PART 6!!!!
gatau kapan nih bakalan kelar.. mungkin 2 atau 3 part lagi..
abisnya semakin lama gw mikir kelanjutannya, semakin nambah aja scene menarik yang pengen gw masukin disini..
yang ini.. gw kok agak ga yakin sama hasilnya~ selain yang part ini di tulis pas gw lagi bad mood, di sini emosi gw, eh, Chaeyong juga terbagi-bagi.. jadinya.. yah~ gitu deh.. baca aja yaa >_<
Bagaimana kalau mulai hari ini.. kita jalan..YoonHee-a~
gatau kapan nih bakalan kelar.. mungkin 2 atau 3 part lagi..
abisnya semakin lama gw mikir kelanjutannya, semakin nambah aja scene menarik yang pengen gw masukin disini..
yang ini.. gw kok agak ga yakin sama hasilnya~ selain yang part ini di tulis pas gw lagi bad mood, di sini emosi gw, eh, Chaeyong juga terbagi-bagi.. jadinya.. yah~ gitu deh.. baca aja yaa >_<
I don't Understand
Bagaimana kalau mulai hari ini.. kita jalan..YoonHee-a~
“Nan
baboya~” gumam Chaeyong yang kini
tengah duduk dengan memeluk kedua kakinya di bangku taman yang sepi dan tanpa
penerangan yang cukup. Hanya ada beberapa lampu yang dapat menerangi beberapa
sudut saja. Satu kalimat yang baru saja didengarnya itu terus berputar di
kepalanya, tidak bisa berhenti meski ia menghendakinya. “Aku seharusnya tahu
ini akan terjadi..” desisnya pada dirinya sendiri. Ia memeluk kakinya dan
membenamkan wajahnya di antaranya. Berusaha menghapus perasaannya, seperti yang
sebelumnya ia lakukan.
***
Tomorrow morning.
Serasa menghadapi hari baru bagi
Joongki. Hari ini ia harus memastikan perasaannya yang dianggapnya salah itu menghilang.
Setelah bersiap-siap untuk berangkat bekerja, ia keluar dari kamarnya menuju
dapur untuk sarapan sebelum pergi meninggalkan rumah. Ia hanya menemukan ibunya
yang kini tengah memasak, dan ayahnya yang sibuk di depan laptopnya. Entah
sedang mengerjakan apa. “Yongi belum muncul?” Tanya Joongki setelah duduk di
meja makan.
“Mungkin dia sudah pergi tadi pagi!
Eomma tidak menemukannya di kamar..” Jawab ibunya tanpa ada rasa curiga sedikitpun. Joongki mengangguk-angguk
saja. Mungkin adiknya sedang ada urusan hari ini, makanya berangkat pagi-pagi.
Usai sarapan, Joongki bergegas keluar
untuk berangkat kerja setelah pamitan dengan kedua orang tuanya. Namun sebelum
ia benar-benar berangkat, ia memeriksa ponselnya terlebih dahulu, kemudian
memencet beberapa nomor. Ia menghubungi seseorang.
“Ne,
oppa?” seseorang di sebrang menjawab
begitu nada sambung berhenti.
“Kita berangkat sama-sama ya! Tunggu
aku di halte!” katanya dengan senyum cerah, kemudian segera menutup ponselnya.
Ia menarik nafas panjang, kemudian
menghembuskannya melalui mulut dengan sedikit menggembungkan pipinya. Sesaat
kemudian ia melangkahkan kaki keluar dari gerbang rumahnya untuk bekerja.
***
Jinki’s scene
Aku tidak tahu kenapa, bayangan
tentang curhatan Chaeyong itu masih melayang-layang di kepalaku sampai hari
ini. Yah, memang baru kemarin dia bicara padaku. Menyesakkan! Rasanya aku tidak
ingin menemuinya untuk hari ini. Mungkin dengan begitu perasaanku jadi lebih
baik setelahnya, dan aku bisa menemuinya seperti biasa.
Namun sepertinya Tuhan tidak
mengijinkanku untuk tidak bertemu dengannya sehari pun. Karena tepat dimana aku
meniatkannya, Chaeyong tiba-tiba muncul di hadapanku, berjalan dengan lunglai
dan wajah yang sangat kuyu. Ia di kampus, tapi tampilannya tidak seperti orang
yang mau pergi kuliah. Celana training panjang, kaos klub, dan vest tebal juga
sportbag yang biasa ia gunakan saat berangkat latihan. Melihatnya benar-benar
membuatku tidak bisa untuk tidak memperdulikannya. Baiklah, kalau ini apa yang
Tuhan inginkan, aku akan melakukannya. Aku tidak mungkin meninggalkan temanku
yang bentuknya benar-benar tak wajar seperti itu.
Setelah kutarik nafas dan
mengeluarkannya untuk menenangkan diri, aku berjalan ke arahnya dengan ekspresi
seperti biasa. “Oi, Yongi~! Kau kenapa?” tanyaku padanya. Ia tidak mendongak,
matanya tetap mengarah ke tanah. “Ya~!”
aku mengibas-ngibaskan tanganku di hadapannya. Namun ia tak bergeming. Aku
menggoncang-goncangkan tubuhnya.
BRUK! Jidatnya
sukses mendarat di bahuku. Dia pingsan?? Berulang kali ku tepuk-tepuk
punggungnya. Kemudian ku tegakkan badannya yang berhadapan denganku itu. Ku
goncang-goncangkan lagi. Ia tidak bangun. Ku periksa panas tubuhnya.
