==========================================================
Magic Recipe
Part 2
By : Hikari
================================
“Tumben pagi-pagi sudah bangun! Kau membuat apa?” ibuku yang baru dari toilet menyapaku begitu melihatku di dapur.
“Obentou!” jawabku. Ibuku berjalan mendekat dan melihatnya. Lalu ia tersenyum. “Nan de, kachan?”
“Sepertinya ada yang spesial!” kata ibuku menebak-nebak. Aku hanya tersenyum sambil memasukkan lauk obentou ke dalam wadah.
“Betsu ni!” jawabku.
—
Bel jam makan siang berdering. Dan aku sudah siap dengan obentouku. Aku segera berjalan dengan riang keluar kelas. Tapi Yohei menahanku sejenak setelah memperhatikan gelagatku yang aneh. “Mau kemana?” tanya Yohei.
“Narau!” jawabku riang, kemudian berjalan keluar kelas.
Agak lama aku menunggu Yamada Senpai di atap sekolah, dan akhirnya aku lihat juga gadis dengan rambut ekor kuda itu. Ia berlari-lari sambil membawa bekal makan siangnya. Ia berhenti sejenak dan mengatur nafasnya.
“Maaf, aku terlambat! Ada sedikit urusan!” kata Yamada senpai.
“Tidak apa-apa! Langsung kita mulai saja belajarnya!” kataku. Yamada senpai tersenyum dan segera duduk di kursi yang telah aku siapkan. Kami belajar sambil makan. Asik sekali. Dan senangnya, Yamada senpai mau mencicipi makananku dan dia bilang enak sekali, lebih enak dari masakannya sendiri! Lelaki mana yang tidak senang di puji gadis sempurna seperti Yamada senpai ini? Rasanya, mati saat itu juga tidak apa-apa!
—
“Ja! Sampai disini saja untuk hari ini!” kata Yamada senpai mengakhiri pelajaran. “Besok belajar lagi?”
“Hai!” jawabku singkat sambil mengangguk. Yamada senpai tersenyum.
“Aku catatkan nomor ponselku! Kalau ada apa-apa, kau bisa langsung telepon saja!” kata Yamada senpai, lalu mencatatkan nomornya di bagian belakang buku matematikaku.
“Sangkyuh!” kataku senang.
“Hmmh!” kata Yamada Senpai sambil mengangguk pelan dan tersenyum. Ia mengemasi barangnya kemudian berjalan pergi duluan. “Ja, matta ashita!”
“Hmh!” aku mengangguk sambil tersenyum. Setelah itu, aku rasanya ingin pingsan!hahaha..
***
“Kau tahu yohei! Rasanya seperti surga!!” ceritaku pada Yohei. Saat ini kami sedang mengerjakan PR di rumahku. Di kamarku yang kecil ini, tempat biasa kami mengobrolkan segalanya.
“Yappari!!” kata Yohei. “Jangan mimpi dulu! Selesaikan dulu PR mu! Baru kau selesaikan mimpimu itu!”
“OSH!” kataku dengan tatapan tajam dan suara yang berat sambil hormat pada Yohei, lalu memulai mengerjakan PRku. Yohei hanya geleng-geleng kepala melihat tingkahku ini.
Tapi hanya sejenak aku bisa serius dengan Prku, dan aku kembali ke lamunanku seperti semula. Membayangkan wajah Yamada senpai membuatku merasa bisa hidup abadi. Layaknya siluman yang meminum darah dan memakan daging biksu tong sam chong! Hahaha…
***
“Kawaii!” Yamada senpai memuji masakanku. Aku tersenyum senang. Aku mempersiapkan obentouku dengan baik. Aku membuatnya tampak manis dan gadis-gadis pasti akan menyukainya. “Ibumu yang membuatnya?”
“He’em!” jawabku sambil mengangguk. Membohonginya untuk kedua kali setelah kemarin. Dia lalu mengambil sumpitnya dan mencoba obentouku. “Oishi na?”
“Hontou ni oishi ne! Ibumu pintar memasak ya?” puji Yamada senpai. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. “Kapan-kapan aku boleh belajar memasak dengan ibu mu?”
“Ne?” aku kaget. Ibuku juga pintar memasak, tapi rasanya beda dengan masakanku. Apa lagi ibuku tidak tahu kalau aku berbohong.
“Ah..tidak boleh ya?” Yamada senpai tampak kecewa.
“Ah..tentu saja boleh! Datanglah ke rumahku kapan-kapan!” kataku sambil mengangguk senang. Ah..bodohnya aku! Apa kata orang kalau Yamada senpai tahu bahwa aku berbohong??
***
Aku baru turun dari atap sekolah setelah mengemasi barang-barangku. Yamada senpai sudah turun duluan karena ada sesuatu yang harus ia kerjakan. Makanya kami tidak belajar sampai bel masuk kelas berbunyi. Masih ada waktu 15 menit sebelum bel berbunyi.
