Apdet lagi..
Chapter ini rekor! Gw bisa nyelesain dalam beberapa jam saja, tanpa jeda untuk istirahat.. hehehe~
Tapi ga langsung gw post, gw simpen dulu sampe mateng *emang jambu?*, baru gw post hari ini..
Masih harapan yang sama, semoga ceritanya nggak ngecewain^^
Happy reading~!^0^>
*LUPA : ada beberapa istilah yang mungkin ga di mengerti reader yang ga tau soal basket(mungkin), jadi gw bagi beberapa deh..
1. Layup shoot: memasukkan bola ke ring basket dengan dua langkah dan meloncat agar dapat meraih poin
2. Time Out: waktu istirahat/ break yang di minta tim di tengah jalannya pertandingan, bisa minta kapan aja.
3. Quarter: jumlah babak pertandingan di basket ada 4, 1 quarternya sekitar 10 menit.
4. Crossover: cara dribble dengan cara memantulkan bola dari tangan kiri ke tangan kanan atau sebaliknya.
5. Fake: gerakan tipu-tipu yang biasa dipake buat mengelabuhi lawan biar bisa di lewati
*LUPA : ada beberapa istilah yang mungkin ga di mengerti reader yang ga tau soal basket(mungkin), jadi gw bagi beberapa deh..
1. Layup shoot: memasukkan bola ke ring basket dengan dua langkah dan meloncat agar dapat meraih poin
2. Time Out: waktu istirahat/ break yang di minta tim di tengah jalannya pertandingan, bisa minta kapan aja.
3. Quarter: jumlah babak pertandingan di basket ada 4, 1 quarternya sekitar 10 menit.
4. Crossover: cara dribble dengan cara memantulkan bola dari tangan kiri ke tangan kanan atau sebaliknya.
5. Fake: gerakan tipu-tipu yang biasa dipake buat mengelabuhi lawan biar bisa di lewati
6. Free throw: tembakan 2 angka yang didapatkan pemain saat dia di Foul lawan ketika hendak memasukkan bola ke ring, atau tim lawan mengalami team foul.
7. Cross: Lari masuk ke daerah lawan dari posisi offense sebelumnya dengan tujuan memasukkan bola..
semoga keterangan ini bisa bantu memvisualisasikan ceritanya~^^v*
7. Cross: Lari masuk ke daerah lawan dari posisi offense sebelumnya dengan tujuan memasukkan bola..
semoga keterangan ini bisa bantu memvisualisasikan ceritanya~^^v*
I don't Understand
Klub Seoul berhasil mengejar ketinggalannya, hingga quarter 4, skor mereka terus kejar-kejaran dengan tim putri Incheon. Skor sementara di menit-menit terakhir quarter 4 adalah 66-65 untuk tim putri Incheon. Di tengah panasnya persaingan, tiba-tiba wasit meniup peluitnya dan membuat tanda dengan tangannya yang menunjukkan TIME OUT. Di ikuti oleh suara pengumuman dari meja panitia. Pemain dari kedua tim bergegas kembali ke kursi pemain masing-masing. Pemain cadangan segera memberikan mereka air minum dan handuk untuk menyeka peluh yang sudah membasahi tubuh pemain-pemain itu.
Coach memberikan
pengarahan strategi terakhir pada klub Seoul. Ia menggunakan papan untuk
menunjukkan posisi pemain dan bagaimana mereka harus bergerak. Namun sementara
yang lain sedang memperhatikan, Chaeyong nampak sedikit tidak berkonsentrasi
dengan itu. Ia berdiri menunduk, dengan tangan kiri memegang handuk untuk
menutupi separuh bawah wajahnya, sedangkan tangan kanannya memegangi kaki
kananannya yang terasa sedikit nyeri. Spray penghilang rasa sakitnya sudah
berhenti bekerja. Yuri yang sejak tadi memperhatikannya, menepuk bocah itu
dengan wajah khawatir, “Neon gwaenchanayo?” katanya.
“Eumh.. gwaenchana.. tenang saja!” jawab
Chaeyong dengan senyum di wajahnya. Namun jawabannya tidak sepenuhnya jujur.
Karena insiden yang terjadi pada quarter 3, ia membuat kakinya kesakitan
sekarang.