“AHHHH!!!” Aku
berteriak panik. Badannya sangat dingin. Aku mulai bingung. Apa yang harus
kulakukan?? Masa dia mati di hadapanku?? “Yongi-a~! Jangan mati!! Ya~!!”
aku berteriak heboh. Dan di saat seperti ini, malah tak ada seorang pun di
sekitar kami. Semua orang menghilang entah kemana. Ini sudah waktunya kuliah,
tapi tak seorang pun muncul di dekat kami. “Ah!! Dowajuseyo~! Yongi-a!
Jangan mati!!” aku berteriak lagi.
Namun di tengah
kepanikanku, kudengar sebuah suara. Dari arah Chaeyong. Dengkuran lirih. Eh?
Dia tidur?
Jinki’s scene END
---
“Emghh..”
Chaeyong menggeliat, dan sedikit-sedikit membuka matanya. Pelan-pelan ia mulai
terjaga, dan mendapati dirinya tengah tidur sebuah ruangan yang serba putih. Ia
melihat ke sekeliling. Selimut menutupi badannya, di sebelah kanan terdapat
gorden putih besar, di kirinya ia bisa melihat meja dengan banyak
barang-barang, lemari berisi banyak obat, dan beberapa kursi yang terletak
tidak beraturan. Dilihat dari ciri-cirinya, ruangan ini adalah ruang
kesehatan. Ya, Chaeyong tengah berada di ruang kesehatan kampus.
Ia mengacak
rambutnya, kemudian turun dari ranjang putih itu dan memakai sepatunya. “Oh,
kau sudah bangun?” seseorang memanggilnya dari arah pintu. Chaeyong mendongak.
Ia mendapati seorang dokter wanita baru datang membawa kantung plastik berisi
sesuatu. “Kau lapar? Aku baru beli makanan!” katanya ramah.
“Terima kasih..”
jawab Chaeyong sungkan. Setelah ia mengikat tali sepatunya, Chaeyong mengambil
sport bagnya, dan bergegas keluar ruang kesehatan setelah berpamitan dengan
dokter yang berjaga. Tapi sampai diluar pun, Chaeyong masih tidak tahu ia mau
melakukan apa. Dilihatnya arloji di tangannya, jam 12 siang. Jadwal kuliah juga
tidak ada, mungkin lebih baik pulang? Tapi dia sedang tidak ingin bertemu
dengan Joongki.
“Chaeyong-a?” di tengah lamunannya, seseorang
memanggilnya. Chaeyong mendongak.
“Chicken hyeong?” katanya.
“Kamu sudah
bangun?” Jinki mempercepat jalannya mendekati Chaeyong. Ia membawa makanan di
dalam tas plastik. “Duduk disana yuk! Kita makan!” Jinki menunjuk ke arah
bangku tak jauh dari mereka, kemudian menarik Chaeyong yang memilih pasrah
karena ia tidak punya pilihan lain untuk dilakukan.
Mereka duduk.
Jinki mengambil bakpow yang dibelinya di kantin seusai kelas, kemudian
memberikannya pada Chaeyong. “Meogeo!”
katanya. Chaeyong menerima bakpow itu, namun tidak segera memakannya. Jinki
mengambil bakpow isi ayamnya, dan memakannya. Ia juga lapar.
“Aku hampir
jantungan waktu tadi kau tiba-tiba tidur! Kupikir kau pingsan! Semalam tidak
tidur sama sekali? Lingkar matamu sampai sebesar itu..” komentar Jinki dengan lagak seperti tidak pernah terjadi
apapun. Di hatinya.
“Hehe..”
Chaeyong nyengir seadanya.
“Suhu badanmu
juga dingin sekali! Sampai kaget, kupikir kau mati!” komentar Jinki lagi.
Chaeyong hanya tersenyum. “Kau.. lagi ada masalah ya?” katanya peduli.
“Ahniyo.. hyeong~!” jawabnya.
Mereka memang
baru kenal beberapa tahun ini setelah Chaeyong mulai kuliah di universitas ini,
tapi Jinki kenal betul tentang Chaeyong, meski tidak semuanya. Dari yang
dilihatnya, ia bisa tahu bahwa temannya itu tidak sedang baik-baik saja. Ia
melirik Chaeyong, namun tidak ingin mengganggunya dulu. Mungkin Chaeyong perlu
menyimpan semua masalahnya untuk diri sendiri. Tidak semua orang suka urusan
mereka di campuri. “Kalau sesuatu mengganggumu, kau bisa cerita padaku! Aku..”
Jinki menggantung kalimatnya, setelah cukup yakin, ia melanjutkannya. “Aku akan
selalu ada untuk mu, apapun yang terjadi!” Jinki menepuk bahu Chaeyong pelan,
kemudian melanjutkan makannya.
Chaeyong melirik
Jinki yang kini tengah memandangi taman di hadapan mereka. Ia ingin sekali
menceritakan sesuatu, tapi mulutnya seperti terkunci untuk menceritakan hal ini.
Ia merasa tidak mau menceritakan kesedihannya itu pada bocah laki-laki itu.
Entah kenapa ia tidak mau bebannya menjadi beban Jinki juga. Sampai pada
akhirnya ia mulai menggigit bakpownya, matanya tak lepas dari Jinki.
***
"Ige mwoya?" tanya YoonHee begitu melihat Joongki memberikan sesuatu dalam genggamannya. YoonHee membuka genggaman tangannya. Sebuah cincin. "Eh?"
"Cincin couple! Aku sering melihat pasangan memakainya!" jawab Joongki sambil memperlihatkan jari manisnya yang juga memakainya.
"Kenapa kau melakukannya sejauh ini, oppa?"
