Thursday, February 2, 2012

Story 'bout someday of my life.. [FANFIC]

*saya lagi cerewet2 di twitter* 
tau2..
@bangmarkotop sidiiii.. bikinin FF donk~ aku sama baekkyong xDD
 *kalo ga salah kurang lebih gini twitnya, efek dari di mensyen baekkyong*
@Light91916 *promo dikit pake nyebutin nama* oke, tema nya apa bang?
@bangmarkotop terserah, tapi jangan yang romantis I HATE ROMANCE *me too* ada adegan berantemnya dikit ya~
 *kalo ga salah juga balesannya gini*
saya puter otak, iseng-iseng deh corat-coret nuangin perasaan yang saya alami abis minum susu kambing *langsung lemes gabisa gerak* tapi.. malah berhasil bikin ini.. FF pairing Seogoon-Baekkyong yang gatau rada ngakak atau malah aneh ._.a
Biar rada keren ntar di kasi cast, tapi soal genre tebak sendiri lah, saya gapernah make kayak gitu jadi gangerti *penulis macam apa ini??*
oke, happy reading~!!^^
betewe.. tapi saya bingung sebenernya mau saya kasi judul apa, kalo di kasi judul "Choi Seogoon" ntar dikira niru sinetron~ ._.
jadi ya.. jangan protes kalo judulnya ga nyambung! -__-a

Story 'bout someday of my life..



Cast:
OC Choi Seogoon (@bangmarkotop)
Song Baekkyong (1TYM)
Kwon Jiyong (BIGBANG)
Choi Dongwook (Se7en)
OC Choi Chaeyong (#EHEM)
Lee Chaerin (CL 2NE1, Supported cast)

Mentioned Cast:
Choi Tabi/ Choi Seunghyun (TOP BIGBANG)
Choi Seungri (Lee Seungri BIGBANG, Exchange gender)
Dong Yongbae (BIGBANG)

====***====

Choi Seogoon's POV

Denting jam dinding ini tak membuatku nyaman. Kenapa semuanya jadi seperti ini? Dia menghancurkanku! Semua ini gara-gara.. "KWON JIYONG!! KENAPA KAU MENIKAHI KAKAKKU??" ahh~ aku berteriak kesetanan lagi. Ini sudah yang keempat puluh kalinya. Sejak hari itu, rasanya aku jadi 'NGGAK NYANTE' sekali! Aku ingin meledak!! Aku ingin meledakannya juga!! Tiba-tiba aku ingin jadi teroris.

BLUGH!

Tanpa suara tiba-tiba seonggok bantal mendarat di wajahku dengan sempurna, membuatku menghentikan fantasiku sebagai teroris. Aku tahu dari mana asal bantal ini. "Ya~! Kau numpang! Jangan ganggu tidurku!" oke, tersangkanya sudah mengaku. Kukembalikan bantal itu dengan melemparnya kembali ke sosok pendek dibalik selimut yang tengah berbaring di kasur di sebelahku, kemudian kembali kurebahkan tubuhku diatas futon yang kupinjam darinya ini. Yep, aku numpang tidur dirumah sepupuku sekarang. Semua ini gara-gara..

"KWON JIYONG!!!" Aku berteriak lagi.

BLAGH!!

Dan sekali lagi, bantal yang sama mendarat di wajahku dengan tepat.

---

Aku berangkat sekolah dengan gontai, mendahului sepupuku yang berjalan di belakangku sambil terus berkutat dengan ponselnya. Entah apa yang ia lakukan, aku tidak tahu. Yang jelas pikiranku sekarang sedang kisruh. Oke, sebenarnya sudah sejak beberapa hari yang lalu kekisruhan ini berlangsung, sampai Choi Tabi, kakak tertuaku yang imbisil itu mengusulkanku untuk menginap di rumah sepupu kami sampai keadaanku menjadi sedikit tenang, dan kakakku yang baru menikah itu sudah pindah ke rumahnya sendiri.

Oke masalahnya ada disini. Kwon Jiyong yang ku sebut-sebut semalam adalah pacarku. Pada awalnya, dia pacarku. Tapi entah sejak kapan ia mulai tertarik dengan kakak perempuan(?)ku, Seungri. Kakak paling ku sayang yang kini kuanggap sebagai musuh besarku karena dia mau dilamar oleh makhluk kerempeng yang selama 2 tahun ini ku panggil sebagai pacar. Namun dia memilih putus denganku dan menikahi kakakku. HAHH!! "KWONG JIYONG~! NEON *sensor* *sensor* *sensor*!!!!!!" teriakku sambil membanting-banting gumpalan seragam judo yang ku ikat dengan sabuk itu. ahh.. selalu seperti ini..

"Ya! Malu diliat orang!" sepupuku tiba-tiba interupsi dari belakang setelah berhasil menyusul langkahku.

Aku terdiam. Ngosngos-an. Aku masih belum bisa percaya ia melakukan itu padaku. Sepupuku itu memandangiku.

"Mwo?" tanyaku garang.

"Nggak apa-apa! Aku cuma baru melihat sesuatu.." katanya, kemudian berlalu meninggalkanku.

Ah~ jiwa cenayangnya muncul lagi. Tapi didengar dari kata-katanya, sepertinya sesuatu memang akan terjadi. Percaya nggak percaya, kadang aku percaya dengan 'penglihatan' bocah itu. Sejauh ini 70% 'penglihatan' nya benar-benar terjadi.