~FLASHBACK~
Bola didapatkan
oleh Jiyeon setelah Hyojung merebutnya dari point guard tim putri Incheon. Ia
mendriblenya mendekati tim lawan, namun dengan cepat tim Incheon melakukan
defend di daerah mereka. Jiyeon yang dihadang oleh pemain depan tim Incheon,
langsung mem-pass nya pada Yoon Bora. Bora mendrible bolanya sambil mencari
celah untuk menyerang, sampai Chaeyong melakukan cross dan memberi tanda untuk
memberikan bola itu kepadanya. Bora segera mem-pass bolanya pada Chaeyong, ia
hampir menangkapnya, namun ia malah terpeleset lantai yang licin dan terjatuh
dengan keras disana. Bola berhasil di tangkap pemain belakang tim Incheon dan
segera melemparkannya pada point guard mereka yang ternyata sudah berlari di
depan. Klub Seoul pontang-panting berlari untuk mencegah bola itu masuk ke ring
mereka, sedangkan tim Incheon hanya maju beberapa orang. Sementara itu Chaeyong
masih tergeletak sambil memegangi pergelangan kakinya.
“Gwaenchanayo??” seorang pemain belakang
tim Incheon berjongkok dan melihat keadaannya.
“Gwaenchan.. ahhh..” Chaeyong mengerang,
ia rasakan kakinya sakit.
“Kaki mu
cedera.. wasit~!” pemain belakang tim Incheon itu mengkode wasit yang baru
melaporkan bahwa tim Incheon menghasilkan 2 poin lagi kepada panitia yang duduk
di meja, untuk mendatangi mereka. “Dia ankle~!”
Beberapa pemain
cadangan klub Seoul menghampirinya, begitu juga pemain intinya. “Aku tidak
apa-apa!” Chaeyong memaksa dirinya sendiri. Ia berusaha bangun. “Aku butuh
spray!”
“Tapi kakimu..”
“Nggak apa-apa!”
Chaeyong berdiri dengan bantuan pemain belakang tim Incheon itu, menggerakkan
ankle nya sedikit dan mulai berjalan lagi meskipun masih sedikit terseok. “Gomawoyo!”
Masih dengan
sedikit khawatir mereka melanjutkan permainan setelah Chaeyong mendapat spray
penghilang rasa sakit di kakinya. Coach yang sebenarnya ingin memasukkannya ke
bangku cadangan untuk mendapatkan pengobatan, tetap membiarkannya bermain. Jika
Chaeyong sudah menghendakinya, ia tidak mau memaksa. Namun didalam hatinya
coach berdo’a semoga kapten tim nya itu baik-baik saja.
~FLASHBACK END~
Wasit meniup
peluitnya, menandakan waktu time out telah habis dan mereka harus kembali
bertanding. Pemain klub Seoul meletakkan handuk mereka, kemudian melakukan
toss. Hyojung, Yuri, Bae Sooji yang menggantikan Bora dan Lee Minyeong yang
menggantikan Jiyeon di awal quarter 4 segera masuk dan menempati area offense,
sementara Minyeong mengambil bola mereka. Chaeyong sedikit memutar kedua
pergelangan kakinya. Masih terasa sedikit nyeri, namun ia menahannya.
“Kamu benar
nggak apa-apa?” tanya Coach.
“Ye coach! Tenang saja!” jawabnya,
kemudian masuk ke lapangan. Ia mengambil posisi di depan Minyeong untuk
mengambil bolanya. Minyeong mem-pass nya pada Chaeyong, kemudian bola di drible
ke daerah offense mereka dengan hati-hati, sambil melakukan kode-kode untuk
strategi mereka. Klub Seoul memainkan strategi yang diberikan coach. Chaeyong
mem-pass bola pada Sooji, kemudian dikembalikan lagi padanya. Kemudian ia
mem-pass pada Minyeong, Minyeong hendak mengembalikannya lagi, namun Chaeyong
sudah berlari untuk cross. Minyeong mem-pass nya pada Chaeyong, kapten tim itu
segera melakukan ancang-ancang untuk shoot setelah menerima bolanya. Namun
center tim Incheon melakukan pelanggaran, membuat Chaeyong terjatuh dengan
keras di lantai lapangan. Otomatis ia mendapatkan 2 kali kesempatan untuk free
throw. Jika ingin menang, ia harus bisa memanfaatkannya dengan baik.
“Apa dia tidak
apa-apa?” tanya Yoonhee. Ia datang saat quarter 4 di mulai, dan kini duduk
bersama Joongki dan Jinki di deretan kursi penonton yang sama.
“Semoga saja..”
Joongki menjawab ragu. Ia tahu cedera yang didapatkan Chaeyong di quarter 3
tidak boleh di remehkan. Ankle sangat susah untuk sembuh.
“CHAEYONG-A! HWAITING!!”
Jinki berseru dengan menggunakan gulungan kertas yang diletakkan didepan
mulutnya dengan maksud memperkeras suaranya.
Chaeyong berdiri
di posisi dimana ia harus melakukan free throw. Bola masih di bawa wasit di
bawah ring di luar lapangan. Chaeyong melakukan sedikit penguluran di
pergelangan tangannya, sementara Minyeong membisikan beberapa kalimat
penyemangat, kemudian melakukan highfive dan kembali ke posisinya.