"Sudah, pakai saja!" kata Joongki dengan senyum lebar. Tak ada pilihan lain bagi YoonHee selain memakainya. Mereka pacaran sekarang, meski YoonHee tidak yakin dan Joongki hanya menggunakan hal ini untuk menghilangkan perasaannya pada sepupunya. Meski Joongki menampakkan (sedikit) keseriusan, YoonHee tetap tidak bisa menanggapi serius tentang ini. Ia belum bisa sepenuhnya menunjukkan perasaannya pada Joongki. Bahwa ia menyukai Joongki sejak awal.
***
Chaeyong’s scene
Mendadak aku
muak dengan basket. Ini sudah waktunya latihan terakhir sebelum besok kami
bertanding. Tapi rasanya aku enggan untuk datang. Karena orang yang sudah
membuatku mencintai basket, mencampakkanku secara tidak langsung. Emh..
mencampakkan? Bukan. Bahkan aku belum pernah bilang padanya kalau aku
menyukainya. Tapi kemarin aku melihatnya menyatakan cinta pada orang lain.
Uggh.. aku harus menahan air mataku.
Sejak malam itu
aku memutuskan untuk tidak pulang, bahkan setelah aku pamit pulang pada Jinki
oppa di kampus, aku malah pergi entah kemana, dan sekarang aku sedang duduk di
halte bus setelah turun dari salah satu bus yang aku tumpangi. Aku tidak tahu
harus pergi kemana. Aku tidak membawa semua uangku, bahkan aku lupa membawa
ponselku sejak kemarin. Aku tidak bisa pulang ke rumah ayah dan ibu. Hari juga
sudah hampir gelap, haruskah aku tidur seperti gelandangan hari ini?
Aku melongok
kesana kemari, mencari sesuatu yang aku pun tidak mengetahuinya. Rasanya hampa.
Lebih baik aku disini saja sampai perasaanku sedikit membaik dan aku bisa
pulang.
Chaeyong’s scene
END
***
“Chaeyong.. dia
belum pulang..” Song-ahjumma menjawab
telepon dari seseorang yang mencari Chaeyong. Namun bocah itu tidak di rumah
sekarang. “Ah.. maaf, tapi saya tidak tahu. Apa pak pelatih sudah menghubungi
ponselnya?”
“Ia tidak
mengangkat teleponnya, makanya saya menghubungi ke rumah. Saya pikir Jang
Chaeyong sedang sakit!” jawab suara dari sebrang. Coach klub basket Chaeyong.
Hari ini gadis itu tidak datang, padahal besok ia harus berlaga di partai
perempat final.
“Ah ye.. nanti akan saya hubungi pak pelatih
kalau Chaeyong sudah pulang! Baiklah, terima kasih kembali..” Song-ahjumma menutup teleponnya.
“Eomma, aku pulang~!” dari pintu depan
terdengar suara seruan Joongki disertai suara pintu yang baru tertutup. Setelah
melepas sepatunya, ia datang menghampiri ibunya. “Kenapa muka ibu begitu? Ibu
sakit?”
“Kau tahu
Chaeyong dimana? Pak pelatih mencarinya! Katanya dia tidak datang waktu
latihan, padahal besok dia harus bertanding.” Jelas ibunya tanpa Joongki harus
bertanya terlebih dahulu. “Ia juga tidak pulang tadi. Apa dia baik-baik saja
ya?”
Joongki
menghubungi ponsel Chaeyong. Dan bersamaan dengan itu, terdengar suara berisik
musik dari dalam kamar Chaeyong. Joongki masuk kedalam kamar itu dan
memeriksanya. ‘Joongki hyeong
calling..’ itu yang tertulis di layar ponselnya. Joongki mematikan ponselnya,
dan dengan kesadaran penuh ia memeriksa ponsel adiknya itu. 5 Pesan dari ibu
Chaeyong yang tertulis dikirim kemarin tidak dibuka, juga belasan panggilan
dari teman basket dan pelatihnya tadi sore tidak diangkatnya. “Sudah dari
kemarin? Masa Chaeyong sama sekali tidak memeriksanya?” gumam Joongki.
Ia memeriksa
sekitar kamar. Backpack yang biasa digunakan Chaeyong untuk kuliah juga
dirumah. Malah sport bag dan beberap peralatan basket yang tidak ada. Kalau dia
baru berangkat hari ini, seharusnya tadi ia pulang. Tapi coach bilang Chaeyong
tidak datang. Tadi pagi ibu Joongki bilang adiknya tidak ada di kamar sejak
pagi, dan ia tahu kemarin adiknya ada latihan. Ia berpikir sebentar. Itu
artinya bocah itu tidak di rumah sejak kemarin. “Apa jangan-jangan..” bisik
Joongki pada dirinya sendiri, namun memenggalnya.
Ia keluar dari
kamar Chaeyong, kembali memakai sepatunya sambil mengirim pesan pada seseorang.
Setelahnya, ia tampak menghubungi seseorang melalui ponsel.
“Joongki-ya, kau mau kemana?” tanya Song-ahjumma
segera, melihat anaknya tampak tergesa-gesa seperti itu, padahal baru pulang
bekerja.
Joongki tidak
menjawab. Ia hanya mencium tangan ibunya dan bergegas. “YoonHee-a~! Bisa bantu aku sebentar?” katanya
setelah orang di seberang mengangkat teleponnya.
***
Jinki’s scene
Di tengah
perjalananku ke rumah, ponselku berdering. Tanpa berhenti aku memeriksanya.
“Joongki hyeong?” gumamku. Ku baca pesannya.
Apa chaeyong bersamamu? Hubungi balik jika kau tahu dia dimana! –Joongki-
Dua kalimat itu
membuat langkahku terhenti. Aku membuka phone book di ponselku, mencari
namanya, kemudian menghubunginya. “Hyeongnim,
waeyo? Terjadi sesuatu pada
Chaeyong?” tanyaku segera setelah ia mengangkatnya. Aku berdoa, semoga tidak
seperti apa yang kutakutkan. Semoga tidak terjadi apa-apa pada bocah itu.