***

Kelas sudah sangat ramai saat aku sampai, sepupuku yang setengah cenayang itu pun ternyata sudah didalam, sudah menanggalkan ponselnya, dan kini tengah mengobrol dengan beberapa orang teman sekelas. Aku segera menempati bangku ku yang ada di belakang bangkunya. Kemudian duduk sambil memandangi mereka yang sedang bercanda. Biasanya aku juga bergabung bersama mereka, tapi hari ini aku benar-benar tidak ada nafsu untuk bercanda. Beri aku korek, maka aku akan membakar kelas *saking bete nya, ya ampun~* *tapi jangan beri aku 7 cowo alay.. -digebukin-*

"HEY YO WASSUP~!!" di tengah keramaian, tiba-tiba seseorang berteriak dari pintu depan kelas kami, dan membuat semua siswa didalam kelas, bahkan yang baru lewat di koridor, mengalihkan pandangan ke arahnya. Ah.. murid baru itu~

#FLASHBACK#

"Eh mas~ tau kelas 2 unit 2 ga?" seseorang menepuk bahuku yang baru mengambil peralatan atletik di gudang olah raga. Aku menoleh, Kudapati seorang anak laki-laki dengan seragam sekolah kami yang di pakai dengan asal. Kupingnya di tindik, rambutnya berantakkan. Dan aku belum pernah melihatnya sebelumnya. Parahnya lagi dia memanggilku.. 'mas'.

"Anak baru ya?" tanyaku padanya.

"Iya!" jawabnya pendek sambil nyengir-nyengir girang. Tidak tahu apa maksudnya.

"Keluar gudang ini, lurus aja, terus naik tangga, kekiri, di samping kelas 2 unit 1!" terangku padanya. "Tapi kita lagi pelajaran olah raga! Kamu telat ya?"

"Oh, mas nya kelas 2 unit 2 juga?" ia tersenyum lebar.

'Mas??' aku masih membatin. Ini orang ngejek apa jujur ga tau sih?

Aku cuma mengangguk. "Habis naro tas, langsung ke lapangan aja!" aku jawab berbaik hati. Diliat dari bentuknya, bisa abis saya kalo nyari masalah.

"Oh, oke! Makasih mas!" katanya lagi, kemudian berlalu dari hadapanku. Aku masih terbengong di depan pintu gudang olah raga, sedang Chaerin di dalam gudang udah teriak-teriak memanggilku, menyuruhku membantunya membawakan barang-barang yang diminta pak guru.

"Seogoon! Ngelamun aja sih? Bantuin!" protesnya.

Setelah terkaget-kaget sebentar, akhirnya aku masuk membantu Chaerin, dan kami bergegas kembali ke lapangan bersama yang lain dan memulai pelajaran olah raga.

---

Istirahat sekolah. Hampir semua siswa kelas sudah mengganti bajunya dengan seragam biasa usai olah raga, kecuali beberapa anak laki-laki yang memang sepertinya lebih suka menggunakan baju training *nunggu di marahin guru dulu baru ganti*. Termasuk si bocah yang memanggilku 'mas' di gudang olah raga tadi. Dengan cepat dia sudah punya teman, dan sekarang sedang ngobrol asik di bagian belakang kelas. Aku yang baru datang dari ruang loker dengan beberapa siswa perempuan lain bergegas masuk, dan berniat memasukkan baju olah ragaku kedalam tas.

"Eh, kamu yang tadi di gudang olah raga ya?" panggilnya. Aku menoleh tanpa ekspresi.

"Iya! Waeyo?" tanyaku. Mungkin dia ada perlu denganku.

"Nggak apa-apa! Aku Song Baekkyong! Neo?" katanya masih cengar-cengir seperti saat di gudang olah raga. Sepertinya itu memang ekspresi naturalnya.

"Oh.. Choi Seogoon!" jawabku seadanya.

"Keurae.. Seogoon-a! Betewe, kamu cowo kenapa pakai rok?" katanya pendek.

Setelah sepersekian detik..

"BHAHAHAHAHAHAHAHA!!" meledaklah tawa seisi kelas mendengar apa yang baru si Baekkyong anak baru itu katakan. Dengan tampang cengo, dia malah memandang sekeliling.

Wajahku memerah, emosiku meletup-letup sampai ke ubun-ubun. Kulempar baju trainingku yang belum sampai masuk kedalam tas. "YA!! CARI MASALAH??" aku ngamuk, kemudian pergi keluar dari kelas. Padahal hari itu sehari sebelum pernikahan kakakku. Dan emosiku yang sempat ku tahan-tahan jadi meledak. Padahal aku sebenarnya sudah biasa di katakan begitu. Aku sudah tahu sepertinya si Baekkyong itu benar-benar tidak tahu, tapi emosiku memang sedang tidak bisa di tahan. Ku putuskan hari itu juga ia adalah musuhku.

#FLASHBACK END#

Teman-teman sekelas termasuk sepupuku yang setengah cenayang itu menyambut bocah yang menurut ukuran tubuh cowo itu pendek. Kemudian dia bergabung dengan gerombolan itu dan mengobrol, entah apa yang mereka bicarakan. Sementara ini aku sedang tidak tertarik. Bahkan mengingat apa yang terjadi beberapa hari yang lalu itu masih membuat kepalaku panas. Aku menyandarkan kepalaku di atas kedua tangan yang kulipat di atas meja sambil menatap keluar jendela kelas. Minggu ini menjadi saat-saat paling mellow dalam hidupku. Kukira aku tak akan pernah merasakan yang namanya sakit hati. Tapi ternyata, 100 kali lebih sakit dari pada yang aku bayangkan.

***

"Masih belum mau pulang?" Dongwook oppa, sepupuku yang lebih tua menyapaku setelah ia menuangkan segelas susu dan membawanya ke depan tv sebagai kudapan nonton tv nya. Ia duduk di sebelahku. Sementara sepupuku yang setengah cenayang ketawa-tawa sambil nonton acara komedi yang menurutku sama sekali tidak lucu. Untuk keadaanku saat ini. "Yong! Minggir dikit donk! Nutupin!" Dongwook oppa melempar adiknya itu dengan sus kering.