Saat aku turun, aku melihat kerumunan siswa-siswi di sebelah gudang perkakas sekolah. Aku mencoba melihat apa yang sedang mereka lihat sekarang. Hei, sepertinya aku mengenalnya. Anak itu kan..Minami?
Ia sedang kesulitan dengan barang-barangnya. Sedangkan anak-anak itu hanya melihat saja tanpa ada dorongan untuk membantu. Aku mendesak masuk dan menyuruh kerumunan siswa itu untuk bubar, “Hei! Kalau tidak mau membantu sebaiknya kalian pergi! Jangan hanya melihat di sini!” dan mereka segera bubar.
Entah apa yang sedang dilakukan gadis ini. Ia mengemasi semua benda yang berantakan itu dan memasukkannya ke dalam kardus. Sepertinya ia baru saja menjatuhkan kardus-kardus berisi barang-barang itu.
“Butuh bantuan?” tanyaku. Gadis itu melihatku sejenak sepertinya ia kaget melihatku. “Aku bantu ya!” dan dia mengangguk setelah aku bertanya untuk yang kedua kalinya.
Aku membantunya mengemasi barang-barang itu. Kami tidak mengobrol sedikitpun. Anak ini benar-benar pendiam sekali. Tahan ya diam begitu terus?
Sesaat ia terlihat mencari-cari sesuatu di antara barang-barang yang berserakan itu. Entah apa yang ia cari, aku tidak tahu. Aku tidak bertanya, dan sedari tadi dia hanya diam saja. Aku seperti sedang ada satu ruangan dengan orang bisu.
“Doushita no?” tanyaku pada Minami. Aku hanya ingin tahu sebenarnya ia sedang apa di sini. “Kau sedang mencari sesuatu?”
“Ah..iie!” katanya. Tapi nadanya sangat ragu-ragu. Aku tahu ia sedang mencari sesuatu.
“Boleh aku bantu! Kau ini jadi gadis jangan terlalu mandiri! Sekali-kali kau bisa meminta bantuan orang lain!” nasehatku padanya. Ia tidak memandangku, tapi hanya mengangguk-ngangguk saja. “Kau sedang mencari apa?”
“Ano..uh..”
—
“Ketemu!” aku berseru begitu menemukan buku itu. Buku resep langka yang hanya ada satu-satunya di jepang. Buku yang di cari-cari Minami sedari tadi. Minami segera mendatangiku dengan raut wajah bahagia. “Kore!” kataku sambil menyerahkan buku itu pada Minami.
“A..arigatou g..gozaimasu!” katanya. Ia lalu membuka-buka buku itu dan tersenyum saat melihat isinya.
“Ngomong-ngomong, kenapa kau mencari buku resep itu? Sebenarnya itu buku apa?” tanyaku penasaran. Ia memandangiku dengan tatapan heran setengah bengong.
“K..kore wa ryori yarikata no hon desu!(ini buku resep masakan)” jawabnya polos. Dia itu polos atau bodoh sebenarnya.
Aku geleng-geleng kepala sambil mengusap kepalaku sebentar, lalu melihat ke arahnya. “Bakadayo na! Aku juga tahu kalau itu buku resep!” kataku kesal. “ Maksudku, kenapa kau mencari-cari buku seperti itu? Bukankah buku resep yang lain juga banyak!”
“K..kata orang, di dalam buku ini ada resep kebahagiaan!” jawab Minami.
“Apa maksudmu?” tanyaku. Aku jadi penasaran sekali.
“Kalau kau membuat masakan dengan resep seperti dalam buku ini, yang membuat dan yang memakannya akan merasakan kebahagiaan yang sama!” jawab Minami. Aku terdiam sebentar sementara Minami membaca isi buku resep itu.
“Bolehkan aku meminjamnya sewaktu-waktu?”
***
Aku harus cepat-cepat pulang! Besok ada ulangan matematika dan aku malah latihan sepak bola sampai malam! Dasar bodoh!
Setelah selesai latihan, aku bergegas ke ruang klub untuk mengambil barang-barangku dan segera pulang. Aku membuka lokerku untuk mengambil seragam dan memakainya. Tapi saat membukanya, aku melihat buku tua dengan sampul hijau. Buku resep itu. Padahal aku bilang akan meminjamnya kapan-kapan, tapi Minami langsung meminjamkannya hari ini juga. Berarti aku harus mencobanya! Besok pagi aku akan membuat obentou sesuai dengan buku resep ini untuk Yamada senpai! Aku ingin dia memakan masakan bahagiaku! ^^
***
“Hai! Selesai!” aku berseru senang. Aku lalu meletakkan sumpitku, menutup tempat obentouku dan melepaskan celemek. Obentou dengan resep buku kebahagiaan sudah selesai!! Dan aku harus berkemas sekarang! Ulangan matematika di jam pelajaran pertama, aku tidak boleh terlambat!
—
Jam makan siang, seperti biasa, aku segera pergi ke atap sekolah. Ternyata Yamada Senpai sudah ada di sana sedang mengerjakan sesuatu. Dia tersenyum padaku begitu mengetahui aku sudah datang.
“Yo!” sapaku. Yamada senpai mengangguk dan tersenyum.