Dan seiring aku
menelpon hyeongnim, aku menyanggupi permintaannya. “Tolong cari Chaeyong dan
bertemu denganku di taman jam 10, ketemu atau tidak!” katanya.
---
Tidak ada hal
lain yang kulakukan selain mencari bocah itu. Berlarian di tempat-tempat yang
kupikir akan dikunjunginya. Mencarinya di kampus, di tempatnya biasa latihan
basket, di kedai tempat biasa kami makan, menelpon beberapa teman sekelasnya
yang kukenal. Namun hasilnya nihil.
Karena lelah,
sebelum pukul 10 aku sudah berada di taman kota tempat Joongki hyeong memintaku
bertemu. Aku duduk di salah satu bangku disana, menunggunya datang. Semoga ia
menemukan bocah itu. Meskipun aku benar-benar merasa sakit karenanya, tapi aku
tidak bisa membiarkannya celaka, karena hal itu akan lebih menyakitkan untukku.
Di tengah
lamunanku, akhirnya seseorang datang, bersama seorang lagi. Itu pasti Joongki hyeong dan.. seorang gadis.. tapi itu bukan
Chaeyong. “Jinki-ya~! Kau
menemukannya?” tanya Joongki hyeong padaku.
“A.. ahniyo, hyeong..” jawabku jujur, namun mataku masih tak lepas dari gadis
itu, dan otakku bertanya-tanya. Siapa gadis yang bersama Joongki hyeong itu.
Aku seperti pernah bertemu dengannya.
“Dia YoonHee!
Kalian pernah ketemu di pameranku!” seperti tahu apa yang aku pikirkan, Joongki
hyeong menjawab bahkan sebelum aku berpikir untuk bertanya padanya. Ah.. aku
ingat, dia gadis adik kelas Joongki hyeong itu!
Kami terdiam
canggung. Sesekali aku melihat YoonHee noona itu berbicara pada Joongki hyeong
dengan wajah khawatir. Dan tanpa sengaja aku melihat.. cincin pasangan di jari
manis mereka. Kalaupun ini kebetulan, apakah harus terjadi dalam keadaan
seperti ini? Jika apa yang aku pikirkan benar, aku tahu kenapa Chaeyong
menghilang sekarang. Dia merasakan hal yang sama yang terjadi padaku. Joongki hyeong yang di
sukai oleh Chaeyong, kini pacaran dengan YoonHee noona.
“H..hyeongnim.. kupikir aku harus pulang!
Sekarang sudah malam, besok aku harus kuliah pagi..” tiba-tiba saja mulutku
bicara, seperti tanpa di perintah oleh otak. Setelah aku memikirkan banyak hal
yang baru sebatas dugaanku saja.
“Ah, benar! Aku
juga harus mengantarkan YoonHee..” ia menjawab sambil melihat ke arloji di
pergelangan tangan kirinya. “Baiklah, kalau kau bertemu dengan Chaeyong, tolong
hubungi aku ya!” katanya.
Aku mengangguk
padanya, dan ia bergegas pergi dengan YoonHee noona. Joongki hyeong menggandeng
tangannya. Tak salah lagi, mereka memang pacaran.
Aku berbalik,
berjalan pulang. Namun sedikit demi sedikit, aku merasa seperti orang jahat.
Tak bisa dipungkiri, aku senang setelah mengetahui Joongki hyeong pacaran
dengan YoonHee noona. Tapi disisi lain, aku mengutuk diriku sendiri karena aku
senang orang yang aku cintai sedang menderita karena hal itu. Apa yang harus
aku lakukan. Aku tidak tahu. Kukepalkan tanganku kuat-kuat. Yang penting
menemukannya dulu sebelum terjadi sesuatu padanya.
Jinki’s scene END
***
Joongki’s scene
Apa yang
sebenarnya terjadi dengan Chaeyong? Bahkan kemarin pagi ia masih bercanda
denganku seperti biasa. Kenapa tiba-tiba ia kabur dari rumah? Apa ada sesuatu
yang membuatnya kesal di rumah? Ayahku? Ibuku? Atau aku? Apa dia marah padaku
karena sesuatu. Aku tak bisa berhenti memikirkannya. Meskipun kini YoonHee
berada di sampingku, tapi tak bisa dipungkiri jika aku masih memikirkan
Chaeyong. Aku merasa membohongi perasaanku sendiri karena sekarang aku pacaran
dengan YoonHee, namun jika perasaan ini ku teruskan, aku merasa bodoh karena
aku mencintain adikku sendiri.
“Oppa~” tiba-tiba YoonHee memanggilku.
Sepertinya ia tahu apa yang aku pikirkan.
“Mianhae..” tanpa berhenti melangkah
mengantarnya kerumah, aku menjawabnya.
“Meminta maaf
untuk apa?” YoonHee bertanya dengan lembut. “Kau menyesal pacaran denganku?”
“YoonHee-a..”
“Sudah kubilang,
oppa hanya membohongi perasaan oppa sendiri!” YoonHee mengulang
kata-kata yang pernah ia katakan padaku.
Aku berhenti,
tanpa melepaskan gandengan tanganku aku berbalik dan memandang ke arahnya.
“Biarkan aku tetap seperti ini.. jebal~” di akhir kalimatku, tiba-tiba saja
setitik air mata keluar dari mataku. Aku menunduk dan segera menghapusnya.
Entah apa yang YoonHee pikirkan tentangku. Aku merasa bersalah pada YoonHee.