Aku diam, mataku masih melihat gag di tv, tapi tidak tersenyum sedikitpun. "Bener-bener membekas ya~ si kerempeng itu.." kata Dongwook oppa pelan sambil sesekali mencomot sus kering di atas meja, dan sekali lagi melemparnya pada Chaeyong agar dia sedikit minggir dari depan tv. Tapi yang dilempar malah tetep ngakak-ngakak. "Kenapa nggak coba lupain aja?" katanya, setelah nyeret sepupuku yang setengah cenayang itu pindah tempat.

"Ngomong sih gampang.." gumamku. Dongwook oppa senyum sambil menghela nafas sekali, namun terdengar mendesis. Sepertinya dia dengar apa yang aku katakan.

"Cinta itu emang nggak selamanya kayak permen! Kadang bisa berubah jadi kopi juga!" entah dia dapat filosofi dari mana. Yang pernah ku dengar sih, cinta itu kayak coklat, ada manis tapi sedikit pahit. Tapi sepertinya sekarang cintaku jadi dark coklat. -__-

"Lha itu, kamu tahu filosofinya~" Dongwook oppa ngomong lagi. Lhah? Dia setengah cenayang juga jangan-jangan? "Kamu mesti belajar buat melepaskan, Goon-a! Karena cinta itu biar kamu bawa sampe nikah, pada akhirnya saat salah satunya harus mati, kalian juga akan berpisah." setelah sedikit mengagetkanku, Dongwook oppa bicara dengan bijak. Tapi nyeremin. "Selain itu, kalo cinta kamu tulus, seharusnya kamu bahagia donk liat Jiyong bahagia! Nanti kamu nggak maju-maju, stuck terus di tempat kamu sekarang, nangisin orang yang jelas-jelas udah nggak mungkin lagi balikan sama kamu!" ia mengakhiri kalimatnya.

Aku sering dengar kata-kata itu di cerita drama ataupun di novel. Memang benar. Tapi sangat sulit untuk mengamalkannya. Ngomong aja gampang. Tapi mungkin apa yang dikatakan Dongwook oppa ada benarnya juga. Biarpun masih sakit rasanya, aku bakal mencobanya. "Nah, gitu donk~! Jangan sedih terus ya, ntar kamu cepet tua!" katanya sambil menepuk kepalaku, dan nendang Chaeyong biar minggir lagi dari depan tv. Ganteng-ganteng cenayang, anarki lagi. ._.a

***

Istirahat jam makan siang, semuanya sudah menghambur ke kantin sekolah, menyerbu makan siang gratis yang memang di sediakan setiap jam makan siang. Katanya sih gratis, padahal orang tua yang bayar tiap bulan. Aku masih di kelas, karena tepat setelah bel berbunyi, kakak imbisilku yang paling tua menelpon menannyakan keadaanku. Katanya 3 hari lagi Jiyong dan Seungri, kakakku yang baru menikah itu akan pindah ke rumah mereka sendiri. Aku tahu dimana rumah itu. Rumah rancangan Jiyong yang pernah dia tunjukkan kepadaku. Ah.. miris rasanya meratapi keadaanku sendiri.

Selesai menelpon, aku bergegas menuju kantin, makan siang. Aku sedang butuh banyak protein. Semoga aku bisa minta lauk dobel.

"Ya~! Sendirian?" seseorang memanggilku dari belakang. Dari suaranya aku sudah tau. Song Baekkyong.

"Mwoya?"

"Aigoo~.. lagi PMS neng? Gitu banget sih?" cibirnya. Aku hanya diam.

Aku tahu dia cuma berbaik hati menyapa, tapi mengingat apa yang dilakukannya di hari pertamanya sekolah disini membuatku masih menyimpan dendam kesumat di hati. Aku berjalan lebih cepat, mendahuluinya menuju kantin. Mengambil food tray yang bertumpuk di bagian depan, kemudian menyodorkannya pada petugas kantin. "Ikannya di tambah ya!" pintaku pada petugas kantinnya. Tapi sepertinya tidak bisa. Lauknya sudah di jatah, nggak bisa ndobel.

Baekkyong masih mengekor setelah kami mengambil makanan. Ia duduk berhadapan denganku di salah satu meja yang masih tersisa di kantin. Satu-satunya meja yang tersisa. Baekkyong melihat ke arahku, aku balik melihatnya. "Kenapa?"

Baekkyong mengambil ikannya dengan sumpit, kemudian meletakkannya di atas food tray-ku. Di sebelah ikan yang sudah ku makan separuh. "Kau butuh banyak protein~" katanya dan segera menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya sendiri. Aku memandangnya sedikit tak mengerti. Tapi akhirnya aku tak mengindahkannya dan melanjutkan makan siangku.

---

Seharian ini tidak tahu kenapa sepertinya Baekkyong mengekor padaku, sampai aku ikut kegiatan klub, dia masih mengikutiku. Aku berbalik, memandanginya dengan tatapan tajam, membuat tampangnya penuh tanya. "Mwo?" katanya bingung.

"Berenti ngekor kenapa sih??" aku membentaknya. Benar-benar, aku lagi nggak nyante.

"Ngekor gimana? Aku mau latihan klub!" jawabnya polos.

"Tapi kenapa ngikut??" aku berteriak lagi.

"Kan kita stu klub, bego! Kamu nggak inget ya? Banting orang seenaknya! Pundak masih sakit nih~!!" malah gantian Baekkyong yang marah-marah.