Wasit meniup
peluitnya, kemudian melempar bolanya pada Chaeyong. Gadis itu melakukan
kuda-kuda, kemudian melakukan shoot dengan sedikit lompatan. IN! 1 poin mereka
dapatkan. Namun karena sedikit lompatan yang di lakukannya, Chaeyong harus
menekan rasa sakitnya sebelum melakukan tembakan kedua. Kini posisi mereka 66
sama, jika ingin menang, free throw yang kedua juga harus masuk. Waktu tinggal kurang
dari 1 menit. Sudah tidak ada waktu lagi.
Chaeyong kembali
mendapat bolanya dari wasit. Namun ia tidak bisa berkonsentrasi, ia menshoot
bolanya. Gagal. Bola mengenai bundaran ring dan memantul jatuh. Penjaga
belakang tim Incheon berhasil merebutnya dan membawanya maju. Namun Chaeyong
tak tinggal diam, ia mengejarnya dan menepuk bola itu untuk merebutnya sampai
ia jatuh tersungkur di lantai lapangan karena tak tahan merasakan sakit di
kakinya. 35 detik. Bola di tangan Chaeyong, namun ia tidak bisa bangun. Ia
memandang kea rah ring. Dibelakangnya pemain tim Incheon sudah bersiap
mengambil bola darinya. Adrenalin pun segera memuncak, Chaeyong melemparkan
bolannya kea rah ring. “HYAAAHHH!!!” ia berteriak. Entah apapun hasilnya, ia
segera memejamkan mata setelah melemparnya.
SPLOSH!!
Sedetik
kemudian, tepuk tangan riuh membahana di seisi ruangan. Chaeyong tersentak, itu
artinya.. Ia membuka matanya. Ia melihat Sooji baru saja turun dari
lompatannya. Sooji menangkap bola hasil lemparan asal Chaeyong, dan
memasukannya dengan lay-up.
PRIIITTT!!
Seiring dengan
peluit yang dibunyikan wasit, pertandingan pun usai. 68-66 untuk Klub Seoul.
Semuanya bersorak. Tidak mudah perjuangan mereka untuk mengalahkan juara tahun
lalu. Dan kini mereka melakukannya. Minyeong, Hyojung, Yuri dan beberapa pemain
cadangan menghampiri kapten mereka yang tengah terduduk di tengah lapangan itu
dengan tangis bahagia. Chaeyong semula terdiam, namun sedikit demi sedikit air
mata mulai membanjiri wajahnya. “Kita menang~” tangisnya. “Uhuk.. KITA
MENANG!!!” Ia berteriak, suaranya bergetar. Ia meninjukan kepalan tangannya ke
udara. “KITA MENANG!!!”
***
“Jadi seminggu
lagi semi final!” Hyojung berteriak. Sementara yang lain masih meredakan tangis
mereka sambil berulang kali menyeka air mata. Termasuk Chaeyong yang masih
mewek-mewek najis di pojok ruangan sambil menggulung-gulung handuk di
tangannya. “Kapten! Malah mojok!”
“UHUHUHU.. kita
menang~ dari tim Incheon~” Chaeyong masih tak percaya tim nya mengalahkan tim
Incheon. Karena tahun lalu mereka di habisi oleh tim yang baru mereka kalahkan
itu.
“Ya~! Mukamu
menjijikkan tahu!” Sooji melemparkan handuknya, semuanya tertawa. Sementara
Chaeyong masih beberapa kali menyeka air matanya.
“Kapten! Terima
kasih akhirnya kau datang!” Bora yang merasa mengacaukan quarter awal berterima
kasih pada Chaeyong. Ia mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. Chaeyong
menerima uluran tangan itu, dan mereka berpelukan.
“KAPTEN!!” yang
lain berteriak dan ikut memeluk kapten mereka itu. Sementara coach hanya bisa
tersenyum sambil mengemasi barang-barangnya bersama manajer tim. Lebih baik ia
simpan evaluasinya khusus untuk Chaeyong. Jika suasana sudah pas, baru ia akan
memanggil bocah itu untuk diberi pengarahan khusus karena absennya dia di
latihan terakhir dan keterlambatannya.
Setelah
mengemasi barang mereka, semuanya bergegas keluar dari ruang pemain. Mereka
berencana untuk makan sama-sama di kedai murah langganan mereka, termasuk Chaeyong
yang kemarin absen datang untuk makan sama-sama. Namun sebelum ia benar-benar
pergi bersama teman-teman klub nya itu, seseorang tampak menunggunya didepan
pintu masuk lobi.
“Itu dia orang
yang kemarin!” Bora menepuk bahu Chaeyong, sambil menunjuk ke arah orang itu
dengan dagunya. “Aku benar-benar merasa familiar dengannya!”