Dia rela menerimaku meski ia tahu aku tidak mencintainya.
“Oppa.. uljimayo~” tangan YoonHee menghapus air mataku. Ia memelukku
hangat, kemudian menepuk-nepuk punggungku, rasanya nyaman, seperti saat aku
memeluk ibuku disaat aku merasa sangat terpuruk dulu. Kubiarkan kepalaku
terbenam di bahunya. Kubalas pelukannya. Ia masih menenangkanku. Seharusnya aku
malu sebagai seorang laki-laki. Aku merasa sangat rapuh.
“Mianhae..” kukatakan sekali lagi
padanya. Ia tidak menjawab. Hanya anggukan yang ia berikan padaku, dan
tangannya masih menepuk pundakku lembut.
Joongki’s scene END
***
“Jangan-jangan
dia di serang preman.. ah tidak~ jangan berpikiran buruk, Lee Jinki!” Jinki
terus menggumam sepanjang perjalanan saat ia mencoba mencari Chaeyong. Ia
menghawatirkan keadaan gadis itu, yang mungkin saja sekarang sedang dalam
bahaya. “Ah, tapi kalau itu benar.. bagaimana ini?? Aku nggak bisa beladiri~!”
Jinki memeras otaknya, bingung dengan fantasinya sendiri.
Namun di tengah
fantasinya yang kelewatan karena kebanyakan nonton drama itu, ia melihat sosok
mungil yang familiar, tengah duduk di sebuah halte tak jauh dari tempatnya
berdiri sekarang. Ia memandangi orang itu seksama, dan segera yakin bahwa orang
itu adalah bocah yang di carinya sejak tadi. Jang Chaeyong.
“Yongi~!”
panggil Jinki segera seraya menghampiri orang itu. Ia mendongak, melihat ke arah
Jinki dengan wajah kaget, namun sedetik kemudian senyum segera terulas di
wajahnya.
“Yo, hyeong~!” sapanya sok tak terjadi
apa-apa. Tapi ia kembali merasa kaget setelah Jinki menyentuh keningnya,
pipinya, dan memegang bahunya. “Ya~!
Kenapa kau.. mau kulaporkan polisi??”
“Neon gwaenchana??”
bukannya menjawab, ia malah balik bertanya. Chaeyong terbengong. Apa mungkin
oppa tahu aku sedang kabur? Pikirnya tanpa melepaskan pandangan dari senior
kampusnya itu. “Kau tahu, aku mencarimu kemana-mana sejak tadi! Ayo kita pulang
sekarang, Joongki hyeong sudah
menunggumu di rumah!” ajaknya.
Mendengar satu
nama itu, Chaeyong langsung mengalihkan pandangannya. “Tidak mau!” jawabnya
pendek.
Jinki tersentak.
Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. “Wae?
Apa sesuatu terjadi padamu?” katanya antusias.
“Ahni..” Chaeyong menjawab seadanya.
“Kalau begitu
ayo pulang sekarang! Besok kan kau ada pertandingan! Kau tidak boleh kabur dan begadang
lagi seperti kemarin!” nada bicara Jinki meninggi. Namun Chaeyong tetap tak
bergeming.
“Sekali tidak
mau, ya tidak mau!” Chaeyong beranjak. Ia bergegas meninggalkan Jinki menuju ke
sebrang jalan.
“Ya~! Mau kemana kau??” teriak Jinki pada
Chaeyong. Bocah perempuan itu tidak menjawab. Ia terus berjalan, sampai
tiba-tiba ia merasakan sesuatu berjalan mendekat dengan cepat kearahnya.
Disertai sebuah sinar lampu yang sangat terang mengarah padanya.
“YA!! AWAS!!” teriak Jinki dari tepi.
TIIIIINNN!!!
Chaeyong
menoleh. Sebuah truk box mengarah kepadanya dengan cepat. Ia berjalan tanpa
memperhatikan sekitarnya, sampi tidak tahu kendaraan itu sudah berada dekat
dengannya. Chaeyong tidak bisa berpikir, dari pada berlari ke tepi, ia malah
lebih memilih berjongkok, dengan kedua lengan menutupi kepalanya. Truk box itu
semakin mendekat kearahnya, tanpa menghentikan klakson truk box yang terdengar
semakin keras di telinganya itu. Tuhan~, tolong maafkan dosaku! Pikirnya sambil
meringkuk di tengah jalan. Sampai ia merasakan seseorang menarik lengannya.
GREB!
Dan memeluknya,
yang kini sudah berada di tepi jalan.
Ia dengar suara
deru mesin truk box dan klakson itu melewatinya. Meski ia tahu ia mungkin selamat, ia
tetap tidak membuka mata, sampai ia sadar kini ia memeluk seseorang. Chaeyong
membuka matanya, memandang wajah orang yang memeluknya itu. Jinki. Sesaat
mereka mematung. Tatapan mereka bertemu. Jantung Jinki berdegub sangat kencang,
membuatnya sadar ini bukan saatnya untuk hanya berdiam dan saling memandangi.
Ia harus membawa bocah itu pulang.
“Ah.. b.. bodoh!
Kau mau mati??” Jinki berteriak setelah melepaskan pelukannya. “Ayo pulang! Aku
tidak bisa membiarkanmu seperti gelandangan begini!” Jinki menarik lengan
Chaeyong berusaha membawanya pulang.
“Tidak mau! Aku
tidak mau pulang~!!” protes Chaeyong. Ia melepaskan genggaman tangan Jinki di
lengannya.
“Kau kenapa
sih??”
“Hyeong nggak tau apa-apa! Biarkan aku
disini saja!! Aku tidak mau pulang!” Chaeyong berteriak.Ia tampak sangat kesal.
