak bisa menyeretku karena aku tidak meninggalkan jejak sama sekali. Itulah yang mereka maksud aku berhutang kepada mereka.

Gi Kwang yang berjalan didepanku kaget saat melihatku tiba-tiba berlari kabur. Awalnya ia memandangku tak percaya, namun sesaat kemudian ia sudah mengikutiku berlari setelah aku menariknya untuk berlari bersamaku. Sudah lama aku tidak merasakan hal menegangkan seperti ini sejak aku berhenti jadi bawahan gerombolan si berat itu.

Tapi seperti di film-film action, pasti bakal ada yang mengejar dan menghadang. Dan tanpa disangka tiba-tiba dua orang menghadang kami di depan. Namun mungkin karena kekuatan adrenalin, aku berhasil menendang keduanya jatuh dan kami kembali berlari. Seperti sepasang pahlawan ahli kung-fu, aku dan Gi Kwang menjatuhkan semua yang menghadang kami, dan bukannya merasa takut, kami berdua malah merasakan hal ini menyenangkan. Bekerja sama dalam ketegangan untuk melawan musuh-musuh kami. Rasanya benar-benar seperti film.

Tapi pada akhirnya kami tidak mampu melawan mereka saat aku melihat salah satu dari mereka membawa pistol dan mengarahkannya pada kami. Aku langsung terdiam begitu melihatnya tidak main-main. "Kau takut dengan benda ini?" katanya padaku, kemudian menarik pelatuk pistol itu. Ia benar-benar tidak main-main sekarang. "Karena kau tidak menuruti perkataanku, aku tidak bisa bertoleransi lagi. Selamat tinggal!"

Orang itu mengarahkan pistolnya pada Gi Kwang dan segera melancarkan tembakan ke arahnya. Refleks, aku melindungi anak itu, dan aku rasakan Peluru itu mencoba menembus punggungku. Tidak hanya sekali. Tidak tahu sudah berapa peluru yang ia tembakan ke arahku. Namun sesaat kemudian aku merasakan Gi Kwang melepaskan perlindunganku dan mendorongku hingga aku terjatuh.

"AARRRHHHGG!!!" aku mendengar teriakannya, dan suara tubuhnya jatuh terhempas ke jalan beraspal ini. Aku melirik ke arahnya. Anak itu jatuh meringkuk kesakitan sambil memegangi dada kirinya. Apakah pelurunya menembus jantung?

"TIDAK!!" aku berteriak. Sepertinya orang-orang itu masih ingin menghabisi kami, karena meski Gi Kwang sudah sekarat, ia kembali menembakkan peluru ke arahnya, namun aku berhasil melindungi anak itu, dan tak lama terdengar suara sirine mobil polisi mendekat ke arah kami. Mungkin karena mendengar suara tembakan berulang kali, polisi yang sedang patroli segera datang. Namun orang-orang itu berhasil kabur sebelum polisi-polisi itu datang. "Gi Kwang-a!! Bangun kau! Ya!" aku berteriak-teriak sambil beberapa kali menampar wajahnya pelan. "Ya!! Kenapa kau sok pahlawan begitu? Kau pikir kau kebal peluru??" aku berteriak lagi.

Aku lihat Gi Kwang masih kesakitan, namun sesaat  ia memandang ke arahku, kemudian tersenyum kecil. "Ya! Yong Jun Hyung! Aku sudah seperti pahlawan kan?" ujarnya kemudian terkekeh, tapi sesekali ia merintih kesakitan. Anak ini?? "Meski aku marah padamu hyung, tapi aku tidak bisa melihatmu mengorbankan diri seperti tadi!" ujarnya masih dengan senyum kekanak-kanakannya.

"Kau bodoh! Aku melindungimu karena aku memakai jaket anti peluru! Aku tahu hal ini akan terjadi! Kenapa aku harus punya adik sebodoh kau?? Sok keren!" ujarku jujur padanya. Gi Kwang terkekeh kecil, kemudian merintih lagi. Aku mulai panik sekarang, dan tanpa sadar aku menangis untuk yang pertama kalinya sejak terkahir kali aku menangis pada umur 6 tahun.