“Aish!! Tante-tante tukang gosip!”
komentar Chaeyong. Bora tersenyum. “Kalian duluan saja! Nanti aku nyusul! Di
tempat biasa kan?”
Bora mengangguk.
“Jangan lama-lama! Nanti kau yang bayar! Haha..” godanya. Chaeyong hanya
tersenyum lebar, kemudian bergegas menemui orang yang tengah menunggunya.
Jinki.
“Hyeong~!” sapa Chaeyong ceria. Jinki
menoleh, kemudian tersenyum lebar.
“Kau hebat..”
Chaeyong tersentak. Bukan Jinki yang mengatakan itu padanya. Joongki, yang
tiba-tiba saja muncul. Dada Chaeyong mendadak sakit. Namun ia berusaha
menahannya. Ia kembangkan senyum di wajahnya, seolah kemarin tidak ada apa-apa
pada dirinya. “Kau kemarin kemana? Aku mencarimu! Kau marah padaku?”
Chaeyong
menggeleng cepat. “Aku hanya nervous karena tim Incheon! Aku takut kita akan
kalah..hehe..” Chaeyong menggunakan kebohongan yang sama dengan yang ia
katakana pada coach.
“Kita makan
sama-sama yuk! Ada resto enak di depan sana!” ajak Yoonhee yang ada di samping
Joongki. Setulus mungkin Chaeyong mencoba tersenyum, terutama setelah ia
melihat couple ring di jari manis kedua orang itu. Hatinya makin remuk, namun
ia berusaha menahannya.
“A.. tapi
anak-anak klub juga mengajakku makan sama-sama! Kalian bertiga saja,
kapan-kapan aku ikut kalau ada makan-makan lagi!” tolak Chaeyong.
“Ahh.. keuraeyo.. baiklah kalau begitu!”
“Aku duluan~!”
Chaeyong berpamitan, kemudian berjalan dengan sedikit terseok meninggalkan
ketiga orang itu. Kaki kirinya menggunakan deker sekarang, untuk mencegah
keadaan ankle nya lebih buruk lagi.
“Ayo, Jinki-ya!” ajak Joongki pada anak laki-laki
yang masih memandangi Chaeyong dengan tatapan kasihannya itu. Ia tahu betul apa
yang dirasakan Chaeyong, dan ia ikut merasakan sakitnya juga sekarang.
“Ah.. hyeong..” Jinki berbalik. “Aku pulang
saja.. tugasku sudah selesai untuk membawanya kembali!” lanjutnya.
“Baiklah kalau
begitu! Makasih ya, sudah membawanya kembali!” Joongki tersenyum, Jinki
membalas senyumnya dengan anggukan. Kemudian Joongki dan YoonHee berbalik
pergi, sedangkan Jinki berjalan ke arah berlawanan. Untuk pulang? Tentu tidak.
Ia mengejar Chaeyong.
Gadis itu masih
berjalan terseok-seok menuju keluar lingkungan stadion. Bahkan ia masih belum
keluar dari gedung yang besar itu. Ia kaget begitu melihat Joongki. Ia
benar-benar lupa dengan masalahnya begitu ia mendapatkan kemenangan mereka itu.
Tapi kini, semuanya kembali lagi. Masalah batinnya kembali menyeruak, dan mulai
membekaskan luka pada hatinya.
“Yongi~!” sebuah
suara yang amat di kenalnya, memanggilnya bersamaan dengan langkah kaki yang
mendekat dengan cepat. “Yongi-a~!”
Chaeyong
menyimpan kesedihannya rapat-rapat, ia biaskan senyum di wajahnya, kemudian
berbalik untuk menghadapi bocah itu. “Ya~,
hyeong! Mau ikut makan denganku?”
katanya.
Jinki memandang
Chaeyong di matanya. “Kau jangan berusaha untuk berbohong! Aku tahu kau sakit!
Kenapa kau tidak keluarkan saja semuanya?? Aku sakit melihatmu begini terus!”
cecar Jinki panjang. “Lebih baik keluarkan semuanya! Menangis saja! Kupinjamkan
bahuku kalau kau mau!”
“Nan gwaenchanayo..”
“Babo!” potong Jinki. “Sampai kapan kau
akan terus menyimpannya? Paling tidak bagi sakitnya denganku! Aku..” Jinki
memotong kalimatnya. Matanya beralih ke arah lain, ia tidak bisa memandang mata
Chaeyong lebih lama lagi. “Aku tidak tahan melihatmu menahan sakitmu
sendirian..”
“H..hyeong..” senyum Chaeyong menghilang.
Jinki masih menatap kea rah lain. Sampai Chaeyong melanjutkan kata-katanya.