Wajahnya merah, dan matanya mulai berkaca-kaca. Tapi seperti sebelumnya, ia
menahannya. Ia tak mau tampak rapuh di hadapan Jinki.
“Makanya
jelaskan padaku!” bentak Jinki.
Mereka terdiam.
Chaeyong menggigit bibirnya. “Tidak bisa..” desisnya. Ia menunduk.
Jinki yang
awalnya emosi, kini mulai meredakannya. Ia menatap bocah perempuan di
hadapannya itu bagai ikut merasakan kepedihan yang dirasakan Chaeyong. “Kau
tahu hubungan Joongki hyeong dan
YoonHee noona..?” tiba-tiba mulut
Jinki seperti bicara sendiri. Ia menyatakan apa yang ada dipikirannya tanpa
kesadaran penuh.
Chaeyong diam
saja. Ia masih menunduk. Ia memejamkan matanya, mencegah air mata keluar dari
sana. “Kalau begitu, kita pulang ke rumahku! Setidaknya kau bisa berteduh. Aku
tidak bisa membiarkanmu kedinginan disini..” ajak Jinki kemudian. Ia merangkul
Chaeyong, dan membawanya kerumah. Asal tidak pulang ke rumah Joongki saat ini.
Hanya itu yang Chaeyong inginkan.
“Jangan beri
tahu hyeong..” kata Chaeyong lirih.
“Hmmh.. aku tak
akan memberitahunya..”
***
Joongki’s scene
Jam 2 pagi, di
tengah tidurku yang sangat tidak nyenyak ini, kudengar ponselku berdering. Ada
pesan masuk. Siapa yang menghubungiku pagi-pagi begini?
Chaeyong sudah kutemukan, ia di rumahku sekarang. Tapi tolong jangan mencarinya dulu. Kalau sudah baikan, ia akan pulang. –Jinki-
Chaeyong di
temukan. Membaca kalimat itu membuat hatiku mulai tenang sekarang. Aku yakin ia
baik-baik saja bersama Jinki. Tapi ketenanganku masih belum 100%. Chaeyong
tidak mau menemuiku? Jadi benar aku penyebab ia kabur dari rumah?
Joongki’s scene END
***
Chaeyong’s scene
Aku memandangi
gelas berisi susu di atas meja makan. Aku sedang sarapan di rumah Jinki oppa
setelah semalam aku menginap disini. Bibi dan paman Lee memperlakukanku dengan
sangat baik. Mengingat Jinki oppa adalah anak tunggal, mungkin mereka senang
saat aku datang dan menganggapku seperti anak sendiri. Lagi pula aku sudah
sering datang dan mereka mengenalku dengan baik. Dan semalam mereka
mengijinkanku menginap.
“Ayo dimakan,
nanti dingin!” kata bibi Lee ramah padaku. Aku mengangguk kecil mengiyakan.
Usai sarapan aku
kembali ke kamar, kamar sisa yang ada di rumah itu. Cukup bersih meski tidak
pernah di pakai. Aku berdiri, bertopang dagu di bibir jendela kamar yang ada di
lantai dua itu. Memandang keluar jendela. Nanti sore pertandingan partai
perempat final. Lawannya adalah klub dari Incheon yang tahun lalu menjadi juara
pertama baik tim putra maupun tim putrinya. Aku berniat tidak datang dan tidak
memikirkannya, karena mengingat kejadian 2 malam lalu, aku sedikit merasa muak
dengan basket.
Tapi aku adalah
seorang kapten disini. Dan aku terlanjur mencintai olah raga itu. Sudah
sewajibnya aku datang saat pertandingan nanti sore. Tapi..
“Hmm.. melamun!
Awas setan lewat!” kudengar Jinki oppa bicara padaku setelah suara derit pintu
terbuka. Aku tidak menoleh, membiarkannya menghampiriku. Ia duduk di sebuah
kursi di depan meja yang mirip meja belajar. Namun tak ada buku ataupun barang-barang
yang disimpan disana. Kecuali sport bag ku yang berada di atas meja.
“Nggak kuliah hyeong?” tanyaku padanya.
“Ahni..” jawabnya pendek. Kudengar ia
tengah memainkan bola basketku. Sepertinya baru ia ambil dari sportbag ku yang
kubiarkan terbuka itu. “Kau ada pertandingan kan nanti?” katanya basa-basi. Aku
masih tidak menoleh. Entah apa yang ia lakukan dengan bolaku.
“Aku tidak mau
datang..”
Jinki oppa menjentikkan
jarinya di kepalaku. “Jangan gara-gara masalah seperti itu membuatmu melepas
tanggung jawabmu sebagai kapten! Kau harus professional!” katanya menasehati.
Sebenarnya tanpa di beri tahu pun aku sudah mengerti. Tapi masih saja
perasaanku ini sangat berat. Kudengar kursi di belakangku kembali berderit.
Jinki oppa kembali duduk disana sambil memainkan bola basketku. “Ayo kapten!
Kau ini lemas sekali~!” Jinki oppa melemparkan bolanya tepat mengenai kepalaku.
“AHH!! DASAR
AYAM!” aku melempar balik bola itu. Ia tertawa lepas sambil berlari keluar
kamar. Aku tidak mengejarnya, membiarkannya keluar. Kupandangi bola yang
terjatuh di depan pintu itu. Tanpa sadar senyum terkembang di wajahku. Hehe..
aku menertawakan apa sih..?
Chaeyong’s scene END
***
7.00 PM
“Bagaimana?
Chaeyong belum datang?” coach bertanya pada yang lain. Semuanya menggeleng.