***

Aku mendengar suara langkah kaki berjalan dengan cepat ke arahku yang sedang duduk di lorong rumah sakit. Aku masih mengenakan seragam yang berlubang di beberapa tempat di punggung akibat tertembus peluru. Namun jaket anti peluruku kini berada di tangan polisi yang akan mengidentifikasi kasus ini.

"Oppa! Neon gwaenchana??" aku mendengarnya berseru padaku dan mempercepat langkahnya. Aku mendongak melihat wajahnya. Aku lihat wajah cemas Min Yeon, ia mungkin sangat menghawatirkanku sekarang. Ia memegang-megang bahuku, kemudian wajahku untuk mengecek apakah aku benar-benar baik-baik saja. Namun aku segera memegang tangannya dan menurunkannya dari wajahku.

"Bukan aku yang seharusnya kau khawatirkan, tapi dia!" ujarku kemudian beranjak dan melihat pasien di dalam ruangan yang aku maksud melalui kaca pintu. Tampak Gi Kwang dengan banyak sekali selang masih belum sadar. Ia baru dipindahkan dari ruang gawat darurat ke kamar biasa karena dokter sudah menganggap keadaannya baik-baik saja. Namun masih tetap belum ada yang boleh menjenguk.

Min Yeon ikut melihat Gi Kwang yang berada di dalam kamar. Namun sesaat kemudian ia melihat ke arahku. "Oppa.." gumamnya.

Aku tersenyum kecil, mencoba tampak baik-baik saja. "Anak itu.. aku tidak tahu apa yang dipikirkannya dengan mengorbankan dirinya." ujarku. Aku kembali duduk dan menyandarkan punggungku di punggung kursi. "Aku berdosa padanya.." gumamku, kemudian melepas nafas pendek sejenak. Aku benar-benar merasa berdosa padanya.

***

Aku telah memutuskan sesuatu hari ini. Kini aku tengah menunggu Min Yeon di halaman rumah sakit. Gi Kwang masih belum sadar, dan semalam aku sudah sempat pulang, mengambil beberapa bajuku dan kembali pagi ini untuk melihat keadaannya. Aku masih belum memberitahu Lee ahjumma. Jujur saja, aku takut ia akan melaporkanku ke polisi dengan tuduhan pembunuhan. Aku tidak tahu apa kemungkinan yang bisa terjadi. Makanya aku tetap menyembunyikan keadaan Gi Kwang.

Tak lama Min Yeon datang, dan aku berdiri dari dudukku menyambutnya. Aku tidak menyapanya, hanya memperlihatkan senyum tipis padanya. "Oppa.. ada apa mencariku?" katanya gugup padaku. Apakah seorang gadis selalu seperti ini saat orang yang ia cintai sudah tahu bahwa ia mencintainya? Tidak mengatakan apapun, aku segera memeluknya erat. "Oppa..? Ada apa?" katanya heran. Mungkin ini tidak seperti aku, tapi biarlah.

Setelah aku rasa cukup, aku segera melepaskan pelukannya, kemudian mengambil sesuatu yang aku kalungkan di leherku. Aku belum pernah menceritakan tentang ini? Dulu Min Yeon pernah memberikanku ini, ia bilang ia membuatnya sendiri saat kelas kesenian. Sebuah kalung dengan bandul berbentuk Pikachu yang dibuatnya dari manik-manik. Alasannya memberikannya padaku adalah karena aku teman satu-satunya saat itu. Tapi aku menyadarinya sekarang, bukan itu alasan sebenarnya.