“Tapi aku tidak bisa membuatmu ikut menangis.. mianhae..”
Jinki
mengembalikan pandangannya pada Chaeyong. Ia gemas. Ia memukul kepala Chaeyong
pelan. “Babo! Kenapa minta maaf
segala??” Jinki berteriak-teriak. Bukannya takut, Chaeyong malah tersenyum,
namun tak bisa di cegah lagi, setitik air mata meleleh di pipinya. Ia
menghapusnya dengan punggung tangannya. Ia masih merasakan sesak di dadanya.
“Gomawoyo, hyeong~!” katanya, nafasnya sedikit tersengal. Jinki hanya
mengangguk kecil, kemudian menepuk bahu temannya itu pelan. Menenangkannya.
***
Chaeyong’s scene
Seperti biasa,
klub ku penuh dengan pelawak! Terutama tim putra yang ternyata semuanya datang
menonton pertandingan kami. Mereka melakukan banyak gag ketika makan sama-sama.
Membuat kami tak bisa mempercepat makan kami. Jinki oppa juga tertawa-tawa sejak tadi di sebelahku. Meski mereka tak
mengenalnya, tapi Jinki oppa diterima
di antara kami. Sesekali Jinki oppa
juga melayangkan gag-nya, meski sama sekali tidak lucu, dan hanya aku yang
terbahak. Bukan karena lawakannya, tapi karena aku menertawakannya. Aku tahu
hanya ia yang tahu selucu apa lawakan yang di buatnya. Tapi tetap saja aku
dengan tega menertawakannya sejak tadi.
“Kalau kamu
ketawa sehabis nangis, nanti bisa muncul tanduk di pantatmu lho!” Jinki
oppa berbisik sambil memakan ayamnya. Aku meninju lengannya pelan, Jinki oppa
tertawa.
“Tadi kau telat!
Kemana saja sih?” Minho protes sambil mengacungkan sendoknya ke arahku.
“Maaf, ada
sedikit urusan keartisan!” candaku. Junhyung seonbae yang duduk di sebelah kiriku menoyor kepalaku. Kupukul
lengannya dengan kepalan tanganku. Ia hanya tertawa, dan kembali melahap
makanannya.
“Besok tim putra
yang bertanding! Semoga kita juga bisa menang!” dengan semangat penuh sambil
mengacungkan kepalan tangannya di udara, Seungri berseru. Semuanya tertawa,
bukannya ikut semangat.
“Kau mabuk ya??”
Seunghyun seonbae melempar gumpalan
kertas dan mengenai kepala Seungri. Semuanya terbahak.
Namun ditengah
riuhnya suasana makan bersama itu, Jinki oppa
mengganggu dengan menyuruhku mengambilkan ayam yang letaknya memang agak jauh,
tapi aku masih bisa menjangkaunya, dan memberikannya pada Jinki oppa. “Gomawo..” katanya dengan senyum lebar di wajahnya. Mungkin selain
karena ayam, senyum lebar itu sisa dari menertawakan gag teman-teman satu klub
ku itu. Namun percaya atau tidak, aku mulai merasakan sesuatu yang aneh pada
diriku.
Jantung berdegub
dengan kencang. Aku terbengong sendiri, sambil memegangi dadaku. “Tidak
mungkin! Ini tidak mungkin!” bisikku pada diri sendiri. Aku pasti salah! Tidak
mungkin aku merasakan itu. Pasti salah. Namun semakin aku menolaknya, jantungku
semakin berdebar. Ahh!! Aku pasti sudah gila!
“Ya~! Kau kenapa?” Junhyung seonbae yang
tengah meneguk colanya, bertanya padaku. Ia melirik kea rah tanganku yang terus
memegangi dadaku sejak tadi. “Nggak ada apa-apanya di pegang-pegang..” katanya.
Aku mendongak,
memandang dengan tajam padanya. “Ya~!
SEONBAE!!” aku mencekeknya. Ia
mengerang protes menyuruhku melepaskan tanganku dari lehernya. Tapi sudah
terlanjur. Aku tidak bisa melepaskannya, atau perasaanku yang datang tiba-tiba
itu akan langsung ketahuan. Aku harus menghilangkannya dulu, yang penting
Junhyung seonbae tidak mati karena ini.
Chaeyong’s scene END
***
Joongki’s scene
Hari minggu, tak
ada satu agendapun hari ini. Bahkan YoonHee tidak mengajakku pergi. Katanya ia
sibuk dengan tanggungan pekerjaan yang diberikan sibos padanya. Tidak sepertiku
yang hanya jepret sana jepret sini, pekerjaan YoonHee lebih banyak membutuhkan
waktu untuk menyendiri di depan meja dan computer.