Sesaat aku ingat, terakhir latihan klub judo, karena emosi aku membanting seseorang. Jadi dia Baekkyong? "Eh.." aku mendadak melunak. Aku menggaruk bagian belakang kepalaku yang sebenarnya tidak gatal. Mengangguk sedikit padanya. "Ch..chwesonghaeyo~" kataku, dan kembali berjalan ke arah dojo sekolah dimana klub Judo biasa berlatih.

***

Hampir semua masalahku sudah ku ceritakan, tapi sebenarnya masih ada yang ketinggalan. Sebenarnya, percaya atau tidak, aku yang bertampang cengo begini *penulis digorok bang de* sebenarnya punya banyak musuh di luar sana. Gara-gara aku jadi juara judo antar sekolah dan bisa mengalahkan siswa laki-laki, siswa yang aku kalahkan itu tidak terima dan kini mereka mencariku setiap aku pulang sekolah. Biasanya aku pulang dengan sepupuku yang setengah cenayang itu, yang bisa digunakan sebagai GPS dan aku bisa pulang dengan selamat. Tapi sayangnya hari ini dia ada rapat sekolah, mewakili kelas bersama Yongbae, ketua kelasku. Terpaksa lah aku pulang sendiri. Dengan sedikit mengandalkan insting agar nggak tertangkap mereka.

Tapi perbandingan antara keberuntungan dan kesialanku adalah 30:70, jadi ya bisa ditebak. Begitu aku keluar dari sekolah, seseorang dengan tubuh tinggi besar sudah menghadangku disana. Ia membawa tas sekolah di tangan kanannya, dan gumpalan seragam judo yang diikat dengan sabuknya di tangan kiri. Dia tersenyum saat melihatku. Aku yang awalnya berjalan mengendap-endap, langsung menegakkan badan, menunjukkan wibawaku seperti saat sebelum bertanding.

"Kenapa ngendap-endap? Takut ketangkap?" katanya dengan senyum sinis di wajahnya. Wajahku kuubah menjadi (_ _')a , sambil meliriknya.

"Yang sportif donk! Kalah di arena ya balesnya di arena juga!" komentarku, dengan sok tidak peduli aku melewatinya. Tapi dia menarik kerah seragamku kembali ke tempatku semula.

"Tapi kamu tetep ngga bisa lari~!" dia melemaskan tangannya sampai tulang jarinya bergemlutuk. Merenggangkan leher dan bahunya, kemudian pasang kuda-kuda.

Hahh.. bukannya takut. Aku hanya malas meladeni orang-orang seperti ini. Menghabiskan waktuku, padahal aku ingin pulang dan segera tidur untuk sejenak melepaskan pikiran yang membelenggu perasaanku akhir-akhir ini.

Dia meninjuku, namun aku bisa menghindarinya, kutarik tangannya, dan dengan ajaib kubanting badan besarnya begitu saja sampai dia menggelepar di depan pintu gerbang sekolah. "Kau terlalu cepat 100 tahun untuk mengimbangiku!" kataku sedikit menyombong, kemudian pergi berlalu tak peduli dengan orang itu lagi.

***

"Tadi ada yang step didepan sekolah lho! Serem! Anak-anak langsung bawa dia ke rumah sakit!" cerita Chaeyong begitu dia selesai mengerjakan PR nya. Sedangkan aku masih berkutat dengan tugasku sendiri. Aku berusaha untuk tidak menyalin PR. Meskipun setan-setan sudah menggodaku untuk melakukannya.

Aku tahu siapa yang dimaksudnya, tapi aku diam saja. Mungkin jiwa cenayangnya sudah tahu bahwa aku yang melakukannya. "Aku nggak tau lho kalo kamu yang banting dia~" oke, cukup pengakuannya. Sebenarnya dia pinter, tapi BEGO dalam hal berbohong *penulis nyekek diri sendiri*.

"Tadi aku ketemu Tabi pas pulang sekolah, nanyain kamu! Kapan kamu mau pulang ke rumah? Dia udah kangen sama kamu!" sepupu cenayang itu bilang lagi. Rasanya seneng ternyata kakakku ngangenin aku. "Kangen nge-babuin kamu katanya.." Oke, saya ga jadi seneng.

"Pokoknya kalo Seungri eonni *eh, aku ngakak* udah keluar, baru aku mau pulang!" jawabku jujur. Biar sudah berusaha melakukan apa yang Dongwook oppa nasehatkan, sakitnya memang belum benar-benar bisa hilang.

Chaeyong si sepupu cenayang itu diam, aku rasa dia memandangiku. Nggak lagi, aku paling nggak suka di baca pikirannya. "Aku nggak lagi baca pikiranmu kok.." katanya lagi. Lha itu apa? Mau nangis rasanya~! "Tapi aku lihat sesuatu bakal mengalihkanmu!" dia bicara lagi. Percaya nggak percaya, aku percaya *apa sih?*. Dan aku berdoa, semoga saja sesuatu itu benar-benar bisa mengalihkanku. Aku sebal dengan keadaan ini! Aku yang biasanya cuek jadi berasa memperhatikan segalanya! Dan aku benar-benar membutuhkan pengalihan.

"Tapi agak susah sih.. kamu orang nya gitu~!" Chaeyong bergumam, tapi aku masih bisa mendengarnya. Dia beranjak, lalu keluar dari kamar. Aku berpikir sejenak. Maksudnya apa??

***

Aku menenangkan diri di atap sekolah. Memandangi panorama dari tempat paling tinggi di gedung sekolah ini, sekaligus menghirup udara segar, yang di hiasi angin yang membuat mataku perih. Bukannya refresing malah dari tadi aku sibuk menghapus air mata yang muncul akibat angin ini.