"Berikanlah ini pada Gi Kwang!" ujarku seraya memberikan kalung itu pada Min Yeon. Min Yeon tampak heran menerima kalung buatannya itu. "Dengar. Aku tidak akan mengulanginya!" ujarku padanya. Aku memegang kedua bahunya dan menatapnya lekat. "Jhoayo.. Min Yeon-a! Saranghandago!" ujarku. Min Yeon memandangku dengan tatapan tak percaya. Namun sebenarnya ini bukan merupakan jawabanku terhadap pernyataannya. "Aku juga menyayangi adiku, jadi tolong kau jaga Gi Kwang!" ujarku lagi.

"Eh.. oppa? Apa maksdumu?" tanya Min Yeon heran.

"Tolong berikan cintamu padaku itu untuk Gi Kwang. Aku tidak bisa lebih berdosa padanya lagi. Makanya sekarang aku harus pergi!" jawabku. Aku kemudian memeluk Min Yeon lagi. "Aku akan meninggalkan Seoul untuk sementara waktu. Mungkin aku tidak akan bertemu denganmu ataupun Gi Kwang. Dan saat kita bertemu lagi nanti, berjanjilah aku pasti akan melihat kalian berdua tersenyum dengan tulus padaku!" ujarku lagi dengan tulus dan masih memeluknya erat. Aku merasakannya lagi. Kaos di bagian dadaku basah. Ia menangis lagi. Namun aku membiarkannya menangis dalam pelukanku. Kali ini aku tahu bagaimana caranya menghadapi seorang gadis yang tengah menangis.

***

4 Tahun kemudian.

Sebuah kehidupan baru aku dapatkan ketika aku meninggalkan Seoul. Aku hidup berpindah dari satu kota ke kota lain. Namun karena hal itu, kini aku bisa pulang ke Seoul dengan hasil. Kini aku adalah seorang composer. Walaupun sebelumnya aku tidak pernah mengerti musik, tapi kehidupanku selama 4 tahun ini membuatku belajar segalanya tentang musik. Sekarang aku sedang dalam masa liburan. Aku mengambil cuti selama sebulan, dan rasanya aku ingin menengok kembali apa yang telah aku tinggalkan 4 tahun yang lalu.

Aku menengok kamar sewaku yang lama. Kata ibu pemilik, kamar itu tetap kosong setelah aku meninggalkannya. Ternyata memang tidak ada yang mau menempati kamar seperti itu selain aku. Aku memeriksanya lagi, tidak ada yang berubah sedikitpun dari kamar itu. Tatanan perabot, poster, bahkan baunya. Bahkan beberapa barangku yang tertinggal tidak di keluarkan dari kamar ini.   Rasanya aku ingin tinggal di tempat ini lagi. Makanya aku menyewa tempat ini lagi selama sebulan untuk liburanku.

Hari ini weekend. Mungkin sebaiknya aku kembali bernostalgia dengan hiburan rakyat di taman kota. Pertunjukan kecil yang selalu diadakan disana setiap weekend. Kini beberapa musisi disana menyanyikan lagu yang aku buat.

"Jun Hyung oppa?" tiba-tiba aku mendengar suara seseorang memanggilku. Aku menoleh. Bukan seorang gadis cantik yang datang, melainkan Gi Kwang. Ia baru saja menggodaku. Ia berjalan ke arahku dengan senyum lebar dan melambaikan tangannya. Aku tersenyum tipis. Tidak bisa dipungkiri, aku merindukannya. Sudah empat tahun aku tidak merasa terganggu, dan itu malah sangat menggangguku!

"Jincha..!" gumamku dengan senyum simpul di bibirku.

Tiba-tiba ia melemparkan sesuatu ke arahku. Reflek, aku menangkapnya. Sebuah kalung, dengan bandul pikachu dari manik-manik. Aku memandang heran ke arah Gi Kwang. "Aku tidak mau pakai itu! Kekanak-kanakan sekali! Biar hyung saja yang pakai!" ujarnya padaku. Ia kemudian menghentikan langkahnya, berjarak sekitar satu meter denganku. "Dulu aku sedikit kekanak-kanakan, hyung! Tapi sekarang aku berbeda! Aku relakan Min Yeon-ssi untukmu!" ujarnya. "Ini tidak menyenangkan tahu, pacaran dengan orang yang berada di balik bayang-bayangmu! Dan aku tidak mau melihat senyum pura-pura Min Yeon-ssi untukku! Meski senyumnya untukmu, tapi aku ingin melihat yang tulus darinya!"