Usai sarapan,
aku hendak ke kamarku untuk membersihkan kameraku. Namun kulihat seseorang
tengah berada di toilet yang pintunya terbuka. Terdengar gumaman juga dari
sana. Aku menghampirinya. Kulihat Chaeyong tengah berkutat dengan gunting dan
satu tangannya memegang sisir yang berada di rambut poninya. “Kau sedang apa?”
tanyaku, tanpa bermaksud mengganggu.
“Ah.. hyeong~” hanya itu jawabannya. Ia tetap
berkonsentrasi pada kegiatannya. Sepertinya ia sedang berusaha untuk memotong
rambutnya.
“Mau potong
rambut?” tanyaku. Ia mengangguk. “Kenapa nggak ke salon?”
“Cuma ngerapiin!
Poniku udah mengganggu mata!” katanya.
Aku tersenyum.
Kuambil gunting rambut dan sisirnya, kutarik ia keluar dari toilet dan
menyuruhnya duduk di kursi yang ada di teras belakang rumah. “Mau apa hyeong?” katanya.
“Dari pada
salah! Biar aku yang pangkaskan rambutmu!” jawabku. Dengan hati-hati kusisir
sebagian rambutnya, dan kurapikan sedikit dengan gunting. Ia tampak khawatir,
tapi akan kupastikan hasilnya akan baik. Aku cukup ahli soal ini.
Selesai
merapikan poninya, aku merapikan bagian belakang rambutnya. Tak sadar kini
rambutnya sudah lebih panjang. Aku merapikannya sedikit. Kuingat, sejak usianya
8 tahun, tak pernah kulihat bocah ini mengenakan baju yang membuatnya terlihat
cantik seperti gadis-gadis seusianya. Penampilannya simple, kaos-jeans-dan
kemeja atau jaket. Dan sepatu keds putih yang sama tak pernah ia ganti dengan
highheel atau sepatu balet. Kadang aku kasihan melihatnya, ingin rasanya
mendandaninya membuatnya secantik mungkin. Tapi, aku suka dia yang seperti ini.
Bahkan sampai aku hampir kehilangan akal sehatku jika aku tidak menahannya.
Dengan segala yang ada pada dirinya, bocah ini berhasil menjadi cinta
pertamaku. Haha.. bodoh!
“Yak~! Selesai!”
ujarku sambil membersihkan bahunya dari potongan rambutnya. Namun ia tak
bergeming. Bahkan menjawabpun tidak. Kulihat dia, ternyata ia sudah tidur!
Dasar pelor~! Dengan posisi seperti ini saja ia bisa tidur. Mungkin karena
keenakan merasakan angin yang berhembus dan kepalanya yang di belai-belai, dia
jadi ketiduran.
Aku tersenyum,
dan tanpa sadar aku sudah memeluknya dari belakang. Aku hanya ingin seperti ini
sebentar, karena mungkin di lain waktu aku tidak bisa melakukannya lagi.
Setelah ini aku benar-benar ingin menghilangkan perasaan suka ku padanya. Aku
hanya ingin menjadi kakaknya, seperti dulu. “Saranghae..” bisikku, masih tetap memeluknya.
Joongki’s scene END
***
“Umgh..”
Chaeyong menggeliat. Ia terbangun dari tidur ‘tanpa sengaja’nya. Ia masih
memakai kain penutup untuk potong rambut, namun kakaknya sudah tidak ada
disana. Ia tidak membangunkannya dan pergi begitu saja.
Chaeyong
menegakkan duduknya, dan tak sengaja menemukan sebuah foto Polaroid di
pangkuannya. Foto dirinya, tengah tertidur dengan damai. Ia tahu siapa yang
mengambilnya. Hal ini membuat hatinya berdesir seketika. Ia tersenyum, namun
matanya berkaca-kaca meski ia bertekad untuk tidak lagi menangis seperti
kemarin.
Chaeyong pun
beranjak, ia ingin ke toilet untuk melaksanakan tugas suci berskala
kecil(-__-). Ia melewati wastafel. Namun sebelum benar-benar sampai di kloset,
ia berbalik lagi. Memandangi wajahnya di cermin di hadapannya. “HYAAAHH!!!”
teriaknya. Wajahnya di coret-coret. Gambar kacamata di kedua matanya, nomor
punggung 10 nya tertulis di dahi dengan sedikit ornament-ornamen yang di gambar
asal. Pokoknya wajahnya penuh coret-coretan. “Aish..” keluhnya. Namun sesaat
kemudian ia malah tersenyum, kemudian terbahak-bahak dengan kedua tangan
memegangi kedua sisi wastafelnya. Ia menunduk. Kehilangan senyumnya, menangis.
“Saranghae oppa..”