"Preman-preman nangis~!" kudengar seseorang bicara dari sebelah kanan. Aku menoleh sambil sekali lagi menghapus air mataku dengan tangan. Baekkyong lagi.

"Ngapain kamu disini?" tanyaku padanya.

"Tadi aku tidur disana!" ia menunjukkan sebuah tempat di salah satu sudut atap sekolah. "Pas bangun mau balik ke kelas, liat kamu disini!" jawabnya.

"Jadi kamu tadi bolos kelas matematika?" tanyaku. Dia cuma nyengir.

Kami terdiam sejenak, sampai dia bicara lagi. "Angginnya gede ya, bikin mata perih~" Baekkyong mengucek matanya.

"Preman-premasn nangis~!" kubalas dia. Dia tertawa, aku juga.

"Kamu jangan sok kuat!" Baekkyong bicara lagi. Aku tak tau apa maksudnya. Ia mengusap matanya dengan lengan jas seragamnya. "Kalau pengen nangis, nangis aja! Aku ga bakal ketawa kok.."

Aku memandang aneh ke arahnya. "Apa sih maksud mu?" dia tidak menjawab. Tapi baru sekali ini, rasanya aku sangat tenang. Dia tidak menyebalkan seperti apa yang selama ini aku pikirkan. Cuma penampilannya saja yang membuatku sebal, dan belum bisa melupakan kejadian 'cowo pake rok' itu.

Choi Seogoon's POV END

***

Seogoon berjalan pulang sendirian lagi. Kali ini Chaeyong si sepupu cenayangnya itu entah pergi kemana, yang jelas bocah itu pulang duluan tanpa memberi tahukan Seogoon sebelumnya *kalo dikasi tau dan akhirnya Seogoon pulang bareng, ceritanya gajadi gini donk~(?)*. Seogoon nggak pulang mengendap-endap lagi sekarang. Apapun yang terjadi, dia memutuskan untuk menghadapinya. Lagian dia juara nasional judo antar sekolah. Apa gunannya judo kalau dia nggak menggunakannya untuk membela diri?

Sejauh mata memandang, perjalanan pulangnya baik-baik saja. Orang yang kemarin itu tidak datang, mungkin dia masih di rumah sakit. Dan musuh-musuhnya yang lain juga tak terlihat. Dia berjalan dengan tenang menuju ke rumah sepupunya, sampai seseorang yang tak terduga muncul di hadapannya.

Fashionable, kurus, rambut cepak warna coklat dengan topi, dan backpack yang warnanya senada di tenteng di bahu kanan, sedangkan bahu kirinya membawa silinder yang digunakan untung membawa kertas. Dia arsitek itu. Yang selama ini di anggapnya pacar, sampai akhirnya laki-laki dengan kemeja kotak-kotak merah itu mencampakkannya. Kwon Jiyong.

Seogoon mematung sejenak. Kakinya tak bisa di gerakan, meski untuk berlari sembunyi. Hingga si Kwon Jiyong itu menyadari seseorang yang ia kenal tengah menatap ke arahnya, dan senyum yang semula tergambar di wajahnya tiba-tiba meredup. Namun setelah beberapa detik, ia kembali mengulaskan senyum di wajahnya. "Annyeong, Seogoon-a!" sapanya. "Oraenmaniya~"

Sesaat bayangan-bayangan tentang memori mereka selama dua tahun ini merebak di kepala Seogoon secara bersamaan. Disaat Jiyong menyatakan perasaannya dua tahun yang lalu setelah mereka menonton acara musik sama-sama. Saat-saat Jiyong mencoba membuat sesuatu yang romantis, namun gagal tapi Seogoon menyukainya (karena romantisnya gagal). Saat mereka menghabiskan waktu sama-sama dimanapun mereka berada. Saat mereka main uno, dan yang kalah di coret dengan lipstik yang di ambil Seogoon dari kamar Seungri. Dan.. Seungri.. yah.. saat dimana Jiyong pada akhirnya mencampakkannya dan malah memilih kakak perempuan Seogoon untuk dijadikan teman hidupnya. Dengan alasan yang tidak ingin di ketahui Seogoon.

"Jangan mendekat!" pekik Seogoon. Tangannya menjulur kedepan, mengisyaratkan Jiyong untuk tidak berjalan lebih dekat ke arah Seogoon.

"S..Seogoon-a~" Jiyong mendesis. Ia tahu Seogoon sangat marah padanya.

"Kalau kau mendekat.. nanti aku.." Seogoon menggantung kata-katanya sendiri. Ia berusaha mati-matian mencegah air matanya untuk keluar. Ia Seogoon. Juara nasional judo antar sekolah. Nangis itu lemah, dan dia tidak lemah. Ia tidak boleh menangis. Sebagaimanapun sakitnya, sebagaimanapun remuknya. Ia bisa menahan sakit pada lebam karena cedera saat latihan. Ia juga harus bisa menahan sakit yang di goreskan pria di hadapannya itu.

"Seogoon-a~" Jiyong berjalan selangkah lagi setelah cukup lama berdiam.

"BERHENTI KATAKU!" Seogoon berteriak. Matanya merah. Matanya sudah mulai berkaca-kaca. Tapi ia masih menahannya.

"Tapi.." Jiyong hampir mendekat lagi.

Seogoon melempar gulungan seragam judonya yang ia ikat dengan sabuk itu ke arah Jiyong, dan mengenai badannya. "BABOYA! Kalau begitu nanti aku nggak bisa melupakanmu~!!" Seogoon berlari meninggalkan Jiyong, dan gulungan seragam judonya begitu saja. Jiyong terbengong sambil memeluk seragam judo itu. Dia memandang ke arah gadis yang baru berlari pergi meninggalkannya. Ia tidak tahu dirinya begitu berarti untuk Seogoon yang terlihat penuh ketidak pedulian itu. Jiyong hanya bisa meratapi apa yang ia lakukan pada gadis itu.