Aku tidak menjawabnya. Dengan gayaku yang biasanya, aku menunggu keterangan darinya lagi. Gi Kwang duduk di tepi pagar tembok taman, hanya tampak seperti menempelkan pantatnya di pinggir pagar tembok itu, sambil melipat tangan di dadanya. "Min Yeon-ssi sudah cerita semuanya tentang hyung! Aku sadar prasangkaku saat itu salah besar! Ternyata kau benar-benar hyung-ku! Hyung, saranghaeyo~!" ujarnya kemudian terkekeh.

"Ya! Kau gila!" komentarku padanya, namun aku juga ikut tertawa. Anak ini tidak pernah tahu yang namanya malu!

"Hyung harus berjanji padaku mulai sekarang. Jaga Min Yeon-ssi dengan baik! Aku mempercayakan Min Yeon-ssi padamu! Sebesar aku percaya padamu sebagai seorang adik! Arra?" ujarnya padaku sambil memegang pundak kiriku dengan tangan kanannya.

Aku tersenyum tipis dan memandang tajam ke arahnya. "Kata-katamu seperti kakek-kakek!" jawabku sambil mengacak rambutnya dengan semangat, dan kami tertawa kecil sejenak. Sampai tak lama kemudian aku melihat seseorang yang aku harapkan datang dengan wajah malu-malu. Shin Min Yeon. Mungkin ia sudah mendengar obrolan kami sejak tadi. Tidak mungkin lagi, ini sudah pasti.

Aku tidak bisa melakukan apapun. Tidak kusangka kini hubungan kami jadi canggung seperti ini. Aku tidak dapat menyembunyikan senyumku. Sesaat, Gi Kwang mendorongku ke arah Min Yeon. Aku memandang ke arah lain dengan gugup dan tanpa senyum. Namun sepertinya Min Yeon lebih santai menghadapiku. Ia tersenyum lebar padaku hingga eye smilenya terbentuk. "Oppa! Welcomeback!" ujarnya padaku.

Aku tersenyum tipis kemudian. "Aku sudah membaca novelmu!" ujarku segera tanpa membalas salam selamat datangnya. "Benarkah aku se keren itu?" lanjutku bertanya. Min Yeon tersenyum lebar, namun wajahnya terlihat malu-malu. Aku mengacak rambutnya pelan. "Gomapda!" ujarku tulus padanya. Jadi kalian bisa menyimpulkan sendiri, bagaimana hubungan kami bertiga setelah ini?^^


***THE END***

GOMAWO!!^^
terima kasih sudah mengikuti serial FF b2st "My Brother" dan jangan bosen-bosen baca FF saya yang kadang suka bikingeleng-geleng kepala karena.. ya.. ehem..
oke! don't forget to leave a coment too..^^
*dan.. entah kenapa saya jadi merasa ter doktrin sama b2uty yang nyuruh saya bikini ini..*

-Keep Shine Like HIKARI-

2 comments:

  1. ahjumma!, kali ini kesalahan km fatal bgt.. Subject dlm bahasa korea km kykny ktuker deh..
    Na/nan/naneun/naega = aku
    neo/neon/neoneun/niga =kamu

    kykny km ktuker deh aturany "nan" km jd "neon" ampe bingung ak bca ne crita.. @@

    reiy_pop

    ReplyDelete
  2. makasih koreksinya kakak bom!^^
    lagi belajar..jadi masih bingung~
    lain kali kalo ada yang salah tolong di koreksi ya~!^^

    ReplyDelete