***
Jinki’s scene
Tak pernah ada
yang tahu bahwa aku melakukan ini. Test untuk mendapatkan beasiswa kuliah di
HARVARD Amerika. Hari ini hasilnya akan diumumkan melalui Universitas, dan
sekarang aku sedang berada di bagian akademik untuk mengambil hasilnya.
Seorang bapak
yang bekerja disana menghampiriku setelah mengambilkan berkas yang ku minta.
Sebuah amplop coklat ukuran quarto, ia memberikannya padaku. “Terima kasih.”
Kataku padanya, dan segera membuka untuk tahu hasilnya. Setelah beberapa
kalimat dalam bahasa inggris, akhirnya aku tahu hasilnya. Senyum terkembang di
wajahku seketika.
“Selamat!” ujar
bapak itu, sepertinya ia tahu hasilnya dari melihat ekspresi wajahku. Aku
mengangguk sopan dan berterima kasih dengan hormat padanya. 1 tahun lagi.
Tidak, kurang dari itu.. aku akan jadi mahasiswa di Harvard University dengan
bea siswa.
Aku memasukan
kembali surat itu kedalam amplopnya, dan bergegas untuk menghadiri kuliah umum.
Mendadak semangat kuliahku langsung meletup-letup. Aku ingin lulus dengan hasil
yang baik nantinya, agar benar-benar pantas menjadi mahasiswa di sebuah
universitas di Massacusette itu. Namun saat aku melihatnya, aku seperti harus
berpikir dua kali. Kalau aku jadi S2 disana, berarti aku akan meninggalkan
bocah itu.
“H.. hyeong~! Yo~!” sapanya setelah menyadari
aku di depannya. Aku mengangguk saja. “Mau kemana? Ada kuliah lagi?”
“Cuma kuliah
umum. Kau?” tanyaku canggung.
Ia menggeleng.
“Tidak ada! Aku mau pulang. Ada basket bareng anak-anak street ball di dekat
rumah!” jawabnya riang. Aku tersenyum melihatnya. Sesaat matanya tertuju pada
amplop yang aku bawa. Amplop berisi pengumuman itu.. “Kau bawa apa hyeong?”
Aku melihat
amplop seukuran quarto itu di tanganku. “Ini.. pengumuman tes..” jawabku jujur,
namun rasanya berat mengatakan itu.
“Tes apa?”
“Umh.. kuliah S2
di.. Harvard..” jawabku. Ia seperti tersentak, wajahnya terlihat begitu kaget.
Tentu saja, aku tidak pernah membicarakan tentang ini denganya, dan tiba-tiba
sekarang aku muncul dengan pengumuman bahwa aku lulus tes.
“A.. Amerika?”
aku mengangguk. “Oh.. hasilnya?”
“Sukses! Aku
berangkat tahun depan setelah wisuda!” jawabku.
Aku bisa melihat
mimik wajahnya memunculkan banyak ekspresi, namun sesaat kemudian ia tersenyum
kembali padaku. “Selamat~!!” katanya. Aku mengangguk, entah mengapa aku berharap
saat ini ia mencegahku untuk pergi. “Kenapa tidak pernah bilang padaku? Harvard
ya.. hmhh.. kau pintar juga!” katanya.
Aku tersenyum
ragu. “Gomawo..”
“Oke, aku sudah
hampir telat! Kalau kelamaan nanti mereka bisa ribut! Aku duluan ya hyeong~!” katanya sambil memepuk
lenganku. “Besok traktir aku makan! Arrachi??”
Aku mengangguk,
dan membiarkannya berlalu begitu saja. Kenapa dia tidak mencegahku? Kenapa dia
membiarkanku pergi jauh meninggalkannya? Jadi aku benar-benar tak berarti
apa-apa baginya? Aku memang hanya seorang ayam hyeong di matanya. Seorang seonbaenim,
tidak lebih.
Dengan gontai
aku berjalan ke arah auditorium, tempat berlangsungnya kuliah umum bagi
mahasiswa semester akhir. Dan sekali lagi, aku merasa menyesal telah mencintai
seseorang..
Jinki’s scene END
***
Chaeyong’s scene
Seharusnya aku
senang, seperti yang aku ekspresikan tadi saat bicara dengannya. Seorang
temanku baru saja berhasil lulus tes S2 ke luar negri. Sebuah universitas yang
mungkin aku membayangkan untuk bisa masuk kesana pun tidak bisa. Tapi Jinki
melakukannya. Dia berhasil lulus tes, dan tahun depan berangkat ke Harvard.
Tapi kenapa aku malah tidak ingin dia pergi?