"Cwesonghaeyo~!" seseorang menyadarkannya dari lamunannya. Jiyong menoleh. Seorang bocah laki-laki pendek memanggilnya. "Boleh ku ambil ini? Biar aku antarkan padanya!" katanya sambil menunjuk ke arah gulungan seragam Judo itu.

Masih bingung dengan pikirannya sendiri, Jiyong menyerahkan gulungan seragam judo itu pada anak laki-laki di hadapannya. "Gamsahamnida~!" bocah laki-laki itu segera berlari mengikuti Seogoon setelah ia mendapatkan seragam judo itu. Sedangkan Jiyong, masih berusaha menyadari kesalahan yang sudah ia lakukan. Yang akan percuma jika ia menyesalinya sekarang.

***

Seogoon berlari cepat-cepat tanpa melihat kedepan. Bahkan ia tidak tahu kemana arahnya pergi. Ia asal berlari, yang penting ia bisa melepaskan emosinya dalam sekali nafas. Tangisnya masih belum pecah. Ia berhasil menahannya hingga ia kabur dari wajah yang dirindukannya itu. Dan tanpa sengaja ia menabrak beberapa orang berbadan besar yang tengah menggerombol di dekat motor-motor mereka.

Salah satu dari mereka mengulurkan bat baseballnya untuk menghalangi jalan Seogoon. Gadis itu benar-benar berhenti. Ia melihat ke arah mereka. Oke, TROUBLE DETECTED! Kalau sudah begini urusannya, ia harus kabur cepat-cepat!

"Cwesonghamnida~!" Seogoon berusaha kabur, tapi salah satu dari mereka mencegahnya.

"Ya~! Nggak ngerti ya? Nabrak, artinya nantang!" katanya sambil menoyor kepala Seogoon dengan bat baseball kayunya. Seogoon diam, menatapnya sengit. Orang dengan rambut gimbal itu menatap Seogoon dari atas kebawah, ke atas lagi. "Lo! Cowo kok pake rok??" sekali lagi orang itu bicara. Dan satu kalimat itu sudah membangkitkan emosi Seogoon yang mendalam.

Tanpa diduga, ia baru saja melayangkan tinju yang cukup kuat ke hidung cowo gimbal di hadapannya itu. Dan sekali pukul saja darah segar langsung mengucur dari hidungnya. Sepertinya Seogoon baru mematahkan hidung orang itu.

"Dia beneran nantang!!" cowo gimbal itu menutupi hidungnya yang berdarah sambil menunjuk ke arah Seogoon dengan tatapan sakit-sakit-takut tapi dendam (-__-).

Anggota gerombolan yang lain langsung merengganggan badan mereka seperti yang dilakukan musuh pertandingan Seogoon kemarin. Begitu juga dengan Seogoon, ia langsung memasang kuda-kuda seperti yang di ajarkan sabem (bukan, ini taekwondo.. saya gatau nama pelatih judo apaan??), pelatih judonya. "Lo anak Judo Choi Seogoon~! Lo bisa!" bisiknya pada diri sendiri.

Akhirnya seorang anggota melayangkan tinju. Seogoon menghindarinya, menangkap tangannya, membantingnya dengan sempurna. Anggota lainnya lagi melayangkan tinju, Seogoon menghindarinya, menangkap tangannya, membantingnya lagi. Begitu ia melakukannya berulang kali. Tapi sudah rubuh, orang-orang berbadan besar itu masih bisa bangun juga. Seogoon masih melaksanakan jurusnya dengan segenap hati dan segenap tenaga. Sampai keringatnya membanjiri wajah dan badannya. Mereka benar-benar kuat. Hingga semuanya rubuh juga pada akhirnya. Namun tak bisa di pungkiri, wajah Seogoon sudah mulai membiru di beberapa tempat. Dan darah mengucur dari pelipis dan sudut bibirnya.

Seogoon menegakkan badannya, mengambil tas sekolahnya dan bergegas untuk pergi, namun seseorang menahannya. Ia menarik tangan Seogoon, membantingnya ke tembok, meletakkan tangannya sendiri pada tembok di belakang Seogoon, kemudian membuka sesuatu. Pisau lipat. Seogoon mendelik melihat benda tajam di tangan laki-laki yang penuh darah dan lebam di wajahnya itu. Semoga ketakutannya tidak dilakukan orang itu sekarang.

Seogoon berusaha mencegah laki-laki yang hendak menghunuskan pisau lipat itu ke perutnya. "Andwe~!" erang Seogoon. Tangannya masih mendorong tangan dengan pisau itu menjauhi perutnya, sampai ia tak sadar mata pisau itu sudah melukai tangannya. Darah segar mengucur dari telapak tangan kirinya, namun ia belum merasakan sakitnya. Ia masih terlalu berkonsentrasi untuk menjauhkan pisau itu dari perutnya.

"Mati kau!" orang itu menggertak. Seogoon sudah kehabisan tenaga. Ia pasrah jika ia harus mati disana. Toh, ia juga sudah tak perlu lagi memikirkan hal-hal seperti kenapa pacaranya memilih menikah dengan kakaknya, dan semua hal  yang membuatnya menjadi gila.  Dan akhirnya tangisnya pecah disana. Mungkin sampai disini, ia akan pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal pada orang yang dicintainya.