“Baiklah, langsung kita mulai?” tanya Yamada senpai.
“Hai!” jawabku dan segera duduk di kursi berhadapan dengan Yamada senpai. Hanya terpisah meja sekolah kecil seperti yang ada di kelas. Aku lalu membuka buku matematikaku dan mulai belajar. Yamada senpai benar-benar cocok menjadi guru. Aku bisa dengan jelas menerima semua yang dia ajarkan. Atau, apakah ini karena perasaan??
—
“Ichi, ni, san!” aku membuka tutup tempat obentouku. Nasi dengan hiasan, lauk dengan tatanan yang rapi dan tampak enak. Yamada senpai tampak sangat senang melihatnya.
“Boleh aku mencoba?” tanya Yamada senpai.
“Hai! Doozo!” jawabku senang. Yamada senpai mencicipi obentouku. Baru mengunyah beberapa kali, matanya melebar. Pandangannya tampak tak percaya. “Nan de?”
“Sota-kun! Kore wa hontou ni umai na!” kata Yamada senpai. Aku jadi senang sekali ia berkata begitu. “Lebih enak dari yang kemarin!”
“Hontou ka?” tanyaku. Yamada senpai mengangguk sambil tersenyum. Ia lalu mencoba lauk yang lain lagi. Raut wajahnya senang sekali. Aku juga jadi ikut senang. Inikah kebahagiaan itu? Atau masih akan muncul kebahagiaan lain yang tidak terduga?
***
Hari ini klub sepak bola tidak ada latihan. Aku jadi bisa pulang cepat dan beristirahat. Oh ya, aku juga sudah menguasai beberapa resep masakan dari buku resep tua itu. Jadi aku akan mengembalikannya pada Minami hari ini juga.
Aku ke kelas Minami, ternyata dia masih di dalam. Padahal kelas sudah sepi. Teman-temannya sudah pulang. Ia tmpak sedang mencari sesuatu di laci meja dan di lantai. “Minami!” sapaku dari pintu. Minami sepertinya kaget. Ia terbengong sejenak saat melihatku. Aku lalu menunjukkan buku itu, tapi wajahnya tampak kaget.
“Himejima senpai! Dari mana kau dapatkan buku itu?” tanya Minami sambil berjalan ke arahku. Dia lalu mengambil buku yang aku sodorkan padanya.
“Kau ini ngomong apa? Bukannya kau yang meletakkan buku ini di dalam lokerku di ruang klub?” tanyaku.
“A..atashi?” Minami malah tampak bingung. Ia berpikir sejenak, sampai aku memecah keheningan yang sejenak itu.
“Kau mau pulang sama-sama?”
—
Aku mengantarnya mengambil sepeda dan kami pulang jalan bersama. Aku merasa harus berterimakasih padanya. Tapi dengan apa aku tidak tahu. Apa aku harus mentraktirnya atau membelikannya sesuatu? Tapi aku sedang tidak punya uang! Kantongku benar-benar sedang sekarat!
Minami masih tampak berpikir sejak kami keluar dari kelasnya. Tidak tahu apa yang dia pikirkan,tapi sepertinya ada sesuatu.
“Minami! Doushita no?” tanyaku.
“Betsu ni!” jawabnya singkat. Aku mengangguk saja.
“Ah..sangkyuh!” kataku ragu.
“Untuk apa?” tanya Minami. Arah pandangannya ke tanah tidak berubah. Apa dia memang pemalu seperti itu?
“Buku itu! Karena buku itu, aku jadi tambah dekat dengan Yamada senpai!” kataku malu-malu sambil tersenyum senang. “Ja, arigatoo!”
“H..hai!” jawabnya.
Sesaat suasana menjadi hening. Ternyata anak ini memang pendiam. Sepertinya dia tipe anak yang tidak mudah bersosialisasi. Karena selama aku mengenalnya, dia tidak akan bicara padaku sebelum aku bertanya duluan.
Tapi sesaat kemudian, dia menarikku untuk naik di boncengan sepedanya. Aku sampai kebingungan sendiri dan bertanya padanya. Tapi yang dia katakan hanya, “Sudah, ikut saja!” padahal aku masih cerewet bertanya ketika ia mulai mengayuh sepedanya dan kami berjalan pulang cepat-cepat. Sebenarnya dia ini kenapa sih?
—
“Nan desuka? Minami?” tanyaku ketika ia menghentikan sepedanya di depan taman bermain. Ia berusaha mengatur nafas. Tampaknya ia kelelahan karena memboncengkan aku. Ia mengayuh cepat sekali seperti setan! “Nan de?”
“Yada!” jawabnya singkat. Aku lalu beranjak dan menyuruhnya duduk di boncengan.
“Sudah, biar aku antar kau pulang! Hen na dayo!” kataku, dan aku mengayuh sepedanya pergi dari sana, menuju rumah Minami yang tampaknya tidak jauh lagi.
***
つづく (To be Continue..)
-Keep Shine Like HIKARI!!-
No comments:
Post a Comment