“YONG~! YA!!” seseorang meneriakiku. Aku
menoleh, kulihat sebuah bola mengarah ke arahku dan, BAGHH~!! Sukses mengenai
wajahku. Hidungku langsung berdarah, namun aku tidak bergerak dari sana. Bahkan
jatuh pun tidak. “Ya~! Kau tidak
apa-apa?” orang itu mendekatiku, juga beberapa anak lain, termasuk Joongki oppa yang tadi mengekor saat aku pergi
untuk bermain disini.
“Beristirahatlah
di pinggir! Kaki mu juga masih belum sembuh kan?” Yongbae, si sesepuh street
ball disini mengintruksikan. Aku mengiyakan saja, sambil menutup hidungku
dengan tangan, mencegah darahnya menetes kemana-mana.
Joongki oppa meletakkan kameranya. Ia mengambil
tisu di dalam tasnya, dan menyumpalkannya di hidungku. Ia menyuruhku mendongak
ke atas agar darah yang keluar tidak terlalu banyak. “Hyeong ngapain bawa-bawa tisu?” komentarku padanya.
Ia menoyor
kepalaku pelan. “Bukan punyaku, ini punya YoonHee! Kebawa tadi waktu makan
siang.. tapi ternyata ada gunanya juga!” katanya. Yah, seharusnya aku sudah
bisa menebaknya. YoonHee eonni.
Sudah 3 hari
sejak saat itu, dan aku mulai bisa menerima mereka. Harus ku akui, mereka pasangan
yang serasi. Joongki oppa tampan, dan
YoonHee eonni sangat cantik meskipun
penampilannya sederhana dan tidak menggunakan banyak make up. Meski perasaanku
tidak sepenuhnya hilang, tapi aku sudah bisa kembali melihat oppa tanpa rasa menyesal sedikitpun.
“Hyeong..” panggilku. Aku masih menatap
ke atas. Ia berdehem, sambil sesekali ku dengar suara jepretan kamera. Semoga
ia tidak sedang memotret ku. “Kalau misal aku dapat kesempatan ke Amerika untuk
melatih kemampuan basketku selama beberapa tahun, kau akan merasa senang, atau
sedih?” tanyaku bodoh padanya.
“Aku senang
lah.. karena adikku baru saja mendapatkan kesempatan sangat bagus untuk menjadi
apa yang dicita-citakannya!” jawabnya dan sekali lagi kudengar ia memotret
sesuatu. Aku bangun dan melepas tisu di hidungku. Darah sudah tidak meler lagi,
dan kini ku lihat tisu ku sudah seperti bendera endonesa (-__-). “Tapi mungkin
aku juga ingin kau tidak kesana..”
Aku menoleh ke
arahnya. Joongki oppa sedang membidik
beberapa anak laki-laki yang tengah bergumul di bawah ring untuk merebut bola
yang akan jatuh. “Wae?”
“Karena aku
sedih, nggak akan bertemu lagi denganmu dalam waktu yang lama!” jawabnya,
kemudian memeriksa hasil bidikannya. Ahh.. mungkinkah itu yang kurasakan saat
tahu Jinki oppa akan pergi? Tapi
kenapa aku tidak ingin ia kesana? Padahal seharusnya seorang teman itu
mendukung cita-cita temannya. “Jinki ya?” tiba-tiba oppa mengejutkanku.
“He?”
“Jinki kan? Aku
bisa membacanya dari wajahmu!” katanya. Mendadak jantungku berdegub begitu
kencang. Hal sama yang kurasakan sejak beberapa waktu yang lalu. Ahh.. tidak!
Jangan! Itu tidak mungkin! Aku tidak mau semuanya jadi salah..
Sementara aku
mengatur perasaanku, aku tahu Joongki oppa memandang ke arahku dengan senyum di
wajahnya. Ini semua membuatku benar-benar tidak mengerti.
***To be
Continue***
Ja, thx for reading and don't forget to leave a comment, minna~!^^>
-Keep Shine Like HIKARI-
deg degan gw baca part yg ini ... errr buruan kelarin gw penasaran Sunbae !
ReplyDeletedeg deg an knapa? gw aja yang bikin.. deg deg an juga~ #eh?
Deleteengga denk~ kkkk..
iye iye.. kalo ga 2 part lagi kelar~
makasi udah baca^^
jinki oppa >,< aku jadi kasian sama dia di bagian ktmu caheyong pas habis terima surat dikampus itu :(
ReplyDeletebagian atas cukup mendebarkan tu, seru seru..ayo cepetan ya lanjutannya ^^b
iya.. aku sendiri ga tega nulisnya~ *bows deeply ke onyu sampe nyungsruk ke tanah*
Deletehehe.. makasi~ diusahakan apdet secepatnya! gamsahamnida~!^^
ga tega bener...inget dia ga nongol2 juga smpe skrg #upsssz
ReplyDeletesipp sipp..^^b