"ENYAH KAU BANGS*T!!" teriakan itu terdengar, diikuti dengan suara jatuhnya logam dan debam suara benda tumpul dan berat jatuh di lantai semen. Seogoon masih tercengang. Ia memandang ke bawah. Seseorang baru menghabisi orang itu dengan tinjunya. Menyelamatkan Seogoon dari kematiannya.

"Kamu nggak pa-pa?" katanya sambil menepukkan tangannya beberapa kali seperti sedang membersihkan sesuatu di tangannya.

"Baekkyong?" gumam Seogoon kaget. Bagaimana ia bisa ada disini?

Song Baekkyong tersenyum lebar sambil menyodorkan seragam judo Seogoon. "Mau ngembaliin ini!" katanya. Seogoon tertegun. Dengan kata lain, Baekkyong melihat semuanya.

***

Seogoon baru saja mengobati semua lukanya, tepatnya Baekkyong yang mengobatinya. Dan kini mereka sudah duduk-duduk di pinggir sungai. Baekkyong yang baru membeli minuman jus di mesin penjual minuman menyodorkan salah satunya.

"Untukmu!" katanya, kemudian duduk di sebelah Seogoon. Ia membuka kaleng jusnya dan menenggaknya. Sedangkan Seogoon masih membiarkan jus nya utuh. Ia hanya melihatnya sesekali. Namun tak berniat untuk membukanya.

"Yang tadi itu.. mantan mu ya?" tanya Baekkyong tiba-tiba. Mau mengakuinya atau tidak, tebakannya benar. Seogoon hanya bisa mengangguk. "Tampan.. aku ragu dulu dia benar-benar suka sama kamu!" Baekkyong terkekeh.

Mata Seogoon menyipit, melirik Baekkyong sebal. "Kau homo ya? Tampan tampan!" komentar Seogoon. Tapi bukannya marah, Baekkyong malah tertawa.

"Masih sakit?" tanya Baekkyong lagi.

"Lumayan.." jawab Seogoon seadanya.

Baekkyong terdengar menghela nafas. Ia meletakkan kedua tangannya di tanah, terlihat seperti menumpukan badan bagian atasnya disana. Matanya memandang ke lagit yang sudah memancarkan cahaya kuning sedikit oranye. Menandakan matahari akan segara berangkat untuk menerangi belahan bumi yang lain.

"Kalau gitu nangis aja.." kata Baekkyong. Seogoon memandang ke arahnya tak mengerti. "Aku ngga akan menertawakanmu!" Baekkyong mengulang apa yang dikatakannya pada Seogoon di atap sekolah. "Tidak ada salahnya seseorang menangis, biar dia juara nasional judo sekalipun! Menangis itu nggak dosa!" ceramah Baekkyong lagi.

Entah karena emosinya memang benar-benar tak terbendung lagi, atau terharu mendengar apa yang dikatakan teman barunya itu padanya, Seogoon menenggelamkan kepalanya di antara kedua kakinya yang duduk secara serampangan. Untung dia pakai celana training, jadi.. udahlah, gausah di jelasin juga udah tau. Ia membiarkan tangannya menggantung di kedua lututnya, dan ia terisak. Terdengar keras.

"Kamu nggak nangis dari kelas 3 SD ya?" canda Baekkyong. Tapi candaannya nyerempet kebenaran. Seogoon sudah tak pernah menangis sejak kelas 4SD. Ia terus berusaha menjadi gadis yang kuat sejak ia mendaftar di klub judo.

Baekkyong menepuk-nepuk punggung Seogoon, "Keluarkan semuanya.." katanya. Ia tidak berusaha menghentikan tangis Seogoon. Membiarkannya lega setelah menangis itu lebih baik baginya.

Seogoon terus mengeluarkan kekesalannya. Air mata begitu deras mengucur dari matanya. Isakannya tak henti-hentinya keluar dari tenggorokannya. Wajahnya kusut, makanya ia tak berani menengadah. Namun sedikit demi sedikit beban di dadanya seperti menghilang. Gumpalan yang mengganjal di dadanya seperti menyublim, kemudian menghilang sedikit demi sedikit. Meski sakit di dadanya belum bisa hilang sepenuhnya, sepanjang wajah itu belum bisa hilang dari ingatannya. Si Kwon Jiyong itu.

Baekkyong memandangi Seogoon. Ia tahu sakit yang di derita Seogoon bukanlah karena pukulan dan luka yang dihasilkan pisau lipat itu. Dan entah kenapa ia seperti merasakan sakit yang sama. Baekkyong melihat ke arah tangan kiri Seogoon yang di perban karena terluka. Baekkyong menjulurkan tangannya, menggenggamnya, kemudian mengembalikan pandangannya ke panorama di hadapannya.

Isakkan Seogoon mereda sejenak, ia kaget merasa seseorang baru saja menggenggam tangannya. Ia menoleh, Baekkyong masih memandang ke depan. "Kenapa berhenti? Bagi sakitnya denganku kalau kamu udah nggak kuat!" kata Baekkyong.

Sesaat Seogoon teringat dengan kata-kata sepupu cenayangnya. "Aku lihat sesuatu bakal mengalihkanmu!" Seogoon terkejut. Apa mungkin yang dia maksud.. Song Baekkyong? pikirnya.

Seogoon masih memandangi Baekkyong. Bocah itu memang tidak ada menarik-menariknya sama sekali, tapi disamping itu Baekkyong memang membuatnya sedikit tenang. "Ah.. tidak mungkin~" gumam Seogoon.

"Mwo?" tanya Baekkyong sambil memandang heran ke Seogoon. Tangannya masih menggenggam tangan Seogoon.

Seogoon menggeleng, dan menoleh ke arah lain. Tangisnya sudah berhenti, meskipun sesak di dadanya masih suka muncul.