Mereka sudah mencoba menghubungi Chaeyong, tapi yang mengangkat malah mantan
Seonbae mereka, Joongki, yang kini sudah tergopoh-gopoh berlari kea rah mereka.
“Belum muncul
juga?” tanya Joongki, seperti mengulang pertanyaan coach.
“Apa kau
benar-benar tidak tahu dimana anak itu?” coach bertanya pada Joongki. Joongki
menggeleng. Karena sampai sekarang Jinki tidak memberitahunya dimana Chaeyong
berada. Ia sudah menghubungi anak itu berulang kali, yang ia katakan hanya ‘Aku
akan berusaha membawanya kesana, hyeong!’
Joongki menjauh
dari mereka, membuka ponselnya dan kembali menghubungi Jinki. “Jinki-ya,
pertandingan akan dimulai sebentar lagi!” katanya segera setelah Jinki
mengangkat teleponnya.
“Sebentar
hyeong~! 5 menit lagi!” katanya, kemudian terdengar suara-suara dari sana,
entah ia mengatakan apa.
Coach memandang
kertas di tangannya, dimana ia harus menuliskan nama-nama pemain dan kapten tim
yang akan bermain. Harus ada kapten tim. Setelah berpikir sebentar, ia memberi
tanda C di samping nama Yoon Bora. “Hari ini kau kaptennya, tolong pimpin
teman-temanmu!” kata coach pada Bora yang tengah melakukan penguluran.
“Ah.. ye coach!”
katanya sedikit ragu.
“Mohon pemain,
manager dan coach klub Seoul untuk keluar! Sudah saatnya!” seorang panitia
wanita yang baru datang memberitahukan kepada mereka, dan tanpa perlu aba-aba
lain, semuanya keluar. Joongki juga, tapi ia ke tribun penonton sambil menunggu
jawaban dari Jinki.
Sementara itu di
rumah Jinki, ia masih berperang melawan keegoisan perasaan Chaeyong yang
sepertinya benar-benar tidak mau datang. Ia menarik Chaeyong kesana-kemari,
tapi bocah itu tetap tidak mau pergi juga. “Sekarang apa maumu?? Dengan kau
tidak datang pun tidak akan mengubah takdir bahwa Joongki hyeong sudah punya
pacar!!” kesal, Jinki berteriak. Tidak tahu lagi bagaimana ia membujuk
Chaeyong. “Kalau kau seperti ini kasihan teman satu klub mu! Kau tidak pantas
jadi kapten!” pekik Jinki. Ia membanting sportbag Chaeyong dan keluar setelah membanting
pintu kamar itu.
Chaeyong duduk
di lantai sambil memeluk kedua kakinya. Ia sangat ingin datang, tapi ia seperti
menyuruh hatinya untuk membenci basket karena Joongki. Ia merenung sejenak, dan
tiba-tiba bayangan tentang bagaimana bahagianya ia saat bermain dengan benda
bulat berwarna oranye itu. Saat ia berhasil memasukkannya ke ring, dan saat
mendengar sorak-sorai penonton yang bergembira bersamanya.
Chaeyong melirik
bola yang tergeletak di samping sportbag nya. ‘Kau tidak pantas jadi kapten!’
kata-kata yang baru diucapkan Jinki itu berdengung di telinganya. Mendadak
membuatnya kesal.
“AH!!!!”
Chaeyong berteriak. Ia beranjak, meraih sportbag dan bolanya kemudian keluar
dari kamar.
Setelah memakai
sepatunya, Chaeyong berlari keluar. Ia harus berlari untuk cepat sampai di
stadion, sekalian pemanasan, pikirnya. Sampai ia melihat seseorang dengan helm
di kepala sudah siap di atas skuter maticnya. Jinki. “AHH! Lama! Cepat naik!”
Jinki melemparkan helmnya, kemudian tersenyum lebar.
“Ya~! Neon..”
Chaeyong berteriak kesal, namun pada akhirnya ia naik ke boncengan motor itu
dan mereka segera meluncur.
***
Klub Seoul
tertinggal 7 bola dari klub putri dari Incheon. Skor sementara mereka di quarter
kedua adalah 42-28. Setelah melihat semua anggota tim nya kelelahan, dengan
tergesa, Yoon Bora menyerang pertahanan klub putri Incheon sendirian. Coach
sudah berteriak untuk menahan bolanya, ia perlu pemain lain untuk membantunya
memecah pertahanan klub putri Incheon. Tapi teriakan pelatih itu seperti tak
didengarnya, ia nekat mendrible bola itu maju sendirian. Yoon Bora melakukan
crossover, mendriblenya maju dan bersiap melakukan shoot. Namun center tim
lawan yang bertubuh besar itu memblock-nya. Membuatnya kehilangan bola, dan
terjatuh di lantai kayu lapangan itu. Sedangkan kini klub putri Incheon kembali
melawan dan mendapatkan 2 poin lagi. Jadi skor sementara kini menjadi 44-28
untuk tim putri Incheon.
Coach menepuk
jidatnya sendiri dengan kepalan tangannya, sepertinya salah pilih ia membuat
Yoon Bora menjadi kapten tim. “Wasit, time out!” pintanya, kemudian duduk di
kursi pelatih di samping kursi pemain. Ia harus memberikan wejangan lebih pada
anak-anak didiknya itu.
Sementara itu
Joongki masih tampak khawatir di tribun. Ia terus melihat kea rah pintu masuk
lapangan yang biasanya digunakan untuk pemain. Bocah itu belum datang juga. Ia
tidak yakin Jinki bisa membujuknya untuk datang.
“Hyeong~!” terdengar seseorang
memanggilnya. Joongki menoleh. Tampak Jinki berlari ke arahnya, kemudian
berhenti dan segera duduk. Ia berusaha mengatur nafasnya. Tergesa-gesa itu
membuatnya serasa lupa untuk bernafas.