"Tapi agak susah sih.. kamu orang nya gitu~!" ingat kata-kata Chaeyong si sepupu setengah cenayang itu pada Seogoon? Mungkin gumaman "Ah~ tidak mungkin~" itulah maksudnya. Tapi hingga perasaan Seogoon menjadi lebih baik, Baekkyong masih menggenggam tangan Seogoon. Dan berniat tidak ingin melepaskannya.

***END***

Ja.. sekian dan terima kasih..
mohon doa restu #eh .. mohon do komen ya setelah baca^^
terima kasih udah bersedia baca karya aneh saya lagi *bows deeply sampe nyungsruk ke tanah*
buat bang de yang udah request, sory kalo sekiranya ada adegan yang nyerempet romantis *abis ide saya jalannya kesitu~* *dance bonamana #salah*

SANGKYUUU~^^>

-Keep Shine Like HIKARI-

17 comments:

  1. edann dowo bianget..*komen dulu bacanya nanti* #ngacir dari blog

    ReplyDelete
    Replies
    1. langsung sekali habis lek.. tur di woco yo~ nek mung sithik2 ki nanggung e maca ne, rung nganti klimaks wes entek~ hhh

      Delete
  2. ((((;゚Д゚))))))) \(^o^)/ .... mau di komen apa yah ?

    ReplyDelete
  3. Replies
    1. switch gender~ gamau ah pairingan homo~ hahaha xp
      btw.. ava mu lucu~ xDD *boleh gigit ga?*
      *dilempar sepatu kibum*

      Delete
    2. yaoi??tapi kok panggilnya eonni -_-a tapi mereka kayaknya ga penting ya cuma cameo kan??

      ini yg jadi ceweknya tangguh + kuat banget ya???cowok gede-gede, main banting sana-sini kkk

      boleh *nyodorin kibum* tapi tanggung sendiri balesan dari dia ya XDD

      Delete
    3. ya kan udah bilang swithc gender.. apa perlu aku bisikin jjong biar jjong bisikin kamu baru bener~? *malah nawarin surga* HAHA

      iya.. tapi jangan ah kalo kibum, dia kan maen gampar.. keterlaluan dikit, santet (eh?) *ditabok*

      Delete
    4. oh iya ding itu ada tanda '~'nya
      ga, ga usah, nnti malah ga kelar2 bisikinnya XD

      separah itu kah sampe maen santet, kalo gampar iya -_-

      *telat bgt reply nya*

      Delete
    5. kamunya yang gamau jjong berenti bisikin~ kkk *makin menjadi-jadi*

      udah, jangan ngomongin eomma.. serem tauk~ *dilempar botol parfum*

      ngomongin kibum ntar mimpi itu terulang lagi gimana~ -__-a

      Delete
    6. iya makannya itu takut keterusan trus kebablasan gimana? *kebablasan tidur saking lembutnya tu suara*

      iya serem itu udah ngelirik mulu pake mata kucingnya



      komen di ff 1 nya ga muncul ya??

      Delete
    7. iya makannya itu takut keterusan trus kebablasan gimana? *kebablasan tidur saking lembutnya tu suara*

      iya serem itu udah ngelirik mulu pake mata kucingnya



      komen di ff 1 nya ga muncul ya??

      Delete
    8. hmm.. sumbang AC deh~ HAHAHA..

      tadi malem mimpi kibum lagi kan~ -__- tapi lupa mimpinya apa~

      engga tuh, coba aja komen lagi..

      Delete
  4. AWAWAWAWAAAA *cium

    SEKUEL PLEASE! #ngelunjak #abaikansaja

    Sidi, aku bingung. Ini yang figuran sebenernya siapa, Tabi apa sidi -_- #krik Dan oke. Riri onnie bikin ngakak. beneran. harusnya tetep Oppa biar skandalnya makin kerasa XDDDDD #diinjek

    Ohiya Sidi. Baekkie itu Baek KyoUng lho. .___. sampe ditato-in di tangannya segala. .___. #cumangomong

    Oke for real ya Sidi. The 'MAS' thing -_- ane dipanggil KANG sama supir angkot di bandung -_- Terus...kalo saya beneran jadian sama baekkie, keliatan kayak hombrengs dong yeu -_- Dan yang judo itu nyerempet dikit. aku karate XDD *please excuse this unimportant comment*

    Makasih udah dibikinin rikues FF sayaaaaaaahh *lari di padang rumput sama baekkie

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha.. emang udah ada kepikiran sequel pas nyelesein ini, tapi gatau bakal tak tulis beneran apa engga~ :p
      soalnya aku agak gapuas gegara kita belom tau isi hatinya *ceileh* baekkyong kan~?

      Figurannya gatau.. kok saya main nongol aja sih? *jedotin diri sendiri* #ehem .. hehe.. gabisa bikin homo saya~ gabisa~ *nangis(?)*

      okedeh.. ntar tak ganti, abis kyaknya Baekkyong-baekkyoung bacanya sama aja pan (ya?)

      hahaha.. jangan2 saya beneran cenayang? *merinding*
      oke sama2~^^ moga2 ga ngecewain FF yang rada sableng ini~ ._.v
      piiss love en mik cucu(?)

      Delete
    2. TUIS! TULIS! TULIS! #demo(?)

      iyasih sama tapi kalo baekkie marah gimanceu? (??)

      nggak ngecewain koq qaqahh~ XD

      Delete
    3. Ntar dulu tapi.. ada 2 FF yang masih jadi tanggungan nih~ -__-a

      kalo marah tinggal di banting aja ama kamu bang~ HAHAHA *dilempar getta*

      hehe.. oke, makasi~^^v

      Delete