“Kau datang
dengan Chaeyong? Mana dia?” tanya Joongki sambil memeriksa sekeliling. Jinki
menunjuk ke arah lapangan, masih sambil mencoba melancarkan pernafasannya.
“Itu..” kata
Jinki. Bersamaan dengan itu, seorang pemain berpostur pendek dengan kostum
bernomor punggung 6 berlari masuk ke lapangan dan segera menghampiri ke kursi
pemain, dimana teman-temannya mendapatkan pengarahan sekarang. Joongki yang
melihatnya takjub. Akhirnya ia datang.
“Maaf coach,
saya terlambat!” Chaeyong meminta maaf.
“Apa saja yang
kau lakukan selama ini hah?? Kami bingung mencarimu kemana-mana!!” Coach naik
darah. Ia memukul Chaeyong dengan gulungan kertas.
“Maaf Coach! Saya
gugup memikirkan pertandingan ini! Karena klub Incheon..” terangnya berbohong.
Ia menunduk hormat, meminta maaf dengan sepenuh hati.
Coach menahan
amarahnya. “Sudah tak ada waktu lagi! Kau kembali jadi kapten, ambil posisi
play maker! Hyojung, Bora, Jiyeon, Yuri, kalian main lagi!” katanya. Tanpa
harus berbinar-binar karena ternyata Coach mengijikannya bertanding, semuanya
segera bersiap. Wasit pun akhirnya meniup peluit, tanda pertandingan kembali
dimulai. Klub Seoul dengan semangat baru karena kapten mereka telah kembali,
mencoba melawan dan mengejar ketinggalan mereka dari klub putri Incheon.
Bola di ambil
oleh Jiyeon dari luar lapangan. Ia pass pada Chaeyong yang bergerak sebagai
play maker. Dengan lincah ia mengatur posisi teman-temannya dengan isyarat yang
selama ini mereka pelajari. Bola dilempar pada Bora, mendriblenya sedikit, ia
kembalikan pada Chaeyong. Terlihat nekat, Chaeyong melakukan cross. Dua penjaga
di depan menghalanginya, namun ia tak melihat Yuri melakukan cross kedalam.
Chaeyong mem-pass nya pada Yuri. Yuri melakukan lay-up. Satu point untuk klub
Seoul. Sebagai titik balik mereka setelah terpuruk selama 2 quarter. 44-32.
“Good job!”
Chaeyong berteriak. Yuri terdenyum lebar sambil menyeka keringat dari dagunya,
dan semuanya berlari kembali ke wilayah mereka untuk melakukan defend. “Kita
lakukan lagi!! Man to man!” teriaknya.
“OSH!!”
Chaeyong
bangkit, juga membangkitkan semangat temannya yang sudah hampir menyerah kalah.
Ia menatap lawan-lawannya yang kini berlari ke arah mereka. “Akan ku buktikan
aku pantas jadi kapten..” gumamnya, meyakinkan diri sendiri. Sejenak ia lupa tentang Joongki. Mungkin ini termasuk salah satu jalan untuk melupakannya.
***To be
Continue***
Sebenernya untuk part ini, ada bagian yang saya potong.. soalnya kalo di terusin jadi panjang dah part ini -__-a jadi potongannya di geser ke part selanjutnya aja.. :p
oke, makasih udah merelakan waktunya buat baca karya aneh saya ini..
jangan lupa komen ya teman2.. sesadis sadinya sampe saya nangis sambil breakdance(?)
OSH~! ^^>
-Keep Shine Like HIKARI-
Sebenernya untuk part ini, ada bagian yang saya potong.. soalnya kalo di terusin jadi panjang dah part ini -__-a jadi potongannya di geser ke part selanjutnya aja.. :p
oke, makasih udah merelakan waktunya buat baca karya aneh saya ini..
jangan lupa komen ya teman2.. sesadis sadinya sampe saya nangis sambil breakdance(?)
OSH~! ^^>
-Keep Shine Like HIKARI-
CIEEEEE CHAEYONG, dipeyuk-peyuk kkkk
ReplyDeletesoal part ini ceritanya agak klasik ya??ada beberapa bagian yg mudah ketebak..mungkin krn ini ya? 'part ini di tulis pas gw lagi bad mood, di sini emosi gw, eh, Chaeyong juga terbagi-bagi'
tapi so far, seru ceritanya dan ditunggu kelanjutannya ^^b
mumpung FF saya sendiri yang bikin.. #ehem #ehem #ehem
Deleteiya nih.. classic .. Nan singihan silheomeul ara~ *eh.. malah keterusan nyanyi*
pas nulis aku juga udah tau sebenernya, mesti pada udah tau~ tapi kalo ga dibikin gini, cerita yang ak pikirin ga jalan~ hahaha..
yasudah lah.. tapi ntar tunggu aja deh lanjutannya^^
btw udah bisa nebak lanjutannya? kkk
btw emosinya dapet ga sih? hati batu ku lagi kambuh soalnya -__-a
makasi udah baca~!^^
*plester mulutnya* kkk
Deleteok ok..
emosi?sebenernya dapet, tapi aku ngerasa chaeyong agak beda disini jadi gimana gitu..tapi bagus kok
buat lanjutannya belum bisa nebak sih, makanya aku tunggu banget loh ya
hwaiting :)
apa sih yang ga bagus , bad mood gini juga normal hasilnya
ReplyDeletehaha.. lo jangan pikin pala gw gede donk~ (?)
Deletebtw thx dah baca^^
ヾ(@⌒ー⌒@)ノ
Delete